Misteri Kucing Siam Ebook by Nurul Huda Kariem 1 ANAK BESAR DI RUMAH SEBELAH Bets sangat gembira. Hari itu Pip akan pulang, karena sekolahnya libur panjang. Selama tiga bulan Bets merasa kesepian, karena abangnya itu tinggal di asrama. Tapi kini Pips akan ada lagi di rumah. "Sedang Larry dan Daisy akan tiba pula besok!" kata Bets pada ibunya. "Wah, Bu - asyik rasanya kalau banyak lagi anak-anak teman bermain." Larry dan Daisy itu teman-teman Pip. Mereka sebenarnya lebih tua daripada Bets, tapi ia selalu diperbolehkan ikut bermain bersama-sama. Dalam liburan Paskah yang lalu mereka berempat serta seorang anak laki-laki lagi yang ditemani anjingnya mengalami petualangan ramai. Mereka berhasil menyelidiki, siapa sebenarnya yang membakar sebuah pondok. "Waktu itu kami menjadi Pasukan Mau Tahu," kata Bets sambil mengingat-ingat. "Dan kami berhasil membongkar seluruh rahasia kejadian itu - ya kan, Bu? Wah, aku kepingin kami bisa menyelidiki misteri lagi selama liburan ini!" Ibunya tertawa. "Ah - itu kan cuma karena mujur saja, kalian berhasil membongkar rahasia pondok yang terbakar," kata Ibu. "Kau jangan mengharapkan misteri lagi, Bets, karena jelas takkan ada. Sekarang cepatlah berpakaian. Sudah waktunya menjemput Pip." Pip senang sekali bisa pulang berlibur ke rumah. Begitu sampai, ia langsung lari ke kebun bersama Bets. Segala-galanya diperhatikan olehnya dengan asyik, seolah-olah sudah bertahun-tahun tidak pulang. Adik perempuannya membuntuti terus, sambil mengoceh dengan suara lantang. Bets sangat menga-gumi Pip. Tapi Pip tidak begitu memperhatikan adiknya itu. Menurut anggapannya, Bets masih kecil, masih ingusan. Masih gemar bermain dengan boneka, dan menangis kalau terjatuh sedikit saja. "Larry dan Daisy juga akan pulang besok," kata Bets dengan napas memburu, karena harus mengikuti langkah Pip yang lebih panjang. "Wah, Pip - apakah kita akan beraksi sebagai Pasukan Mau Tahu lagi?" "Itu kan cuma kalau ada sesuatu yang perlu diselidiki, goblok," kata Pip. "O, ya hampir saja aku lupa - liburan ini Fatty juga akan datang lagi ke sini. Orang tuanya begitu senang berlibur di Peterswood waktu Paskah kemarin, sehingga mereka lantas membeli sebuah rumah kecil di sini. Dan Fatty akan kemari liburan ini." "Bagus," kata Bets dengan gembira. "Aku suka pada Fatty, karena dia ramah terhadapku. Jadi kita bisa lagi menjadi Pasukan Mau Tahu yang lengkap ... o ya, Pip, tentunya Buster ikut lagi, ya?" "Tentu saja," jawab Pip. Buster itu anjing piaraan Fatty. Anjing itu kecil, berbulu hitam. Anak-anak semua sayang pada Buster. "Senang rasanya bisa bertemu lagi dengan Buster." "Dari mana kau tahu Fatty akan datang?" tanya Bets, sambil berlari-lari mengikuti Pip. "Ia menulis surat padaku," jawab Pip. "Nanti dulu - suratnya ada padaku. la menuliskan pesan untukmu di situ." Pip merogoh kantongnya, lalu mengeluarkan sepu-cuk surat yang sudah kumal. Dengan bergairah Bets mengambil surat itu. Tulisannya tidak panjang, tapi sangat rapi. Pip yang budiman, Aku hanya hendak mengabarkan, orang tuaku telah membeli Rumah Putih yang tidak jauh dan tempat kediamanmu. Jadi liburan musim panas ini kita akan bertemu lagi. Moga-moga ada lagi misteri yang bisa kita selidiki. Asyik, kita bisa beraksi lagi sebagai Pasukan Mau Tahu dengan Anjing. Salamku pada si cilik, Bets. Begitu aku sampai, aku akan mampir ke rumahmu. Salam, Frederick Algernon Trotteville "Kenapa tidak ditandatanganinya dengan nama Fatty?" tanya Bets. "Frederick Algernon Trotteville - rasanya konyol kedengarannya." "Yah - Fatty sendiri kadang-kadang memang konyol," kata Pip. "Mudah-mudahan sekali ini ia tidak lagi terlalu membangga-banggakan diri sendiri. Kau masih ingat liburan yang lalu, bagaimana ia membang-gakan bekas-bekas memar yang terjadi karena jatuh dari tumpukan jerami?" "Ya, tapi memar-memarnya memang hebat nam-paknya," kata Bets sambil mengenang kejadian itu. "Warnanya macam-macam - hebat sekali! Aku kepingin kalau luka memar juga bisa kelihatan seperti itu." Larry dan Daisy tiba sekitar pukul tiga siang keesokan harinya. Selesai minum teh mereka langsung lari mendatangi Pip dan Bets. Senang rasanya bisa berkumpul lagi beramai-ramai. Setelah beberapa saat mengobrol, Bets merasa agak tersisih. Soalnya, cuma ia sendiri yang tidak bersekolah di tempat lain dan tinggal di asrama. Jadi kadang-kadang ada pembicaraan yang tidak dimengerti olehnya. "Coba umurku tidak baru delapan tahun," pikirnya, mungkin untuk keseribu kalinya. "Larry sudah tiga belas, sedang yang lain-lain dua belas - jauh lebih tua daripadaku. Aku takkan mungkin bisa menyusul mereka." Sementara anak-anak itu sedang asyik bertukar kabar sambil mengobrol dan tertawa-tawa, terdengar langkah enteng dari arah depan. Sekejap kemudian muncul seekor anjing kecil berbulu hitam di tengah mereka, sambil menggonggong-gonggong dengan bersemangat. "Eh, ini kan Buster! Kau sudah datang lagi, Buster!" seru Daisy bergembira. Anak-anak yang lain ikut senang, ribut menyapa Buster dengan ramah. Karena-nya mereka tidak segera melihat Fatty. Bets yang paling dulu melihat anak gendut itu muncul. Fatty dirangkulnya dengan ramah. Fatty nampak gembira, karena ia pun senang pada Bets. Ia pun merangkul Bets. Anak-anak yang lain memandangnya sambil nyengir. "Hallo, Fatty!" sapa Larry. "Bagaimana hasilmu di sekolah?" "Aku juara kelas,'' kata Fatty, dengan sikap yang tidak bisa dibilang rendah hati. "Masih tetap Fatty yang dulu juga," kata Pip sambil meringis. "Jadi jago ini, juara itu - otak jenius seperti biasanya - murid terhebat di sekolah!" "Tutup mulut," kata Fatty. Sambil bercanda dipukulnya Pip. "Kalau kau - kurasa tentunya murid yang paling bawah dalam kelas, ya?" Enak rasanya berbaring-baring di rumput sambil bercanda dengan Buster, serta membayangkan hari-hari libur musim panas selama delapan atau sembilan minggu mendatang. Tidak perlu memikirkan pelajaran. Tak ada peraturan sekolah yang mesti dipatuhi. Memang liburan musim panas rasanya paling menye-nangkan bagi mereka! "Ada kabar baru, Bets?" tanya Fatty. "Barangkali ada kejadian misterius, atau masalah yang perlu dipecah-kan? Jangan lupa, kita masih tetap Pasukan Mau Tahu - ditambah seekor anjing!" "Aku tahu," jawab Bets. "Tapi saat ini sama sekali tidak ada kejadian misterius, Fatty. Pak Ayo Pergi saja, sudah berminggu-minggu aku tidak melihatnya." Orang yang dijuluki 'Pak Ayo Pergi' itu nama sebenarnya Pak Goon. la polisi desa Peterswood. Anak-anak menjulukinya 'Pak Ayo Pergi', karena itulah yang selalu dikatakannya kalau berjumpa dengan mereka. Pak Goon tidak suka pada anak-anak. Dan anak-anak pun tidak suka padanya. "Kelihatannya di sini sama sekali tidak ada kejadian menarik, sejak kita kembali lagi ke sekolah waktu itu," kata Pip. Tiba-tiba Bets teringat pada sesuatu. "O ya, - rumah sebelah sudah didiami orang lagi sekarang," katanya. Rumah yang dimaksudkan Bets itu selama dua tahun belakangan tidak ada penghuninya. Anak-anak meno-leh ke arah Bets. "Ada anak-anak di situ?" tanya Pip. "Tidak," jawab Bets. "Setidak-tidaknya, kurasa tidak ada. Aku pernah melihat seorang anak laki laki yang sudah remaja di situ, tapi kalau tidak salah ia pekerja di kebun. Kadang-kadang aku mendengar dia bersiul-siul di situ. Merdu sekali siulannya. O ya - kecuali itu banyak sekali kucing di sana. Kucing-kucing aneh!" "Kucing? Kucing kayak apa?" tanya Pip heran. Telinga Buster langsung tegak, begitu mendengar kata kucing disebutkan. Anjing itu menggeram pelan. "Muka mereka coklat tua wamanya, begitu pula ekor dan kaki mereka," kata Bets. "Sedang bulu tubuh berwarna kuning susu. Aku pernah melihat gadis yang merawat mereka menggendong seekor di antaranya. Kucing itu aneh sekali kelihatannya." "Pasti kucing Siam yang dimaksudkan oleh Bets," kata Larry. "Matanya biru cerah, Bets?" "Entah, aku tidak tahu," jawab Bets. "Jarakku waktu itu tidak cukup dekat, jadi tidak bisa kuperhatikan dengan jelas. Lagipula mata kucing kan hijau wamanya, Larry - bukan biru." "Tapi kalau kucing Siam, matanya biru cerah," kata Fatty. "Aku tahu, karena bibiku pernah punya seekor. Bagus sekali kucing itu. Namanya Patabang. Kucing begitu sangat berharga." "Aku kepingin kapan-kapan ke rumah sebelah, untuk melihat mereka," kata Daisy. Menurut pendapatnya, kucing bermata biru cerah dengan bulu kuning susu kecuali kepala, kaki dan ekor yang berwarna coklat tua, pasti sangat indah. "Pemiliknya siapa, Bets?" "Seorang nyonya, bernama Lady Candling," kata Bets. "Tapi aku belum pernah berjumpa dengan dia. Kurasa nyonya itu sering bepergian." Anak-anak meneruskan obrolan mereka, sambil berbaring-baring di rumput. Sekali-sekali terdengar suara terpekik kaget. Maklumlah. Buster iseng mendata-ngi mereka, lalu menjilat-jilat muka. Tentu saja anak yang dijilati kaget, lalu mendorongnya supaya pergi. Kemudian terdengar bunyi siulan riang di balik tembok pembatas ke rumah sebelah. Siujan itu terdengar jelas dan merdu. "Itu dia anak laki-laki yang kuceritakan tadi," kata Bets. "Bagus ya, siulannya?" Larry berdiri, lalu menghampiri tembok. Sesampai di situ ia memandang ke sebelah, sambil menopangkan kaki ke tepi sebuah jambangan bunga yang besar. Dilihatnya seorang anak laki-laki di pekarangan rumah sebelah. Umurnya sekitar lima belas tahun. Tubuhnya besar, dengan wajah bundar kemerah-merahan. Bola matanya biru sekali, memandang seolah-olah selalu heran. Mulutnya besar, dengan dua deret gigi putih cemerlang. Anak itu sedang sibuk menggaruk tanah dekat tembok pagar. Ia merasa sedang diperhatikan, lalu mendongak. la tersenyum lebar, menampakkan deretan gigi yang putih bersih. "Hai," sapa Larry. "Kau tukang kebun rumah sebelah ini?" "Aduh - bukan!" jawab anak itu. la nyengir semakin lebar. "Aku ini cuma pembantu saja. Pembantu tukang kebun. Tukang kebun di sini Pak Tupping. Itu, yang berhidung bengkok dan cepat marah." Larry cepat-cepat memandang berkeliling kebun. Tapi ia tidak melihat hidung bengkok. Jadi Pak Tupping tidak ada di situ. Menurut perasaannya, orang itu pasti tidak bisa diajak bercanda. "Bisakah kami kapan-kapan datang untuk melihat kucing-kucing yang ada di situ?" tanya Larry. '"Kan kucing Siam mereka itu, yang dipelihara Lady Candling?" "Betul! Mereka bagus-bagus," kata anak laki-laki temannya berbicara. "Yah, sebaiknya. kalau mau datang, tunggu saja sampai Pak Tupping sedang tidak ada. Menurut anggapannya - kalau melihat aksinya - seluruh tempat ini kepunyaan dia, termasuk kucing-kucing sekaligus. Begini, datang saja besok sore. Pak Tupping akan keluar saat itu. Kau lewat tembok ini saja. Gadis perawat kucing-kucing itu akan ada di sini. Namanya Nona Harmer. Dia pasti takkan keberatan jika kau ingin melihat kucing-kucing piaraannya." "Beres!" kata Larry senang. "Kami akan datang besok sore. He - namamu siapa?" Sebelum anak laki-laki itu sempat menjawab, sudah terdengar suara seseorang berseru dari suatu tempat tak jauh dari situ. Orang itu marah-marah. "Luke! Luke! Ke mana lagi kau pergi,. hah?! Kan sudah kukatakan, kau harus membuang sampah itu? Sialan anak itu, sama sekali tak ada gunanya di sini." Luke menatap Larry dengan pandangannya yang selalu nampak tercengang. Cepat-cepat dipanggulnya alat penggaruk. Kelihatannya seperti ketakutan. "Itu dia," bisik Luke. "Itu Pak Tupping. Aku harus pergi sekarang. Besok saja kau datang lagi." Setelah itu ia pergi, sementara Larry turun dari jambangan, lalu mendatangi kawan-kawannya yang masih berbaring di rerumputan. "Dia itu pembantu tukang kebun," ceritanya. "Namanya Luke. Kelihatannya baik hati, tetapi agak tolol. Kurasa menakut-nakuti angsa saja dia takkan mampu!" Menurut perasaan Bets, ia pun pasti takkan mampu. Angsa kan besar, dan suka mendesis-desis kalau diganggu. "Bagaimana - apakah kita besok akan melihat kucing-kucing itu?" tanyanya pada Larry. "Aku mendengar kau tadi menyebut-nyebut tentang mereka." "Memang betul. Besok sore, apabila tukang kebun yang bernama Pak Tupping itu sedang tidak ada," jawab Larry. "Kita ke sana lewat tembok pagar. Tapi Buster lebih baik jangan diajak-kan tahu bagaimana dia kalau melihat kucing!" Mendengar kata yang terakhir, Buster langsung menggeram. Kucing? Untuk apa anak-anak hendak pergi melihat kucing? Binatang konyol dan tak berguna, dengan cakar tajam seperti jarum! Cuma satu saja guna kucing - untuk dikejar! 2 PAK TUPPING JAHAT! Keesokan sorenya anak-anak itu teringat, mereka hendak ke rumah sebelah untuk melihat kucing-kucing Siam yang ada di sana. Larry pergi ke tembok lalu bersiul, memanggil Luke. Tak lama kemudian anak laki-laki itu muncul. la meringis, memamerkan giginya yang putih. "Kalian bisa datang sekarang," katanya. "Pak Tupping sedang pergi." Dengan segera anak-anak memanjat tembok, lalu masuk ke pekarangan rumah sebelah. Bets dibantu menyeberang oleh Fatty. Buster jengkel sekali, karena ia ditinggal. Anjing itu menggonggong-gonggong dengan marah, sambil berdiri pada kaki belakang serta menggaruk-garuk dinding tembok dengan sepasang kaki depannya. "Kasihan si Buster," kata Bets. "Jangan sedih, Buster - kami cuma sebentar saja." "Anjing tidak boleh masuk ke sini," kata Luke. "Soalnya, di sini kan banyak kucing. Mereka sangat berharga. Banyak sekali uang yang masuk sebagai hadiah dalam berbagai perlombaan, kata gadis yang mengasuh mereka." "Kau tinggal di sini?" tanya Larry, sementara mereka berbondong-bondong menyusur jalan kebun menuju beberapa rumah kaca. "Tidak, aku tinggal di tempat ayah tiriku," kata Luke. "Ibuku sudah meninggal dunia. Aku seorang diri, tidak punya adik maupun kakak. Namaku Luke Brown. Umurku lima belas tahun." "O ya," kata Larry. Mereka belum sempat berkenalan secara resmi. "Namaku Laurence Daykin. Umurku tiga belas tahun. Margaret ini adikku, berumur dua belas. Nama panggilannya Daisy. Lalu dia itu - namanya yang panjang Frederick Algernon Trotteville. Umurnya juga dua belas. Panggilannya si Gendut - alias Fatty." "Aku lebih senang jika disapa dengan nama Frederick," kata Fatty dengan nada tersinggung. "Aku tidak mau dipanggil Fatty oleh sembarang anak." "Kau kan bukan sembarang orang, Luke?" tanya Bets. Luke meringis. "Kalau maumu begitu, aku akan menyapamu dengan nama Frederick," katanya pada Fatty. "Sepantasnya kau bahkan harus disebut Tuan Frederick,- tapi kurasa begitu pun kau takkan suka." "Dan aku Elisabeth Hilton, singkatannya Bets. Umurku delapan tahun," kata Bets cepat-cepat. la sudah khawatir saja, jangan-jangan Larry akan melewati dirinya. "Dan ini abangku, Philip. Umurnya dua belas, sedang nama panggilannya Pip." Setelah mereka menceritakan tempat kediaman masing-masing pada Luke, anak itu lantas mengatakan di mana ia tinggal. Di sebuah rumah bobrok, di tepi sungai. Sambil saling memperkenalkan diri, anak-anak sudah melewati rumah-rumah kaca. Mereka melalui sebuah kebun mawar yang indah, menuju sebuah bangunan bercat hijau. "Itu dia tempat kucing-kucing," kata Luke. "Dan itu Nona Harmer." Seorang wanita muda bertubuh montok nampak di dekat kandang kucing. la memakai jas dan celana yang panjangnya sampai ke lutut. la kaget ketika melihat lima orang anak muncul. "Hai," sapanya. "Kalian dari mana?" "Kami tadi masuk lewat tembok," jawab Larry. "Kami ingin melihat kucing-kucing yang ada di sini. Katanya bukan kucing biasa, ya?" "Memang," jawab wanita muda itu. Umurnya sekitar dua puluh tahun. "Itu mereka! Kalian suka pada mereka?" Anak-anak memandang ke dalam bangunan yang kelihatan berupa kandang besar. Banyak kucing ada di situ. Semua sewarna - coklat tua dan kuning susu, dengan mata biru cemerlang. Kucing-kucing itu membalas tatapan anak-anak, sambil mengeong dengan suara aneh. "Mereka bagus sekali," kata Daisy dengan segera. "Bagiku, kelihatannya aneh," kata Pip. "Mereka itu betul-betul kucing?" tanya Bets. "Kelihatannya kayak monyet!" Anak-anak yang lain tertawa. "Kalau sudah sekali kena cakar, kau takkan beranggapan lagi bahwa mereka itu monyet," kata Nona Harmer sambil tertawa. "Kucing-kucing ini semuanya sangat berharga - sudah sering memenang-kan hadiah uang yang banyak dalam berbagai pertandingan." "Kucing mana yang paling banyak memenangkan hadiah?" tanya Bets. "Itu - yang di sebelah sana," kata Nona Harmer, lalu mengajak anak-anak mendekati sebuah kandang terpisah. Kandang itu agak kecil, seperti kandang anjing bentuknya, tetapi berdiri di atas tonggak. "Nah, Dark Queen - kucing manis? Ini ada tamu, yang hendak mengagumi kecantikanmu!" Kucing Siam besar yang ada dalam kandang terpisah itu mengusap-usapkan kepalanya ke pagar kawat yang mengurung dirinya, sambil mengeong-ngeong nyaring. Pengasuhnya menggaruk-garuk kepalanya dengan sikap sayang. "Dark Queen ini kucing kami yang paling istimewa," katanya. "Baru saja ia memenangkan hadiah pertan-dingan keindahan, sebesar seratus pound. Nilainya sendiri jauh lebih besar lagi." Dark Queen berdiri. Ekornya yang coklat tua ditegakkan, melambai pelan ke kiri dan ke kanan. Saat itu Bets melihat sesuatu yang menarik. "Di tengah bulu ekornya yang coklat tua ada beberapa helai yang berwarna kuning susu," katanya pada Nona Harmer. "Betul," jawab pengasuh itu. "Dulu ia pernah digigit kucing lain di tempat itu. Ketika bulunya tumbuh lagi, ternyata berwarna kuning susu. Tetapi lama-kelamaan akan berubah menjadi coklat tua lagi. Nah - bagaimana pendapat kalian mengenai dirinya?" "Rasanya persis sama seperti yang lain-lainnya juga," kata Daisy. "Maksudku - mereka kan persis sama semuanya?" "Memang, karena warna bulu mereka persis sama," jawab Nona Harmer. "Tapi aku selalu bisa membeda-bedakan, walau semuanya dicampur di satu tempat." "Bayangkan, nilainya lebih dari seratus pound!" kata Fatty, sambil menatap Dark Queen yang membalas tatapannya tanpa berkedip. "Luke, matamu sama birunya seperti mata Dark Queen. Kau bermata kucing Siam!" Semuanya tertawa, sementara Luke kelihatan agak kikuk. "Bolehkah Dark Queen dikeluarkan?" tanya Daisy. la sudah kepingin sekali memegang kucing indah itu. "Jinakkah dia?" "O ya." jawab Nona Harmer. "Semuanya jinak-jinak. Kami mengurung mereka, karena nilai mereka sangat tinggi. Kami tidak berani menanggung risiko membiar-kan mereka berkeliaran di luar, karena takut kalau-kalau ada yang ingin mencuri." Nona Harmer mengambil anak kunci yang tergantung pada sebatang paku. lalu membuka pintu kandang. Diambilnya Dark Queen. Kucing indah itu mengusap-usapkan tubuhnya pada pengasuhnya, sambil men-dengkur-dengkur dengan suara dalam. Daisy membelai-belai kucing itu. yang langsung meloncat ke dalam pelukannya. Daisy senang sekali. "Aduh. ramahnya kucing ini!" katanya gembira. Tahu-tahu terjadi keributan di situ! Secara tiba-tiba saja Buster sudah datang berlari-lari, lalu melonjak ke dalam pelukan Fatty sambil menggonggong dengan gembira. Dark Queen langsung melompat dari pelukan Daisy, menghilang ke balik semak. Buster melongo sesaat. Tapi sambil mendengking gembira, detik berikutnya ia sudah mengejar kucing tadi. Terdengar suara pergumulan sengit. Nona Harmer terpekik karena kaget. Mulut Luke melompong, sementara matanya memancarkan sinar takut. Kucing-kucing ribut mengeong-ngeong. Fatty memanggil-manggil dengan suara garang. "Buster! Ayo kemari! BUSTER! Kau tidak dengar ya?! Kemari, kataku!" Tapi percuma saja. Biar dipanggil sampai serak pun, Buster takkan mau mendengar - apabila sedang asyik mengejar kucing. Saking bingungnya, Nona Harmer mengejar masuk semak. Tapi ternyata cuma Buster saja yang ditemukannya di situ. Hidungnya berdarah kena cakar. Lidahnya terjulur ke luar, sementara matanya nampak bersinar-sinar karena bersemangat. "Mana Dark Queen?" keluh Nona Harmer. "Aduh, gawat nih! Pus, pus!" Bets menangis. Tak enak perasaannya membayang-kan Dark Queen hilang. Kemudian ia merasa seperti mendengar bunyi dalam semak, di sebelah ujung jalan kebun. Dengan segera ia berlari ke sana untuk memeriksa, sementara air matanya berlinang-linang membasahi pipinya. Saat itu terjadi lagi keributan. Ada orang datang dari balik kandang. Ternyata orang itu Pak Tupping, tukang kebun. Luke memandang atasannya dengan mata terbelalak ketakutan. "Ada apa di sini?" seru Pak Tupping. "Siapa kalian? Mau cari apa dalam kebunku?" "Ini bukan kebun Anda," kata Fatty dengan tabah. "Ini kebun Lady Candling, teman ibuku." Tapi percuma saja mengatakan pada Pak Tupping bahwa kebun itu bukan miliknya. Ia merasa dialah pemiliknya. Setiap bunga yang mekar, setiap biji buncis - bahkan setiap biji kismis yang paling kecil sekalipun, semua merupakan miliknya pribadi. Dan tahu-tahu ada anak-anak masuk ke kebunnya, bersama seekor anjing! Padahal ia paling benci pada anak-anak, anjing, kucing dan burung-burung. "Ayo semuanya keluar!" teriaknya marah-marah. "Cepat - semuanya keiuar! Kalian dengar kataku? Awas - kalau nanti kalian kujumpai masuk ke sini lagi, pasti kutempeleng nanti dan kuadukan pada orang tua kalian. Nona Harmer, kenapa Anda berkeluh-kesah?" "Dark Queen hilang!" tangis Nona Harmer. Nampak-nya ia juga takut pada Pak Tupping, seperti Luke. "Syukur, apabila karenanya Anda dipecat," kata Pak Tupping. "Aku ingin tahu, apa sih gunanya kucing? Semuanya cuma binatang brengsek! Kalau ada satu yang hilang, bagus!" "Anda memerlukan bantuan kami mencari Dark Queen?" tanya Daisy pada gadis pengasuh kucing-kucing itu. "Kalian keluar!" bentak Pak Tupping. Hidungnya yang besar dan bengkok berubah warna, menjadi merah padam. Matanya yang berwarna kelabu kusam terbelalak, menatap Daisy. Orang itu jelek tampangnya, kelihatan cepat sekali marah. Rambutnya kuning jagung, sudah beruban di sana-sini. Kerut-merut di mukanya nampak kotor berdaki. Anak-anak tidak senang melihat tampang laki-laki itu. Mereka memutuskan, lebih baik pergi saja - karena Pak Tupping kelihatannya sudah tidak bisa lagi menahan kesabaran. Anak-anak kembali ke tembok pagar. Mereka masih sempat melihat bahwa Bets tidak ada. Tapi menurut perkiraan mereka, anak itu pasti sudah lari mendului dan cepat-cepat memanjat tembok ke sebelah, karena takut melihat tukang kebun galak itu. Fatty memanggil-manggil Buster. "Biarkan anjing itu di sini," kata Pak Tupping. "Dia perlu dihajar dulu. Biar kapok, dan tidak berani lagi masuk ke kebunku." "Jangan berani-berani menyentuh anjingku!" seru Fatty dengan segera. "Nanti Anda digigitnya." Pak Tupping menyambar Buster dan mencengkeram kalung lehernya. Ia memegang pada tengkuk, sehingga anjing itu sama sekali tak berdaya. Pak Tupping pergi sambil menjinjingnya. Fatty hampir-hampir tidak bisa lagi menahan kemarahannya. Dikejarnya tukang kebun jahat itu, lalu ditarik lengannya. Tapi orang itu malah memukulnya, sehingga Fatty kaget. Saat itu juga Pak Tupping membuka pintu sebuah gudang, mencampak-kan Buster ke dalam, lalu mengunci pintu. Sedang anak kuncinya dikantongi. Setelah itu ia berpaling lagi menatap Fatty. Tampangnya jahat sekali, sehingga anak gendut itu cepat-cepat lari menjauh. Tak lama kemudian keempat anak itu sudah terkapar di atas rumput, di seberang tembok. Napas mereka terengah-engah. Mereka marah sekali. Mereka mening-galkan Luke yang ketakutan, begitu pula Nona Harmer yang malang, yang juga merasa takut. Tanpa mereka ketahui, Bets juga masih ketinggalan di kebun sebelah. Sedang Buster terkunci dalam kandang. "Dasar orang jahat!" kata Daisy. Anak itu sudah nyaris menangis. Fatty mengumpat dengan gigi terkatup rapat. "Coba lihat ini - tanganku memar," katanya. "Aku tadi dipukulnya, kena di sini." "Kasihan Buster," kata Pip, ketika terdengar lolongan sedih di kejauhan. "Mana Bets?" tanya Larry sambil memandang berkeliling. "Bets! Bets! Kau ke mana?" Tapi tak terdengar jawaban. Bets masih ada di kebun sebelah, "Rupanya dia masuk ke dalam rumah," kata Pip. "He - apa yang akan kita lakukan sekarang, tentang Buster? Kita harus menyelamatkan dia, Fatty! Tidak bisa kita tinggalkan sendiri di sana. Pasti orang itu tadi akan memukulnya." "Kasihan si Buster." kata Daisy. "Dan juga Dark Queen. Mudah-mudahan saja dia berhasil ditemukan kembali. Aku ingin tahu, bagaimana Buster tadi menyeberangi tembok ke rumah sebelah." "Bukan lewat tembok," kata Fatty, "itu kan mustahil! Pasti dia tadi berpikir-pikir dulu, lalu masuk ke kebun lewat depan untuk mencari kita di sana. Kalian kan tahu, Buster cerdas otaknya. Wah - bagaimana cara kita menyelamatkan dia sekarang? Huh, aku benci sekali pada Pak Tupping itu! Pasti Luke sangat menderita, harus bekerja sebagai bawahannya." "Aku hendak mencari Bets," kata Pip. "Mestinya ia bersembunyi - karena mungkin ketakutan tadi." Ia pun masuk ke dalam rumah untuk mencari adiknya. Tapi segera muncul kembali, dengan tampang bingung. "Bets sama sekali tak ada di dalam," katanya. "Sudah kupanggil-panggil, tapi tidak menyahut. Ke mana lagi anak itu? Dia tadi kan menyeberangi tembok - jadi tidak masih tertinggal dalam kebun di sebelah?" Tapi ternyata Bets masih ada di sana. Anak itu bersembunyi ketakutan. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Mencoba menyeberangi tembok seorang diri, tidak bisa. Sedang lari ke luar lewat pintu pekarangan depan, tidak berani - karena takut ketahuan Pak Tupping! 3 LUKE MEMANG BAIK HATI Ketika Bets tadi lari ke dalam semak untuk melihat apakah Dark Queen ada di situ, ternyata yang ada cuma seekor burung jalak. Burung hitam itu langsung terbang menjauh, begitu Bets muncul. Tapi anak itu masih juga menyuruk ke dalam semak, melihat ke mana-mana sambil memanggil-manggil Dark Queen dengan suara pelan. Tiba-tiba dilihatnya sepasang mata bersinar, meman-dangnya dari atas pohon. Sesaat Bets kaget - tapi kemudian ia berseru gembira. "Ah, di situ kau rupanya, Dark Queen! Untung aku berhasil menemukanmu kembali!" Setelah itu Bets berpikir. Tak ada gunanya menurun-kan Dark Queen dari atas pohon, selama Buster belum dikeluarkan dari kebun. Kucing indah itu lebih aman di tempatnya yang tinggi. Sementara Bets mendongak memandangnya, Dark Queen mulai mendengkur-dengkur. Rupanya senang pada Bets. Setelah memperhatikan sekilas, Bets merasa pasti mampu memanjat pohon tempat kucing itu. Dengan segera ia sudah berada di atas dahan di samping Dark Queen, sambil mengelus-elus dan mengajak kucing itu bicara. Dark Queen menikmati belaian Bets. Kepalanya yang coklat tua digeser-geserkannya pada Bets, sambil mendengkur dengan suara nyaring. Kemudian Bets mendengar suara Pak Tupping berteriak-teriak. Rasa takut anak itu timbul lagi. Aduh - temyata tukang kebun itu sudah datang lagi. Rupanya ia tadi sama sekali bukan pergi. Bets mendengarkan teriakan orang yang sedang marah-marah itu dengan tubuh gemetar. Ia tidak berani turun dan pohon, menggabungkan diri dengan anak-anak lainnya. Ia duduk saja diam-diam di samping kucing, sambil mendengarkan keributan di bawah. Ia tidak bisa mengikuti dengan jelas kejadian itu. Tapi beberapa saat kemudian ia menyadari, anak-anak pasti sudah pergi kembali lewat tembok. Dan ia ditinggal sendiri di situ. Bets ketakutan sekali. Ia sudah hendak turun saja dari pohon, untuk mencari Nona Harmer dan melaporkan di mana Dark Queen berada. Tapi tiba-tiba terdengar langkah orang datang. Bets mengintip dari sela dedaunan. Dilihatnya Luke diseret Pak Tupping. Kasihan anak itu - kupingnya dijewer! "Kau perlu dihajar rupanya - berani mengajak anak-anak luar masuk ke kebunku!" tukas Pak Tupping. Ditamparnya Luke keras-keras, sampai anak itu menjerit kesakitan. "Kau digaji untuk bekerja di sini, tahu! Sekarang kau harus kerja lembur dua jam, karena lancang mengajak anak-anak tadi masuk ke sini!" Dipukulnya Luke sekali lagi, lalu ditariknya kupingnya keras-keras. Setelah itu ditolakkannya, sehingga ter-sungkur-sungkur. Bets merasa kasihan sekali pada Luke. Air matanya meleleh, dan ia terisak pelan. Jahat sekali Pak Tupping itu! Pak Tupping pergi lagi, sementara Luke meraih sebatang penggaruk tanah dan beranjak pergi ke arah berlawanan. Saat itu Bets memanggilnya dengan suara lirih, "Luke!" Penggaruk yang dipegang Luke terjatuh ke tanah. Anak itu memandang berkeliling sambil melongo. Siapa yang memanggilnya? la tidak melihat siapa-siapa di situ. "Luke," panggil Bets sekali lagi. "Aku di sini - di atas pohon. Dan Dark Queen ada bersamaku." Saat itu barulah Luke melihat Bets duduk di atas dahan, didampingi kucing Siam yang minggat. Bets cepat-cepat turun, lalu berdiri di dekat Luke. "Tolong aku memanjat pagar, Luke," katanya. "Kalau ketahuan Pak Tupping lagi, pasti aku akan langsung dipecat olehnya - dan ayah tiriku akan menghajar diriku sampai biru-biru," kata Luke yang malang. Mukanya yang kemerah-merahan nampak ketakutan, persis seperti Bets saat itu. "Yah - aku juga tidak mau kau sampai kehilangan pekerjaan." kata Bets. "Kucoba saja memanjat sendiri." Tapi Luke tidak sampai hati. Biarpun ia sedang ketakutan setengah mati, namun ia merasa wajib menolong anak kecil itu. Mula-mula ia menurunkan Dark Queen dulu dari atas pohon. Setelah itu bersama Bets ia berjingkat-jingkat menyusur kebun, sambil berjaga-jaga kalau Pak Tupping tiba-tiba muncul. Sesampai di kandang kucing, Dark Queen cepat-cepat dimasukkan ke tempatnya dan pintu ditutup lagi. "Nona Harmer pasti senang bahwa dia sudah ditemukan," bisik Luke pada Bets. "Nanti akan segera kulaporkan padanya. Sekarang ayo - kita lari ke tembok. Nanti kau kutolong memanjat ke atas." Keduanya lantas lari ke tembok pagar. Dengan cepat Luke menopang kaki Bets, dan sesaat kemudian anak perempuan itu sudah duduk di atas tembok. "Cepatlah sedikit," desis Luke, "kudengar Pak Tupping datang!" Bets begitu ketakutan sehingga ia langsung melompat ke bawah. Ia jatuh tersungkur pada tangan dan lututnya. Tak dipedulikannya kedua anggota badannya yang tergores-gores itu. Dengan segera ia lari menuju ke tempat anak-anak yang masih berbaring di atas rerumputan. Sesampai di situ ia langsung menjatuhkan din. Tubuhnya gemetar. "Bets! Ke mana kau tadi?" seru Pip. "Kau tertinggal di sebelah, ya?" kata Fatty. "Aduh - lihatlah, lututmu luka tergores!" "Dan tanganku juga," kata Bets dengan suara gemetar. Disodorkannya kedua tangannya yang nampak berdarah. Fatty cepat-cepat mengambil sapu tangannya, lalu mengusap darah pada tangan Bets. "Bagaimana caramu tadi memanjat tembok?" tanyanya. "Aku ditolong Luke," jawab Bets. "Padahal ia takut sekali kalau-kalau Pak Tupping muncul dengan tiba-tiba, lalu ia ketahuan sedang menolong aku. Pasti ia akan diberhentikan, kalau hal itu sampai terjadi." "Kalau begitu dia benar-benar baik budi, mau menolongmu," kata Larry. Anak-anak yang lain sependapat dengan dia. "Aku suka pada Luke," kata Bets. "Kurasa dia benar-benar anak baik. Moga-moga saja ia tidak akan mengalami kesulitan, karena mengijinkan kita memanjat tembok untuk melihat kucing-kucing tadi." Saat itu kembali terdengar suara lolongan di kejauhan. Bets agak heran, lalu memandang berkeliling. "Mana Buster?" katanya. Ia tadi tidak tahu bahwa anjing itu dibawa pergi lalu dikurung, walau bunyi ribut-ribut sempat didengar olehnya. Anak-anak lantas menceritakan kejadian itu padanya. Bets jengkel dan sekaligus kaget mendengarnya. "Kita harus menyelamatkannya!" seru Bets. "Harus, harus! Fatty - pergilah ke sana lagi, dan ambil Buster!" Tapi Fatty tidak kepingin menghadapi risiko berjumpa lagi dengan Pak Tupping yang pemarah itu. Lagipula ia tahu, anak kunci gudang tempat Buster dikurung ada dalam kantong tukang kebun itu. "Coba Lady Candling tidak sedang pergi, pasti akan kuminta ibuku menelepon nyonya itu dan meminta agar Pak Tupping disuruh melepaskan Buster lagi," kata Fatty. Ia menggulung lengan kemejanya, untuk memperhatikan memar di lengannya, yang sementara itu sudah nampak mulai menjadi ungu warnanya. "Kalau memar ini kutunjukkan pada ibuku, biar selusin Lady Candling pun pasti akan ditelepon olehnya." "Memarmu itu nanti pasti akan hebat jadinya," kata Bets. Ia tahu, Fatty selalu bangga kalau di tubuhnya ada bekas memar. "Aduh - coba dengar, Buster melolong lagi. Kasihan! Yuk, kita mengintip ke sebelah dari tembok. Mungkin Luke ada di sana. Kita minta padanya untuk mengintip ke dalam gudang dan membujuk Buster supaya dia agak tenang." Anak-anak lantas berjingkat-jingkat menghampiri tembok. Dengan hati-hati Larry mengintip ke sebelah. Tapi di situ tidak ada siapa-siapa. Kemudian terdengar seorang bersiul-siul. Ternyata Luke lagi. Larry bersiul pula. Siulan pertama terhenti - lalu disambung lagi. Kemudian berhenti, sementara Larry menyiulkan lagu yang sama. Tak lama kemudian terdengar seorang datang menyeruak semak. Tampang Luke muncul, merah dan bulat, seperti bulan sedang purnama. "Ada apa?" bisiknya. "Aku tak berani lama-lama. Pak Tupping masih ada di sekitar sini." "Soalnya tentang Buster," bisik Larry. "Tolong intipkan sebentar di jendela gudang, lalu bujuk dia dengan ucapan apa saja. Tolong ya?" Luke mengangguk, lalu menghilang lagi. Anak itu menuju ke gudang, sambil berjaga-jaga jangan sampai ketahuan Pak Tupping. Dilihatnya tukang kebun itu ada di kejauhan. Pak Tupping membuka jasnya. Rupanya bersiap-siap hendak bekerja. Jas itu digantungkannya ke paku yang tertancap di dinding luar salah satu rumah kaca. Saat itu dilihatnya Luke memandangnya. Pak Tupping lantas berteriak memanggilnya. "Nah, Pemalas! Sudah kauselesaikan pekerjaanmu tadi? Coba ke sini - ikat batang-batang tomat ini!" Luke terdengar berseru meneriakkan sesuatu, lalu menyelinap masuk ke semak yang ada di dekatnya. Dari dalam semak diperhatikannya Pak Tupping berjalan menuju kebuh sayur di dekat dapur, sambil mengurai-kan tali rami. Tukang kebun itu masuk ke dalam kebun kecil itu lewat ambang pintu bercat hijau, yang terdapat di tengah tembok yang mengelilingi kebun. Saat itu Luke melakukan sesuatu yang sungguh-sungguh berani. la lari menyelinap dengan cepat. Dihampirinya jas Pak Tupping yang tersampir pada paku. la merogoh kantong sebelah luar, mengambil anak kuhci pintu gudang, lalu lari dengan benda itu. Dibukanya pintu gudang. Seketika itu juga Buster lari ke luar. Luke masih berusaha menangkapnya. Maksudnya hendak dilemparkan ke seberang tembok. Tapi anjing kecil itu lebih cepat geraknya. la mengelak, lalu lari menyusur sebuah jalan dalam kebun. Luke cepat-cepat menutup pintu kembali, lalu lari ke tempat jas Pak Tupping tersampir. Anak kunci yang diambilnya tadi dikembalikan ke dalam kantong. Setelah itu ia pergi mendatangi Pak Tupping dalam kebun dapur, sambil berdoa dalam hati semoga Buster cukup pintar dan langsung lari lewat pintu pekarangan depan. Tapi ternyata Buster tersesat dalam kebun. Tahu-tahu ia sudah muncul di ambang pintu kebun dapur. Anjing itu mendengking dengan gembira, ketika melihat Luke ada di situ. Pak Tupping langsung menoleh. "Lho - itu kan anjing tadi!" katanya heran serta marah sekaligus. "Bagaimana ia bisa keluar dari dalam gudang? Tadi kan kukunci pintunya! Dan bukankah anak kuncinya ada dalam kantongku?" "Saya tadi melihat Anda menguncinya, Pak," kata Luke. "Mungkin dia ini anjing lain." Pak Tupping mengibas-ngibaskan lengannya sambil berteriak-teriak ke arah Buster. Sementara itu Buster lari menandak-nandak masuk ke dalam kebun, tepat di atas sederet tanaman wortel. Luke merasa yakin, anjing itu melakukannya dengan sengaja, Sedang muka Pak Tupping berubah warna. Merah padam. "Ayo keluar!" teriaknya, lalu melemparkan sebong-kah batu besar ke arah Buster. Anjing kecil itu mendengking, lalu mulai menggali tanah. Tepat di tengah-tengah tanaman wortel! Akar tanaman itu berhamburan ke atas. Wah - saat itu Pak Tupping benar-benar mengamuk. Ia memburu sambil menjerit-jerit. Buster menjauh sedikit, lalu mulai menggali lagi. Kini giliran tanaman bawang. Ketika ada batu besar melayang terlalu dekat ke tubuhnya, Buster cepat-cepat lari ke luar lewat pintu yang dicat hijau. Ia melesat lewat jalan kecil yang paling dekat. Tak lama kemudian ia sudah berhasil menemu-kan jalan keluar, lalu berpacu melawan bayangannya sendiri menuju ke rumah Pip yang di sebelah. Sesampai di sana ia menyerbu ke tengah anak-anak yang kaget melihat dirinya tiba-tiba muncul. Bertubi-tubi pertanyaan mereka padanya. Semua mengajaknya bicara dengan serempak. Buster berguling menelentang dengan keempat kaki terangkat ke atas. Ekornya memukul-mukul tanah, sementara lidahnya yang merah terjulur ke luar. "Anjing manis," kata Fatty, sambil menepuk-nepuk perut anjingnya. "Sayang kau tidak bisa bercerita, bagaimana caramu bisa membebaskan diri!" Malam itu anak-anak menunggu Luke pulang. Biasanya ia bekerja sampai pukul lima sore. Tapi sekali itu ia disuruh Pak Tupping bekerja terus sampai pukul tujuh malam, sebagai hukuman. Walau Luke bertubuh kekar, tapi ketika akhirnya diperbolehkan pulang, ia sudah capek sekali. "Luke! Bagaimana Buster bisa bebas tadi? Tahukah kau bahwa ia sudah lepas lagi?" seru Pip, begitu Luke muncul. Luke mengangguk. "Aku yang mengambil anak kunci dari kantong jas Pak Tupping, lalu membebaskan anjing kecil itu," katanya. "Wah - kalian tadi harus melihat tampang Pak Tupping, ketika Buster tahu-tahu muncul dalam kebun dapur. Nyaris saja ia kena serangan jantung!" "Luke! Jadi kau yang membebaskan Buster," seru Fatty. Ditepuknya punggung remaja yang baik hati itu. "Trims, Luke! Kami tadi sudah gelisah terus memikirkan nasibnya. Tentunya kau tadi takut ya - sewaktu membebaskannya.'' "Tentu saja," kata Luke sambil menggaruk-garuk kepala. Ia teringat lagi, betapa takut perasaannya tadi. "Tapi anjing kecil itu kan baik - tidak bersalah apa-apa. Aku suka pada anjing. Sudah kusangka kalian semua prihatin mengenainya." "Kau memang baik hati, Luke," kata Bets, sambil menggantungi lengan remaja itu. "Kau menolong aku memanjat tembok dengan selamat, lalu kaubebaskan pula si Buster. Kami ingin berteman denganmu!" "Anak-anak kayak kalian, tak pantas berteman dengan anak miskin seperti aku ini," kata Luke malu-malu. Tapi dari wajahnya nampak bahwa ia merasa senang. "Kenapa tidak bisa," jawab Larry. "Kecuali itu, sebagai balas budi terhadap kebaikanmu pada kami hari ini, kami berjanji akan menolong kapan saja kau memerlukan bantuan." "Kurasa aku tak perlu bantuan anak-anak seperti kalian," kata Luke yang bertubuh kekar itu dengan ramah. "Tapi pokoknya, terima kasih! Kalian jangan berani-berani lagi masuk ke kebun lewat tembok - nanti aku dipecat!" "Baiklah," kata Fatty. "Dan jangan lupa - kapan-kapan kalau kau sedang menghadapi kesulitan besar, kami pasti akan menolongmu, Luke!" 4 BU TRIMBLE Luke ternyata sangat menyenangkan, sebagai teman. Memang anak itu agak ketolol-tololan. Membaca dan menulis pun hanya bisa sedikit-sedikit saja. Tapi ia banyak mengenal hal-hal yang sama sekali tidak diketahui anak-anak. Misalnya saja, ia pandai membuat peluit dari ranting-ranting yang berlubang sebelah tengahnya. Sejumlah peluit buatannya dihadiahkan olehnya pada Bets. Diajarinya anak kecil itu memainkan lagu-lagu dengan peluit-peluit itu. Bets senang sekali. Lalu ia juga mengenal segala jenis burung yang ada di daerah pedesaan itu. Ia tahu di mana mereka membuat sarang, seperti apa wujud telur mereka, serta bunyi kicauan burung-burung itu. Kelima anak teman barunya dengan cepat merasa bergembira apabila diajak berjalan-jalan oleh Luke. Segala ceritanya didengar dengan asyik. Mereka semua mengaguminya. "Aneh, dia bisa mengetahui segala hal yang diceritakannya - padahal membaca dan menulis dengan benar saja tidak bisa," kata Pip. "Dan dia juga sangat cekatan dalam bertukang. Binatang dan burung bisa diukirnya dengan cepat dari potongan-potongan kayu. Lihatlah tupai ini, yang diukirkannya untukku." "Ia sekarang sedang membuatkan patung Dark Queen untukku," kata Bets dengan bangga. "Ia akan membuatnya persis seperti kucing itu, sampai-sampai ke gelang bulunya yang berwarna kuning susu di ekornya yang coklat tua. Kata Luke patung itu akan dicatnya persis yang asli - sampai dengan matanya yang biru." Dua hari kemudian patung Dark Queen dari kayu itu selesai diukir oleh Luke. Anak-anak begitu mendengar bunyi siulannya di balik tembok, langsung datang mendekat untuk melihat kenapa ia memanggil. Saat itu Luke menyerahkan patung kucing itu. Patung itu benar-benar hebat! Bahkan Fatty yang menganggap dirinya hebat dalam segala bidang seni - bahkan dia pun terkagum-kagum melihatnya. Diamat-amatinya patung itu dengan penuh perhatian. "Bagus, Luke," katanya kemudian. "Pewarnaannya juga hebat - kuping, muka, kaki dan ekor berwarna coklat tua, sedang warna bulu badannya kuning susu - lalu matanya yang biru cerah! Bahkan gelang bulu berwarna kuning susu di tengah ekor Dark Queen yang coklat tua, tak lupa kauwarnai dengan tepat. Di tempat itu kan dia digigit kucing lain?" "Betul," kata Luke. "Tapi lambat-laun akan menjadi coklat tua lagi. Kata Nona Harmer. perbedaan warna itu tidak akan mengurangi nilainya dalam pameran." "Bagaimana kabar Pak Tupping hari-hari ini?" tanya Pip. "Wah, gawat!" keluh Luke. "Kepingin rasanya tidak bekerja sebagai bawahannya. Bisanya cuma marah-marah melulu. Aku selalu takut saja, kalau ia mengadukan diriku pada ayah tiriku. Kalau itu sampai terjadi, pasti aku akan dipukul. Ayah tiriku tidak suka padaku." Kelima anak itu merasa kasihan pada Luke. Kelihatannya, kehidupannya tidak menyenangkan. Padahal ia ramah dan murah hati, selalu siap membantu kalau diperlukan. Ia sayang sekali pada Bets, dan selalu membela apabila Pip mengganggu adiknya. Padahal Pip sering mengganggu Bets. Buster juga sangat memuja Luke. "Ia merasa berterima kasih padamu, karena menye-lamatkan dirinya daripukulan Pak Tupping," kata Fatty, sambil memperhatikan betapa Buster berusaha naik ke atas pangkuan Luke. Napas anjing itu terdengar terengah-engah. Bukan karena capek, tapi karena asyik. "Dia memang anjing manis," kata Luke. "Aku senang pada anjing. Memang sedari dulu sudah suka. Tapi aku juga suka pada kucing. Kucing itu binatang yang indah, ya?" "Tadi kami melihat ada seseorang dalam kebunmu," kata Larry. "Seorang wanita setengah umur. Badannya kurus sekali, dengan hidung agak merah, kaca mata yang saban kali terjatuh dari hidungnya. Rambutnya disanggul. Kecil, menempel di tengkuk. Siapa dia? Itukah Lady Candling?" "Wah, bukan," jawab Luke. "Dia itu peneman Lady Candling. Namanya Bu Trimble. Ia takut sekali terhadap Pak Tupping! Soalnya, Bu Trimble bertugas memetik bunga untuk dipajang dalam rumah. Kalau ia kebetulan sedang memetik bunga dan Pak Tupping kebetulan ada di kebun, Pak Tupping pasti selalu membuntuti seperti anjing yang siap hendak menggigit. Ia selalu mengomen-tari, 'Jika Anda memetik bunga mawar lebih banyak lagi, pohonnya bisa mati!' Atau, 'Jika Anda memetik bunga apiunku itu, pasti akan rontok nanti - Anda tidak boleh memetiknya pada saat matahari sedang menyinarinya.' Pokoknya, hal-hal kayak begitulah yang terus-menerus dikatakannya. Kasihan wanita tua itu, ia gemetar ketakutan. Aku benar-benar kasihan padanya." "Kelihatannya setiap orang takut pada Pak Tupping," kata Daisy. "Orangnya memang jahat. Mudah-mudahan pada suatu waktu nanti ia akan menerima hukuman setimpal, sebagai balasan untuk sifatnya itu. Tapi kurasa itu tidak mungkin." "Yuk - kita melihat kebunku, Luke," ajak Bets, sambil menarik lengan remaja itu. "Ada beberapa kuntum bunga yang sudah mekar." Luke ikut dengannya. Ternyata kebun itu kecil ukurannya, semua ditanam sendiri oleh Bets. Di situ ada sebatang semak mawar, lalu semak frambus yang kecil, serta beberapa rumpun semak apiun. "Bagus," puji Luke. "Kau sudah pernah memetik buah frambus dari semakmu itu?" '' Belum,'' jawab Bets sedih. " O ya, Luke - tahun lalu aku menanamkan dua buah arbei yang sudah ranum sekali. Tapi sial, dari buah-buah itu sama sekali tidak tumbuh tanaman arbei. Aku benar-benar kecewa karenanya. Padahal aku sudah berharap-harap, akan bisa memetik buah arbei tahun ini." Luke tertawa geli mendengamya. Ia tertawa terbahak-bahak. "Aduh, Bets! Pohon arbei tidak tumbuh dari buahnya," katanya sambil tertawa terus. "Tanaman itu tumbuh dari sulurnya. Kau tahu kan maksudku, batang menjulur panjang yang menjalar dari tanaman asalnya. Dari sulur-sulur itulah kemudian tumbuh tanaman baru. Begini sajalah - kau akan kuberi beberapa sulur dari kebun sebelah. Saat ini aku sedang sibuk membersihkan jalur tanaman arbei, dan pasti banyak sulur yang akan dicampakkan ke tempat sampah. Kalau kau mau, bisa kuambilkan beberapa sulur untukmu." "Tapi nanti tidak apa-apa?" tanya Bets agak sangsi. "Maksudku, semua itu benar-benar sampah?" "Ya - semuanya akan dibakar bersama tumpukan sampah," kata Luke. "Besok Pak Tupping kebetulan cuti sehari. Kau datang saja ke seberang, nanti kutunjukkan bagaimana cara sulur arbei tumbuh, dan kuberikan beberapa batang padamu." Keesokan harinya Bets memanjat tembok dengan dibantu oleh Pip, dan di seberang disambut oleh Luke yang langsung mengajaknya pergi ke galangan arbei. Luke menunjukkan tumbuhan arbei yang muncul dari sulur yang menjalar dari tumbuhan yang tua. "Pintar sekali tanaman arbei ini, menumbuhkan tanaman baru dengan cara begitu," kata Bets. Kemudian ia melihat setumpuk sulur yang sudah dicabuti, di atas gerobak dorong yang ada di dekat situ. "Wah - itukah yang akan dibuang, Luke?" tanya Bets. "Berapa banyak yang boleh kuambil?" "Ambil saja enam sulur," kata Luke. Dipilihkannya enam sulur yang baik, masing-masing dengan tunas tanaman arbei yang nampaknya segar. Diberikannya keenam sulur itu pada Bets. "Siapa itu?" tanya Bets dengan tiba-tiba, ketika melihat ada orang datang. "Itu Bu Trimble," kata Luke. "Kau tak perlu takut padanya. Ia tidak apa-apa." Bu Trimble datang menghampiri, lalu tersenyum ke arah Bets. Anak itu tidak begitu senang melihat wanita tua itu. Orangnya kurus-kering. Memakai kaca mata tanpa bingkai, sisi dalamnya menekan tepi hidungnya. Kaca mata itu saban kali merosot terus. Tapi tidak jatuh ke tanah, karena digantungkan pada seuntai rantai halus. Bets memandang dengan penuh perhatian. Ia ingin tahu, berapa kali kaca mata itu terlepas dari batang hidung. "Nah, siapa gadis cilik ini?" tanya Bu Trimble sambil menganggukkan kepala kepada Bets. Suara wanita itu ceria, berkicau seperti suara burung. Kaca mata yang menempel di batang hidungnya jatuh lagi, dan untuk kesekian kalinya dipasangkan lagi ke batang hidung. "Saya Bets, dari sebelah," jawab Bets. "Dan apa itu yang di tanganmu?" tanya Bu Trimble lagi, sambil memandang tanaman arbei yang digenggam oleh Bets. "Harta yang indah, ya?" "Bukan," jawab Bets. "Cuma beberapa sulur tanaman arbei." Kaca mata Bu Trimble terlepas dari batang hidungnya, dan dipasang kembali. "Hati-hati, jangan sampai kau dibelit sulur,"- kata wanita tua itu, lalu tertawa geli karena leluconnya sendiri. Menurut perasaan Bets, sebenarnya tidak terlalu lucu. Tapi ia ikut tertawa, demi kesopanan. Dan kaca mata Bu Trimble terlepas lagi, dan dengan cepat ditenggerkan ke puncak hidung. "Apa sebabnya kaca mata itu tidak tetap di tempatnya?" tanya Bets penuh minat. "Apakah hidung Anda terlalu tipis, sehingga selalu terlepas lagi?" "Ah - kau ini macam-macam saja," kata Bu Trimble, sambil tertawa lagi. "Nah, selamat tinggal - aku masih ada pekerjaan lain." Bu Trimble pergi. Bets merasa lega karenanya. "Kaca matanya enam kali terlepas dari batang hidungnya, Luke," katanya. "Kau ini memang luar biasa," kata Luke geli. "Tapi mudah-mudahan saja ia tidak melaporkan pada Pak Tupping, bahwa ia melihatmu ada di sini." Malang baginya, justru itulah yang dilakukan oleh Bu Trimble! la sebenarnya tidak bermaksud jahat. la bahkan sama sekali tidak tahu-menahu bahwa Pak Tupping mengusir anak-anak keluar beberapa hari sebelumnya. Keesokan harinya, ketika Bu Trimble sedang memetik bunga mawar, Pak Tupping datang lalu berdiri di belakang wanita itu sambil memperhatikan kesibukannya. Bu Trimble mulai merasa takut, seperti biasanya apabila tukang kebun yang masam itu muncul. Sikap orang itu begitu kasar! Bu Trimble berpaling, sambil tersenyum ngeri. "Pagi ini indah ya, Pak Tupping?" katanya. "Bunga mawar ini bagus-bagus." "Pasti takkan bagus lagi, begitu Anda selesai mengacak-acak di sini,"kata Pak, Tupping. "Aku kan tidak mengacak-acak," kata Bu Trimble. "Aku tahu caranya memetik mawar." "Ala - pengetahuan Anda tidak lebih banyak daripada anak kecil," tukas Pak Tupping, la senang sekali melihat Bu Trimble takut pada dirinya. Begitu mendengar anak kecil disebut-sebut, Bu Trimble lantas teringat lagi pada Bets. "O ya," katanya, berusaha mengalihkan pembicaraan, "kemarin dalam kebun ada anak perempuan, bersama Luke!" Seketika itu juga tampang Pak Tupping menjadi masam sekali. "Anak perempuan - di sini?" teriaknya. "Mana Luke! Kuhajar dia habis-habisan, kalau memang benar ia mengajak anak-anak itu kemari lagi sementara aku tidak ada!" la pun bergegas mencari Luke, sementara Bu Trimble gemetar ketakutan. Kaca matanya terlepas lagi dari hidungnya, dan rantainya tersangkut ke kerah bajunya yang terbuat dari kain renda. Ada dua puluh menit barangkali ia sibuk berusaha melepaskan rantai kusut itu, karena jari-jari tangannya gemetar terus. "Jahat sekali Pak Tupping itu!" gumamnya pada diri sendiri. "Aduh - moga-moga saja Luke tidak mengalami kesulitan karena kata-kataku tadi. Luke baik hati - lagipula dia kan masih anak-anak. Mudah- mudahan saja ia tidak mengalami kesulitan." Apa boleh buat-kini Luke benar-benar menghadapi kesulitan besar. Pak Tupping mendatanginya dengan langkah panjang-panjang, lalu berdiri menatapnya dengan mata terpicing di balik alisnya yang tebal. "Siapa anak perempuan yang datang ke sini kemarin?" tanyanya dengan galak. "Salah-seorang yang dari sebelah, kan? Apa diperbuatnya di sini, hah?" "Dia tidak berbuat sesuatu yang terlarang, Pak," jawab Luke. "Dia anak baik." "Kukatakan tadi, 'Apa diperbuatnya di sini!' " teriak Pak Tupping dengan marah. "Tentu memetik buah per - atau buah plum!" "Dia anak perempuan dari rumah sebelah," kata Luke tersinggung. "Anak itu takkan melakukan hal-hal kayak begitu. Saya cuma memberikan beberapa sulur arbei untuk ditanam di kebunnya. Cuma itu saja. Sulur-sulur itu toh akan dibakar di tumpukan sampah!" Tampang Pak Tupping sudah tidak keruan lagi saking marahnya. Bayangkan - begitu lancangnya Luke, berani memberikan sesuatu dari kebunnya pada orang lain. Pak Tupping sungguh-sungguh merasa kebun itu miliknya, dan bukan kepunyaan Lady Candling. Tak terpikir olehnya bahwa majikannya itu pasti mau memberikan beberapa sulur arbei pada seorang anak perempuan, karena Lady Candling senang pada anak-anak. Tangan Pak Tupping melayang, menempeleng Luke. Setelah itu ia langsung pergi ke tembok pagar. Luke tidak berani mengikuti. Ia merasa yakin, anak-anak pasti sedang pergi. Soalnya, ia mendengar suara mereka beberapa waktu yang lalu di jalan, disertai bunyi lonceng sepeda berdering-dering. Luke membungkuk untuk melanjutkan pekerjaannya. Telinganya merah, bekas tamparan Pak Tupping. Luke merasa kesal pada Bu Trimble. Apa sebabnya wanita itu sampai harus mengadukan Bets? Ternyata anak-anak saat itu memang sedang pergi naik sepeda - kecuali Bets. Tujuan pesiar sekali itu terlalu jauh untuknya. Karena itu ia ditinggal di rumah, ditemani oleh Buster. Bets sangat jengkel. Tidak enak rasanya, berumur lima tahun lebih muda daripada yang lain-lain. Ia selalu tidak boleh ikut! "Sini, Buster! Duduklah di dekatku, nanti kubacakan cerita tentang kelinci," kata Bets. Begitu mendengar perkataan 'kelinci', Buster langsung datang. Dikiranya Bets hendak mengajak berjalan-jalan. Tapi ternyata tidak. Anak perempuan itu duduk di bawah sebatang pohon, lalu mengambil buku yang dikepit di bawah ketiaknya. Bets mulai membacakan cerita. "Pada suatu waktu ada seekor kelinci besar, bernama Woffly. Kelinci itu ...." Buster tidak kepingin mendengar cerita. Bosan! Anjing itu lari ke pintu pekarangan. Ia duduk di situ, menunggu anak-anak yang lain kembali. Jadi Bets tinggal seorang diri di bawah pohon. Tiba-tiba ia mendengar bunyi sesuatu. Ia mendongak - aduh, dilihatnya ada orang memanjat tembok pagar. Seseo-rang bertampang galak. Pak Tupping! 5 PAK TUPPING - BUSTER - DAN PAK GOON Bets begitu kaget dan ngeri, sehingga tak mampu bangkit untuk melarikan diri. la memandang berkeliling, mencari-cari Buster. Tapi anjing itu sama sekali tidak nampak. Jadi Bets hanya bisa memandang dengan ketakutan ke arah Pak Tupping, yang datang mendekat dengan wajah merah karena marah. "Kaukah yang masuk ke kebunku kemarin?" tanya orang itu. Bets mengangguk. la tak mampu mengatakan apa-apa. "Kau mengambil beberapa sulur arbeiku?" tanya Pak Tupping, dengan lebih galak lagi. Bets masih tetap belum mampu berbicara. la mengangguk sekali lagi. Mukanya pucat pasi. Kan tak ada salahnya mengambil sulur-sulur arbei yang kemarin itu. Bets sudah menanamnya dengan cermat di kebunnya, dan mengairinya. Sulur-sulur itu sudah kepunyaannya sekarang. Di sebelah kan cuma akan dibuang dan dibakar! Pak Tupping menyentakkan anak perempuan yang ketakutan itu, sehingga berdiri. "Tunjukkan di mana kau menaruhnya," kata laki-laki itu. "Lepaskan aku," kata Bets, ketika akhirnya bisa membuka mulut. "Nanti kulaporkan pada Ibu!" "Bilang saja, kalau mau," tukas Pak Tupping. "Dan aku akan melaporkan perbuatanmu pada Pak Goon! Akan kukatakan pada polisi itu, kau mengambil sulur arbeiku. Biar kau dijebloskan ke dalam penjara olehnya, bersama Luke!" "Anak kecil takkan dimasukkan ke dalam penjara," kata Bets. la mulai menangis. Ngeri rasanya, mem-bayangkan Luke akan dipenjarakan. "Mana tanaman arbei itu?" tanya Pak Tupping. Bets mendului, pergi ke kebunnya. Begitu Pak Tupping melihat galangan arbei yang ditanam dan diairi begitu rapi, ia langsung membungkuk. Sulur-sulur yang sudah ditanam baik-baik, dicabuti olehnya semua. Semua dipatah-patahkannya, lalu dicampakkan ke api unggun yang masih membara dekat situ. Bets menangis tersedu-sedu. Ia sedih mengingat tanaman arbeinya. "Kau anak jahat," kata Pak Tupping. "Sekarang dengar baik-baik. Jika kau berani masuk lagi ke kebunku, aku akan langsung pergi mendatangi Pak Goon. Polisi itu sahabatku, tahu! Pasti dengan segera ia akan datang ke ayahmu. Sedang mengenai Luke - sudah jelas dia akan masuk penjara." Setelah itu Pak Tupping berpaling. Maksudnya hendak kembali lewat tembok. Tapi sebelum sampai di sana, Buster sudah muncul sambil berlari-lari. Anjing itu mendengar suara Bets menangis. Ketika tercium olehnya bau Pak Tupping, seketika itu pula ia mengerti. Buster memang anjing yang cerdik! Pak Tupping langsung dilabrak olehnya. Ia menyambar kaki celana orang itu, sambil menggeram dengan galak. Pak Tupping berteriak kaget. "Suruh anjingmu pergi!" teriaknya. Bets memanggil Buster. "Jangan, Buster! Kemari!" Tapi Buster sedang asyik. Ini dia musuhnya, berani mengganggu Bets-nya yang tersayang sampai anak itu menangis. Buster menggeram lagi. Pak Tupping ketakutan. Kakinya menyepak-nyepak. Diambilnya sepotong ranting. Buster menarik kain celana Pak Tupping sampai robek besar. Digondolnya robekan itu ke bawah suatu semak, untuk dikunyah-kunyah di situ. Pak Tupping melihat ada kesempatan baik lalu cepat-cepat memanjat tembok. Tapi ia tidak memperhitungkan ketangkasan Buster. Secepat kilat anjing itu muncul dari balik semak. Disambarnya mata kaki Pak Tupping. Kena ujung kaki celananya, serta sebagian dari kaos kaki orang itu. Pak Tupping terpekik, lalu jatuh terguling ke balik tembok. Bets sudah tidak tahu lagi, apakah ia masih harus menangis atau tertawa. "Aduh, Buster, Buster!" katanya lega. "Kau ini memang benar-benar hebat!" "Grrr!" geram Buster dengan senang, sambil mengunyah-ngunyah potongan kain yang masih ada dalam moncongnya. Setelah itu Bets duduk kembali. la berpikir-pikir. Sebetulnya ia ingin cepat-cepat lari ke dalam rumah, untuk melaporkan kejadian itu pada ibunya. Ia ingin dibujuk, karena tadi benar-benar kaget dan ketakutan. Tapi jika kejadian itu diceritakan, jangan-jangan ibunya akan melaporkan pada Lady Candling. Lalu Pak Tupping akan dimarahi oleh majikannya itu. Sebagai akibatnya, mungkin Pak Tupping akan pergi ke polisi dan mengatakan bahwa Luke mencuri untuk diberikan padanya. Pada Bets. "Padahal Pak Goon tidak suka pada kami, sejak kami berhasil lebih cepat daripada dia membongkar rahasia kebakaran pondok," kata Bets pada dirinya sendiri. "Jadi pasti ia mau saja mendengarkan segala laporan Pak Tupping, lalu ribut-ribut mengenainya. Dan langan-jangan Luke nanti benar dimasukkan ke dalam penjara. Aduh, kenapa anak-anak tidak ada di sini sekarang." Akhirnya anak-anak itu datang juga. Fatty langsung melihat pipi Bets yang basah kena air mata. "Ada apa, Bets?" tanya anak gendut itu. "Kau tadi kena marah?" " Wah - tadi ada kejadian gawat di sini," kata Bets. Ia senang, karena kini bisa melaporkan segala-galanya pada mereka. Dan ia pun mengisahkan segala-galanya. Pip, Larry dan Fatty marah sekali, membayangkan Bets yang cilik diperlakukan dengan begitu kasar. Sedang Daisy segera merangkulnya. "Kasihan si Bets," bujuknya. "Lalu - apa yang terjadi setelah itu?" Bets melanjutkan kisahnya, mengenai Buster yang merobek-robek kain celana Pak Tupping. Anak-anak yang lain tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya. Buster ditepuk-tepuk. "Anjing hebat! Anjing hebat!" kata Pip berulang-ulang. "Orang pencemberut kayak Pak Tupping memang mesti dibegitukan. Anjing pintar!" Fatty merangkul Bets. "Kepurusanmu benar, tidak memberi tahu ibumu," katanya. "Maksudku, lebih baik bagi Luke apabila kita tidak ribut-ribut mengenai kejadian ini. Soalnya, dia pasti akan ketahuan, apabila Pak Goon datang untuk memeriksa dirinya. Kalian kan tahu bagaimana sifat Luke. Selalu ketakutan menghadapi orang dewasa, hanya karena sering diperlakukan dengan tidak adil." "Bayangkan - tanaman Bets diobrak-abrik dengan seenaknya," kata Pip jengkel. "Coba aku sudah cukup besar - pasti Pak Tupping langsung kudatangi. Akan kugoncang-goncang dia, sampai semua giginya rontok!" Anak-anak yang lain tertawa. Memang, semuanya kepingin bisa begitu, apabila teringat pada Bets yang malang serta tanaman arbeinya yang begitu disayangi. Buster menggonggong, sambil mengibaskan ekor. "Katanya, ia tadi sudah berusaha menggoncang-goncang Pak Tupping!" kata Daisy. Anak-anak yang lebih besar sibuk menghibur Bets, sebagai obat ketakutannya tadi. Semuanya bersikap ramah padanya. Larry pulang ke rumah sebentar. la meminta pada ibunya, apakah ia boleh mengambil beberapa tanaman arbei untuk diberikan pada Bets. Ketika diijinkan, ia mengambil beberapa sulur lalu menanamkannya untuk anak itu. Tentu saja anak kecil itu senang sekali. Fatty membelikan sebuah buku sebagai hadiah. Seluruh uang sakunya habis untuk itu. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Orang kalau memberi hadiah, memang tidak pantas membicarakan harganya. Daisy memberikan sebuah bonekanya yang sudah agak tua. Bets lebih senang lagi menerima hadiah itu. Bahkan Pip pun, yang biasanya terlalu sibuk sendiri untuk menemani adiknya yang dikatakan masih bayi itu, sekali ini mengajaknya berputar-putar dalam kebun naik sepedanya yang besar. Jadi Bets benar-benar terlipur perasaannya! Kemudian timbul rasa ingin tahu pada diri anak-anak itu, apakah Luke juga mengalami kesulitan. Pukul lima sore, begitu terdengar bunyi siulannya yang biasa, mereka cepat-cepat berlari ke pintu pekarangan depan. Remaja itu berjalan kaki pulang. "Luke!" sapa mereka. "Bagaimana Pak Tupping sampai bisa tahu mengenai Bets dan tanaman arbei itu? Kau mengalami kesulitan karenanya atau tidak? Kau tahu, Pak Tupping menyebabkan Bets tadi ketakutan setengah mati?" "Kasihan si Bets," kata Luke. "Aku tidak menyangka dia ada di rumah. Coba kalau tahu, pasti kucegah Pak Tupping pergi ke sebelah. Kukira kalian pergi semua. Soalnya, kudengar bunyi lonceng sepeda kalian tadi di jalan. Ketika Pak Tupping kembali dan mengatakan padaku bahwa ia sudah memarahi Bets dan mencabuti semua tanaman arbeinya - huh, saat itu kepingin rasanya aku melabrak orang itu. Tapi kalau itu kulakukan, pasti ia akan langsung melapor pada Pak Goon. Jadi apa gunanya?" "Kau tadi dimarahi juga olehnya?" tanya Bets. "Dan bagaimana ia bisa tahu tentang diriku?" "Mestinya diceritakan oleh Bu Trimble," kata Luke. "Ya, aku memang kena marah. Aku ditempeleng, lalu disuruh bekerja lebih berat lagi daripada biasanya. Aku kepingin bisa berhenti saja." "Menurut perasaanku juga lebih baik begitu," kata Larry. "Tapi kenapa tidak bisa?" "Soalnya ini pertama kalinya aku bekerja - dan sebaiknya bertahan selama masih bisa di tempat kerja yang pertama," kata Luke menjelaskan. "Kecuali itu masih ada soal lain. Pasti Pak Tupping akan menjelek-jelekkan diriku jika aku minta berhenti, sehingga aku tidak bisa mendapat pekerjaan di tempat lain. Kalau itu sampai terjadi, aku bisa ribut dengan ayah tiriku nanti. Aku harus menyerahkan setengah dari upahku padanya." "Banyak sekali kesulitanmu, Luke." kata Daisy. "Kepingin rasanya bisa ikut membantu." "Dengan begini pun kalian sudah menolong diriku," kata Luke. "Aku kan menceritakan macam-macam kesulitanku pada kalian. Tidak lagi harus kusimpan dalam hati, seperti selama ini. Lega rasanya, kalau bisa menceritakan kesulitan dirisendiri pada orang lain. He. lihatlah - itu Pak Goon, polisi desa!" Seorang laki-laki bertubuh gempal, bermuka merah dengan mata melotot seperti mata kodok melangkah di jalan desa, menuju ke tempat anak-anak sedang berkumpul. "Mungkinkah dia hendak ke tempat Pak Tupping?" tanya Bets. Ia sudah mulai waswas lagi. "Entah," kata Luke. la pun mulai takut. Luke selalu takut kalau melihat polisi. Apalagi melihat Pak Goon, karena orang itu bukan polisi yang ramah. "Jangan-jangan kita disuruhnya pergi dari sini," bisik Daisy. "Kalian masih ingat - begitu sering ia meneriakkan 'Ayo pergi!' pada kita ketika liburan Paskah yang lalu? Memang dasar jahat!" Dengan langkah pelan Pak Goon datang menghampiri. Anak-anak memperhatikan terus. Buster mulai menggeram-geram. Sedang Pak Goon pura-pura tidak melihat mereka. Ia sama sekali tidak senang pada anak-anak itu, sejak mereka berhasil memecahkan teka-teki suatu peristiwa yang ingin diselidikinya sendiri sampai berhasil. Tahu-tahu Buster menerjang maju. Ia lari berkeliling-keliling sambil menggonggongi mata kaki polisi itu. Ia tidak bermaksud menggigit. Tapi begitu pun Pak Goon sudah kaget setengah mati. "Ayo pergi!" katanya pada Buster dengan nada mengancam. "Kaudengar kataku! Pergi!" "Sini, Buster!" panggil Fatty. Tapi nadanya tidak memerintah. Jadi tak diacuhkan oleh Buster. Anjing itu benar-benar bahagia. Mula-mula Pak Tupping, seka-rang giliran Pak Goon yang bisa ditakut-takuti. Wah - asyik sekali anjing kecil yang hitam legam itu. "Ayo PERGI!" bentak Pak Goon. Tawa Luke meledak, melihat betapa cekatan Buster meloncat untuk mengelakkan tendangan polisi itu. Kini Pak Goon memandang ke arahnya. "He!" katanya. "Awas - kalau berani menertawakan hukum, nanti kau akan mengalami kesulitan. Apa yang kauperbuat di sini? Ayo pergi!" "Dia teman kami," kata Fatty. "Buster! Sini, Buster!" Tahu-tahu nampak Pak Tupping muncul di pintu pekarangan rumah sebelah. Rupanya ia mendengar gonggongan anjing, lalu keluar untuk memeriksa. Dengan segera ia mengenali Buster. "Kaulaporkan saja anjing itu," katanya pada Pak Goon. "Tadi celanaku dirobeknya! Lihatlah - ini bekasnya! Itu anjing jahat - anjing buas." Kemudian ia melihat Luke. "Apa yang kaulakukan di sini - dan tidak langsung pulang ke rumah?" tukasnya. Luke dengan segera mengambil langkah seribu. Ia bergegas pergi. Lebih baik jangan cari perkara, dengan Pak Tupping atau Pak Goon. Buster sudah merasa menang. Ia pergi menghampiri Fatty, yang mengangkatnya. "Benar-benar anjing buas," kata Pak Tupping sekali lagi. "Kalau kau memerlukan keterangan selengkapnya, Pak Goon, aku bisa memberinya." Pak Goon tidak bermaksud melaporkan Buster. Karena ia tahu, setiap laporan akan sampai di meja Inspektur Jenks. Dan atasannya itu ramah terhadap anak-anak yang berdiri di dcpannya saat itu. Tapi menurut pikirannya, tak ada salahnya berpura-pura akan melaporkan kebuasan Buster. Dikeluarkannya buku catatannya yang besar dan hitam dari kantong baju seragamnya. Diambilnya sebatang pinsil pendek, lalu ia mulai menulis lambat-lambat. Serius sekali sikapnya! Anak-anak mulai ketakutan. Dengan cepat mereka kembali ke pekarangan rumah Pip dan Bets. Bets memandang Buster. Rasa takutnya timbul lagi. "Apakah - apakah Buster akan dimasukkan ke dalam penjara?" tanyanya dengan suara lirih. Alangkah lega perasaannya, ketika melihat anak-anak tertawa terpingkal-pingkal mendengar pertanyaannya itu. "Tentu saja tidak," kata Fatty. "Mana ada penjara untuk anjing, Bets. Kau tak perlu khawatir tentang si Buster ini!" 6 DARK QUEEN HILANG Setelah itu terjadi peristiwa yang saling menyusul dengan cepat. Dan tahu-tahu Pasukan Mau Tahu sudah kembali menghadapi misteri rumit yang perlu di-pecahkan. Pagi itu anak-anak sedang asyik bermain dalam kebun rumah Pip dan Bets. Ramai sekali suara berteriak dan berseru-seru. Mereka sedang bermain Indian-Indianan. Setelah beberapa saat, Bets agak capek karena keributan itu. la lantas minta jadi squaw saja. Squaw itu kaum wanita Indian, yang kerjanya duduk-duduk dalam tenda yang disebut wigwam. Menurut pikirannya, jadi squaw lebih aman. Tidak perlu khawatir tertangkap dan dikelupas kulit kepalanya, atau diikat ke pohon dan dihujani tembakan panah! Sorenya Bu Hilton, yaitu ibu Pip dan Bets, bertamu ke tempat Lady Candling, yang sudah kembali dari berlibur beberapa waktu di tempat lain. "Kalian sore ini boleh piknik dalam kebun," kata Bu Hilton pada Pip. "Daisy! Jaga baik-baik ya, jangan sampai ada yang nakal. Kalau bekal kalian kurang, minta saja dengan sopan pada juru masak. Ingat - sopan, kataku. Minta padanya agar dibikinkan roti dengan mentega lagi." "Baiklah, Bu Hilton. Terima kasih banyak," kata Daisy. Dan sore itu pukul setengah empat, Bu Hilton pergi ke sebelah. Apik sekali dan danannya. Anak-anak memperhatikannya pergi. Mereka merasa beruntung, bukan mereka yang harus berdandan rapi-rapi untuk menghadiri perjamuan minum teh. Lebih enak piknik, bisa berpakaian seenaknya! Asyik sekali mereka makan-makan sore itu. Dua kali mereka minta tambah. Daisy yang memintakan ke dapur. la tidak lupa bertanya dengan sopan pada juru masak. Di samping rati, mereka juga diberi buah-buahan. Jadi acara piknik mereka benar-benar memuaskan. Tidak lama kemudian Bu Hilton kembali. la langsung mendatangi anak-anak. Wajahnya nampak prihatin. "Anak-anak," katanya, "kalian tahu apa yang terjadi di sebelah? Seekor kucing indah yang sering meme-nangkan pertandingan, hilang! Namanya Dark Queen. Lady Candling sangat bingung, karena kucing itu yang paling berharga di antara kucing-kucing piaraannya. Dan yang lebih gawat lagi - ada kemungkinan Luke yang mencurinya!" "Bu!" tukas Pip dengan nada tersinggung. "Luke itu sahabat kami. la takkan mungkin berbuat jahat seperti itu!" "Ya, betul - tak mungkin!" sambung Bets. "Wah, Bu Hilton," kata Fatty serius, "saya rasa tak sepantasnya Anda menuduh Luke berbuat begitu!" "Aku tidak mengatakan dia melakukannya," kata Bu Hilton. "Aku tadi bilang, ada kemungkinan dia yang mencuri. Semua tanda yang ada menunjukkan bahwa cuma dia saja yang mempunyai kesempatan untuk melakukannya." "Tapi bukan dia, tak mungkin dia," kata Daisy. "Anak itu sangat jujur wataknya. Lebih masuk akal jika yang melakukan Pak Tupping, orang jahil itu." "Tupping pergi sepanjang siang sampai sore bersama Pak Goon. Kelihatannya ia berteman dengan polisi itu," kata Bu Hilton. "Jadi mustahil dia yang mencuri kucing itu." Anak-anak memandang Bu Hilton dengan perasaan cemas bercampur bingung. Fatty yang paling dulu pulih akal sehatnya. "Luke itu sahabat baik kami, Bu Hilton," katanya, "dan kalau ia mengalami kesulitan, kami harus menolong dia. Saya merasa yakin. dia tak ada sangkut-pautnya dengan peristiwa hilangnya Dark Queen. Sama sekali tidak! Maukah Anda menceritakan seluruh kejadiannya pada kami? Kelihatan.nya ada tugas lagi untuk Pasukan Mau Tahu." "Aduh, Frederick - janganlah sok aksi kalau bicara," tukas Bu Hilton dengan sikap tak sabaran. "Dan jangan ikut campur dalam urusan ini. Ini bukan urusan kalian! Mentang-mentang kalian pernah berhasil memecahkan satu misteri dengan baik, jangan lantas mengira kalian bisa dengan seenaknya mencampuri setiap perkara yang terjadi." Muka Fatty berubah menjadi merah padam warna-nya. Tak enak hatinya, diomeli di depan kawan-kawan. "Bu, ceritakanlah apa sebetulnya yang terjadi di sebelah," kata Pip meminta pada ibunya. "Yah," kata Bu Hilton, "Nona Harmer mendapat cuti sehari sejak pagi tadi, setelah memberi makan kucing serta membersihkan kandang-kandang mereka. Untuk hari ini Dark Queen dimasukkan ke dalam kandang besar, bersama kucing-kucing yang lain. Kemudian Nona Harmer pergi, naik bis pukul sepuluh. Pukul satu kurang sedikit Bu Trimble ikut dengan Lady Candling ke kandang kucing untuk melihat keadaan mereka. Sesampai di situ Pak Tupping menunjukkan di mana Dark Queen berada. Kalian tahu kan, betapa cantiknya kucing itu." Anak-anak mengangguk. "Terus, Bu," kata Pip. "Itukah kali terakhir Dark Queen ketahuan ada di situ?" "Tidak," jawab ibunya. "Sekitar pukul empat sore Bu Trimble mengantarkan aku melihat kucing-kucing itu, sebelum teh dihidangkan. Waktu itu Dark Queen masih ada dalam kandang bersama kucing-kucing lainnya." "Dari mana Ibu tahu, Bu?" tanya Pip. "Bagaimana Ibu bisa tahu itu Dark Queen? Semuanya kan persis sama kelihatannya." "Betul," kata ibunya, "tapi Dark Queen rupanya pernah digigit kucing lain ekornya, dan di tempatbekas gigitan itu bulunya tumbuh lagi berwarna kuning susu - bukan coklat tua. Ketika Bu Trimble menunjukkan kucing itu padaku, aku sempat memperhatikan gelang berwarna kuning susu di ekornya. Kelihatan jelas sekali! Jadi pukul empat sore kucing itu masih ada dalam kandang." "Lalu," desak Pip. "Pukul lima Pak Tupping kembali, bersama Pak Goon," sambung Bu Hilton. "Mula-mula ia memamer-kan tanaman tomatnya yang tumbuh subur pada polisi itu. Setelah itu mereka pergi ke kandang kucing. Nah - saat itu dengan tiba-tiba Pak Tupping melihat bahwa Dark Queen tidak ada lagi dalam kandang!" "Astaga!" seru Fatty. "Jadi dia mestinya hilang antara pukul empat dan pukul lima, Bu Hilton." "Tepat," kata Bu Hilton. "Dan karena saat itu cuma Luke saja satu-satunya yang ada dalam kebun, maka aku khawatir dialah satu-satunya yang dicurigai mencuri. la tahu, kucing itu mahal sekali harganya. Kata Tupping, anak itu pernah mencuri pula beberapa hari yang lalu. Sulur arbei, atau sesuatu yang sepele seperti itu." Muka Bets merah. Air matanya berlinang-linang. Sialan sulur arbei itu! la bimbang, ingin bercerita pada ibunya tentang persoalan itu. Tapi Fatty menatapnya dengan kening berkerut, untuk memperingatkan agar jangan membuka mulut. "Ya, begitulah," kata Bu Hilton lagi, sambil melepaskan sarung tangan. "Tapi kurasa Luke kawan kalian itu kini menghadapi kerumitan besar. Nampaknya tak ada yang melihat dirinya antara pukul empat dan pukul lima. Jadi mungkin saja kucing itu dimasukkannya ke dalam keranjang, lalu dibawanya ke salah satu tempat." "Tak mungkin Luke berbuat begitu, Bu!" Bets sudah tidak tahan lagi. "Ibu tidak tahu sih, anak itu sangat baik budi dan jujur. Banyak sekali peluit buatannya sendiri yang dihadiahkannya padaku. la juga membuatkan patung Dark Queen yang bagus sekali. Ini dia, Bu - lihatlah!" "Sebetulnya lebih baik kalian jangan berteman dengan orang-orang seperti begitu," tukas ibunya. la sama sekali tak memperhatikan patung kucing yang disodorkan Bets padanya. "Kalian semua belum cukup besar, sehingga belum bisa membedakan siapa yang betul-betul jujur dan siapa yang tidak. Kalian jangan bicara lagi dengan Luke, ya!" Sehabis itu Bu Hilton masuk ke rumah. Anak-anak saling berpandangan dengan perasaan kecewa dan sedih. "Ibumu tidak bisa melarang kita bicara dengan Luke," kata Fatty pada Pip dan Bets. "Kita harus bicara dengan dia. Luke teman kita, dan sudah sering menolong kita - serta Buster. Jadi sekarang kita wajib menolong dirinya." Teman-temannya sependapat. Mereka duduk selama beberapa saat sambil berpikir-pikir. Kemudian mulai berunding. "Pasti ada seseorang yang mencuri Dark.Queen," kata Fatty membuka pembicaraan. "Itu sudah jelas! Dan kelihatannya, cuma Luke saja yang mungkin melaku-kannya. Tapi kita yakin tak mungkin dia! Jadi kalau begitu - siapa?" "Yuk - kita mencari jejak pencurinya," kata Bets bersemangat. la teringat kembali, betapa asyiknya mereka mencari-cari jejak dalam perkara misterius yang berhasil mereka pecahkan kemudian. "Kita menyusun daftar orang-orang yang patut dicurigai!" kata Daisy. "Persis yang kita lakukan dulu!" "Nah, kurasa kini Pasukan Mau Tahu bisa mulai beroperasi lagj," kata Fatty dengan gaya tokoh penting. "Kuusulkan.... ' "He!" potong Larry. "Kau melupakan sesuatu, Fatty. Akulah pemimpin Pasukan Mau Tahu. Bukan kau!" "Ya deh," kata Fatty agak merajuk. "Kalau begitu mulai sajalah! Asal kau tahu saja, otakku jauh lebih cerdas. Selama semester yang lalu aku ini juara kelas, dan ...." "Ah - tutup mulut, Fatty!" kata anak-anak serempak. Kecuali Bets. Anak kecil itu diam saja. Fatty kelihatannya sudah mau pergi saja. Tapi ia tidak bisa merajuk berlama-lama, karena terlalu kepingin tahu dan berminat ikut dalam penyelidikan itu. Tak lama kemudian kelima anak itu sudah sibuk memperunding-kan rencana mereka. "Sekarang kita pikirkan dulu persoalan itu dengan kepala dingin," kata Daisy. "Pukul empat tadi Dark Queen masih ada dalam kandang bersama kucing-kucing lainnya, karena itulah saat ibu Pip melihatnya di situ ketika ia datang menengok bersama Bu Trimble. Tapi ketika Pak Ayo Pergi dan Pak Tupping datang melihat sekitar pukul lima, kucing itu sudah tidak ada lagi. Jadi dalam wakru satu jam itu mestinya ada seseorang datang menyelinap ke kandang, membuka pintunya, mengambil Dark Queen, menutup pintu kandang lagi lalu pergi sambil membawa kucing itu untuk diserahkan pada orang lain. Atau disem-bunyikan!" "Betul," kata Larry. "Pemaparanmu sangat jelas, Daisy." "Soal berikutnya - siapakah yang mungkin mencuri kucing itu? Siapa yang rasa-rasanya bisa dicurigai?" tanya Pip. "Yah - kurasa Bu Trimble bisa saja menyelinap pergi, lalu mengambil Dark Queen," kata Fatty. "Bisa, tapi kemungkinannya kecil sekali! Bu Trimble itu kan termasuk orang yang langsung panik, kalau tanpa sengaja mengeposkan surat tanpa menempelkan perangko di sampulnya. Kejadian begitu saja pasti membuatnya termimpi-mimpi malamnya. Tapi walau begitu kita harus memperrimbangkan setiap orang yang memiliki kesempatan mencuri Dark Queen." Larry mengambil sebuah buku notes dari kan-tongnya. "Akan kutuliskan nama-nama mereka di sini," katanya. "Bu Trimble. Itu sudah satu. Bagaimana dengan Lady Candling?" "Kau ini - masak dia mencuri kucingnya sendiri," kata Daisy. "Kenapa tidak mungkin?" bantah Larry. "Siapa tahu. kucing itu diasuransikan terhadap pencurian. Jadi kalau kucing itu hilang karena dicuri, Lady Candling akan menerima uang yang banyak sebagai ganti rugi. Hal-hal begini perlu juga kita pertimbangkan." Lalu ditulisnya nama Lady Candling dalam buku notesnya. "Pak Tupping?" kata Bets. Dengan sikap menyesal, Larry menggeleng. Edit by : zheraf.wapamp.com http://www.zheraf.net "Tak mungkin, Bets." katanya. "Aku sebetulnya kepingin bisa menuliskan namanya dalam daftar ini. Tapi jika ia sepanjang siang terus bersama Pak Ayo Pergi, percuma saja kita mencurigai dirinya. Tapi bagaimana dengan Nona Harmer? Mungkinkah ia menyelinap kembali setelah berangkat, lalu mengambil kucing itu? la pun tahu. Dark Queen sangat mahal harganya." Itu pikiran baru bagi mereka. Semua lantas membayangkan wajah Nona Harmer, gadis bertubuh montok yang selalu tersenyum itu. Dia bukan potongan orang yang sampai hati mencuri kucing yang berharga milik majikannya. Tapi - namanya tetap dituliskan dalam daftar orang-orang yang dicurigai. "Kita sebaiknya menyelidiki di mana dia berada antara pukul empat dan lima tadi," kata Pip. "Siapa lagi yang masih ada?" tanya Daisy. "Yang sudah kita catat Bu Trimble, Lady Candling, lalu Nona Harmer. Bagaimana dengan juru masak serta pembantu rumah tangga di sebelah? Keduanya kan juga bisa saja mencuri-curi kesempatan untuk menyelinap ke kandang kucing, lalu mengambi! Dark Queen?" "Aku belum pemah melihat mereka," kata Pip. "Tak seorang pun di antara kita pemah melihat kedua orang itu. Kita perlu mengadakan penyelidikan tentang mereka. Wah - banyak juga orang yang perlu dicurigai rupanya! Cukup banyak pekerjaan yang harus di-lakukan!" "Satu-satunya orang yang cukup jahat sehingga pantas melakukan perbuatan itu cuma Pak Tupping - tapi justru dia satu-satunya yang tak mungkin bisa dicurigai," kata Bets sedih. "Yah, tak ada lagi kecuali yang tadi, kan?" "Kita harus mengikutkan nama Luke dalam daftar ini," kata Larry. "Aku tahu, kita tidak mencurigai dirinya! Tapi Pak Tupping mendakwa bahwa ialah yang mencuri kucing itu - jadi sebaiknya kita tuliskan juga namanya dalam daftar ini. Kapan-kapan kita mau, bisa kita coret lagi." Jadi nama Luke pun ikut tercatat sebagai orang yang dicurigai. Kasihan remaja itu - selalu dilanda kesulitan. "Yuk, kita panggil dia," kata Larry. "Dia belum pulang, karena kalau sudah mestinya sudah tadi-tadi ia bersiul memanggil kita, untuk menceritakan segala-galanya." Anak-anak menghampiri tembok pagar, lalu menyiul-kan nada-nada khusus yang sudah disepakatkan dengan Luke sebagai isyarat panggilan. Tapi sampai pegal bibir mereka bersiul, Luke tetap tidak muncul. Ke manakah anak itu? 7 LUKE DIDAKWA MENCURI Kelima anak itu duduk di atas tembok, sementara Buster menggaruk-garuk dinding batu di bawah mereka. Anak-anak itu memikirkan tindakan selanjutnya. Pip melirik jarum arlojinya. "Pukul enam kurang seperempat," katanya. "Jangan-jangan Luke sudah pulang. Tapi mustahil - pasti ia mampir sebenrar, untuk berbicara dengan kita." "Mungkin ia sedang diperiksa Pak Ayo Pergi." kata Fatty. Kemungkinan itu bisa diterima. Anak-anak kepingin bisa menyelidiki kebenarannya. Kemudian Fatty mendapat akal. "He, Pip," katanya, "kau bisa menyelidiki apa yang terjadi, kalau kau mau." "Bagaimana caranya?" tanya Pip. "Ibumu tadi kan diundang minum teh di sebelah," kata Fatty menjelaskan. "Jadi kau pergi saja ke situ, untuk memeriksa apa yang sedang terjadi. Lalu kalau ada orang melihatmu lalu bertanya apa yang kauperbuat di situ, bilang saja ibumu tadi diundang minum teh oleh Lady Candling. Dan kau ke situ karena ingin melihat, barangkali saja sapu tangan ibumu tercecer di kebun." "Tapi ibuku sama sekali tidak kehilangan sapu tangan," kata Pip. "Kau tidak melihatnya mengeluarkan barang itu dari tasnya tadi, ketika sedang bicara dengan kita? Harum sekali baunya." "Tentu saja aku juga melihatnya, Goblok," kata Fatty tak sabar. "Itu kan cuma alasan saja. Kau tak perlu mengatakan ibumu kehilangan sapu tangan, karena kita tahu itu tidak betul. Tapi kau kan boleh saja bilang 'mungkin'?" "Bagus ide si Fatty itu," kata Larry. "Itulah satu-satunya jalan bagi salah seorang di antara kita untuk masuk ke kebun, tanpa langsung diusir lagi oleh Pak Goon atau Pak Tupping. Melompat sajalah ke sebelah, Pip - dan cobalah selidiki apa yang terjadi di situ. Cepatlah sedikit! Untung saja ibumu baru saja kembali dari perjamuan teh di sana." Pip sebenarrtya kepingin sekali pergi. Tapi ia juga takut ketahuan oleh Pak Tupping, atau Pak Goon. Akhirnya ia membulatkan tekat. Ia meloncat ke sebelah, melambaikan tangan ke arah kawan-kawannya, lalu menyelinap pergi di sela semak. Luke sama sekali tak nampak. Pip bergerak melewati kandang kucing. Di situ pun tak ada siapa-siapa. Ia mengintip ke dalam kandang tempat Dark Queen tadi bersama kucing-kucing lainnya. Kucing-kucing itu memandangnya sambil mengeong-ngeong. Pip terus berjalan. Melewati rumah pesemaian, lalu berdiri di balik semak. Terdengar olehnya suara beberapa orang di dekat situ, Pip mengintip dari balik semak. Dilihatnya beberapa orang berdiri di atas rumput. Kebanyakan dari mereka dikenal oleh Pip. "Itu Lady Candling," katanya dalam hati. "Dan itu Bu Trimble. Wah, kelihatannya sangat gelisah. Dan itu Pak Tupping. Tampangnya nampak senang dan sok penting! Lalu itu Pak Ayo Pergi, polisi desa. Dan itu - kasihan, itu Luke!" Luke berdiri di tengah kerumunan orang itu. Tampangnya bingung dan sangat ketakutan. Pak Goon, polisi desa, berdiri menghadapi Luke dengan buku catatan yang besar di tangannya. Luke tergagap-gagap menjawab pertanyaan yang dibentakkan bertubi-tubi padanya oleh Pak Goon. Sedikit terpisah dari orang-orang itu ada dua orang wanita. Pasti itulah juru masak serta pembantu rumah tangga, pikir Pip. Kedua wanita itu berbisik-bisik sambil saling menyenggol. Pip merayap, mendekati orang-orang itu. Sekarang bisa didengarnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada Luke yang nampak semakin takut. "Apa yang kaulakukan sesiang ini?" "Saya - saya tadi - si-sibuk menggali kacang polong di galangan panjang," kata Luke terbata-bata. "Maksudmu galangan yang di dekat kandanc kucing?" tanya Pak Goon, sambil menuliskan sesuatu dalam buku catatannya. "Be-be-betul, Pak," kata Luke. "Jadi sesiang ini kau selalu berada di dekat tempat kucing-kucing itu?" desak polisi desa. "Ada orang da tang ke situ?" "Bu T-t-trimble, Pak, sek-sekitar puk-pukul empat, bersama seorang nyonya," kata Luke, sambil menyi-bakkan rambutnya yang acak-acakan ke belakang. "Mereka berdiri di situ selama beberapa menit, lalu pergi lagi." "Lalu apa yang kaulakukan dari pukul empat sampai pukul lima tadi?" tanya Pak Goon. Suaranya galak sekali. Luke nampaknya sudah nyaris pingsan, saking ketakutan. "Tid-tidak ap-apa-apa, Pa-pak - cuma mengg-g-gali saja," katanya semakin gugup. "Mengg-g-gali terus dek-dekat kandang kuc-c-c-cingg. Waktu itu sama sekali tak ada orang datang, sampai Anda ingin melihat kucing-kucing itu bersama Pak Tupping." "Dan ketika kami melihat ke dalam kandang, ternyata Dark Queen tidak ada lagi di situ," sela Pak Tupping dengan suara galak. "Nah, Pak Goon - buktinya sudah jelas, bukan? Dark Queen dicuri antara pukul empat dan pukul lima - dan kini anak ini menyatakan selama itu tak ada orang lain kecuali dia sendiri di dekat kucing-kucing itu. Dialah yang mencuri Dark Queen! Tak ada keraguan lagi mengenainya - dan kucing itu dijualnya pada salah-seorang temannya, untuk mempe-roleh tambahan uang saku. Luke ini memang anak jahat. la sudah selalu begitu, sejak bekerja untukku." "Saya tidak jahat, Pak Tupping!" seru Luke, yang tiba-tiba menjadi agak berani. "Saya belum pernah mengambil sesuatu yang bukan milik saya! Selama ini saya selalu bekerja keras untuk Anda! Apa saja yang Anda lakukan, selalu saya terima - walau kadang-. kadang sudah keterlaluan. Anda tahu betul, saya takkan pernah mau mencuri salah satu kucing itu. Memikirkan-nya saja, saya sudah takut!" "Cukup! Cukup!" potong Pak Goon dengan galak. "Kau tidak boleh bicara begitu terhadap Pak Tupping. Anak macam kau ini perlu dipukul rupanya!" "Ah, soal itu bisa kuurus," kata Pak Tupping mencemooh. "Aku bicara saja sebentar dengan ayah tirinya. Dia tahu bagaimana watak anak ini!" "Kurasa kita belum perlu mengatakan apa-apa pada ayah tiri Luke, Tupping," kata Lady Candling dengan suara pelan tapi jelas. "Sebelum kita lebih banyak mengetahui kejadian aneh ini." Pak Tupping kelihatan agak kaget. Sedari tadi ia asyik sendiri, sampai nyaris lupa Lady Candling juga ada di situ. Luke berpaling pada majikannya itu. "Saya harap Nyonya tidak mau percaya begitu saja pada kata-kata Pak Tupping dan Pak Goon mengenai din saya," katanya penuh harap. "Sungguh, bukan saya yang mencuri Dark Queen. Saya tidak tahu di mana kucing itu sekarang. Saya belum pernah rnengambil sesuatu tanpa ijin dari kebun Anda!" "Kau bohong!" 'kata Pak Tupping dengan nada menang. "Lalu bagaimana dengan sulur-sulur arbei itu, hah?" Pip kaget sekali melihat Luke tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Tubuhnya yang kekar tergoncang-goncang karena isakannya. Lengannya menutupi mukanya. Rupanya ia sudah sangat ketakutan dan bingung. "Biarlah ia pulang sekarang," kata Lady Candling dengan suara lembut. "Anda sudah cukup memeriksa dirinya. Dia kan baru lima belas tahun umurnya. Pak Goon, saya minta Anda mau pergi sekarang juga. Kau juga Luke - pulang sajalah dulu." Pak Goon kelihatannya sama sekali tidak senang. Ia merasa menyesal, karena tidak bisa memperlakukan Luke seperti pesakitan yang sudah dewasa. Ia tahu, anak itu harus diperbolehkannya pulang. Dan ia pun merasa tidak enak, karena disuruh pergi oleh Lady Candling. Sambil mendehem-dehem dengan suara nyaring, diliriknya Lady Candling dengan pandangan mence-mooh, lalu ditutupnya buku catatannya yang besar. "Aku masih perlu bicara sedikit dengan ayah tirimu," katanya dengan lagak penting pada Luke. Anak itu langsung pucat mendengar kata-katanya itu. Ia takut sekali pada ayah tirinya. "Aku ikut, kata Pak Tupping, karena siapa tahu, mungkin saja ayah tirinya itu bisa memberi keterangan pada kita tentang kawan-kawan anak ini. Dark Queen pasti diberikannya pada salah seorang dari mereka." Jadi Luke pergi, diapit Pak Goon dan Pak Tupping. Kasihan anak itu, sekali-sekali masih terdengar isakan-nya. Pip merasa benci sekali kepada kedua laki-laki dewasa itu. Kasihan si Luke! Sedikit pun tak ada kesempatan baginya untuk membela diri. Pip tidak tahu bahwa kedua laki-laki itu akan membawa Luke lewat dekat tempatnya bersembunyi. Karenanya ia tidak sempat mundur ke balik semak yang lebat, supaya tidak ketahuan. Tiba-tiba Pak Tupping melihat muka Pip yang mengintip dari celah semak bunga. Pak Tupping berhenti, lalu melangkah dengan cepat ke samping. Pip dicengkeramnya, lalu ditariknya ke luar. "Apa yang kaulakukan di sini?" bentaknya. "Ini satu dari kawanan anak sebelah, Pak Goon," katanya pada polisi desa yang memandang sambil tercengang. "Mereka selalu mengintip-intip ke sini. Akan kugiring dia sekarang juga ke majikanku, biar dimarahi habis-habisan!" Luke hanya bisa memandang sambil melongo, sementara Pip digiring dengan kasar oleh tukang kebun yang marah-marah. Lady Candling mendengar suara ribut-ribut, lalu kembali ke kebun untuk melihat apa lagi yang terjadi sekarang. "Lepaskan aku!" tukas Pip. "Orang jahat! Lepaskan, kataku - sakit tanganku kaupilin!" Pak Tupping memang sengaja melakukannya. Dan Pip juga tahu. Tapi ia tidak berdaya. Dengan segera mereka sudah berdiri di depan Lady Candling. Nyonya itu kelihatan sangat heran. "Saya menjumpai anak ini bersembunyi dalam semak sebelah sana," kata Pak Tupping melaporkan. "Saban kali, selalu ada saja anak-anak di situ. Mereka teman-teman Luke. Pasti mau berbuat jahat." "Apa yang kaulakukan dalam kebunku?" tanya Lady Candling dengan nada garang. "Ibu saya baru saja minum teh di sini bersama Anda, Lady Candling," kata Pip dengan nada sesopan-sopannya. "Anda tidak kebetulan menemukan sapu tangannya yang ketinggalan?" "Astaga! Jadi kau ini Philip, putra Bu Hilton?" kata Lady Candling, sambil tersenyum padanya. "Ibumu tadi bercerita tentang dirimu. Kau kan punya seorang adik perempuan, bernama Bets?" "Betul, Lady Candling," jawab Pip. la tersenyum. Manis sekali senyumnya. "Adik saya itu baik sekali. Kalau diperbolehkan, kapan-kapan dia akan saya ajak ke sini." "Ya, bawalah adikmu itu kemari," kata Lady Candling. "Tupping, ternyata kau tadi keliru besar. Rupanya anak ini datang karena hendak mencari sapu tangan ibunya. Bu Hilton tadi minum teh bersamaku di sini." Pip mengusap-usap lengannya, sambil mengernyit-kan muka seolah-olah kesakitan. "Kau disakiti Tupping tadi?" tanya Lady Candling prihatin. "Kasihan! Tupping, kau tadi terlalu kasar terhadap anak ini." Pak Tupping cemberut tampangnya. Ternyata kelanjutan soal itu jauh berlainan dengan sangkaannya semula. "Kalau sapu tangan ibumu ditemukan di sini, pasti akan kusuruh antarkan ke sebelah," kata Lady Candling pada Pip. "Dan jangan lupa mengajak adikmu mengunjungi aku di sini, ya? Aku senang sekali pada anak-anak perempuan." "Kalau kami datang, pasti akan diusir orang ini," kata Pip sambil menuding Pak Tupping. "Tidak bisa!" tukas Lady Candling dengan segera. "Tupping, anak-anak ini boleh kemari, kapan saja mereka mau. Mengerti?" Muka Pak Tupping merah padam. Kalau dia itu balon, pasti saat berikut sudah meledak. Tapi ia tidak berani membantah perintah majikannya. Dengan sikap kurang ajar ia berpaling, kembali ke tempat Pak Goon menunggu bersama Luke. Pip bersalaman dengan Lady Candling, mengucap-kan terima kasih, meminta diri lalu menyusul Pak Tupping. "Luke!" serunya. "Luke! Kau tidak boleh putus asa, Luke! Semua temanmu akan membantu. Kami tahu pasti, bukan kau yang mencuri kucing itu!" "Ayo pergi!" sergah Pak Goon, yang kini sudah benar-benar marah. "Jangan bermulut lancang! Kalian selalu mau ikut campur dengan urusan orang lain! Ayo pergi, kataku!" Tapi Pip tidak mau pergi. Ia menandak-nandak mengikuti, sambil berjaga-jaga jangan sampai bisa ditangkap Pak Goon. Sambil membuntuti, ia terus rneneriakkan kata-kata pembangkit semangat pada Luke. Polisi desa dan tukang kebun Lady Candling sudah bukan main jengkelnya pada anak bandel itu. Pip mendengar Pak Goon berbicara pada Pak Tupping. Kata Pak Goon, ia hendak kembali malam itu, untuk memeriksa kandang kucing dengan seksama. "Ah - rupanya dia hendak mencari-cari tanda bukti yang bisa dipakai untuk semakin memperkuat tuduhan terhadap Luke," pikir Pip. "Jadi sebaiknya aku dan teman-teman menduluinya. Kuberi tahu sekarang juga pada mereka." Sambil menyerukan kata-kata terakhir untuk mem-besarkan hati Luke, Pip berpaling, lari ke tembok pagar dan langsung memanjatnya ke sebelah. Ia bergegas menceritakan segala yang didengarnya tadi pada kawan-kawannya. Wah - keadaan mulai asyik sekarang! 8 BERBAGAI INDIKASI "Apa yang terjadi tadi, Pip? Lama sekali kau pergi!" kata Larry menyambut kedatangan temannya itu, yang langsung merebahkan diri di samping anak-anak yang empat lagi. "Ah, si Ayo Pergi dan Pak Tuping sudah begitu pasti, Luke yang mencuri," kata Pip. "Kasihan si Luke! Bayangkan, ia tadi menangis melolong-iolong, seperti yang kadang-kadang dilakukan Bets!" Tidak enak rasanya, membayangkan anak sebesar Luke menangis. "Apa sebabnya mereka begitu yakin dia yang mencuri Dark Queen?" tanya Daisy. "Yah - memang dasar sial - tapi soalnya, kucing itu dicuri orang antara pukul empat dan lima sore ini, sedang selama itu Luke bekerja dekat kandang kucing," jawab Pip. "Itu keterangannya sendiri. Dan ia juga mengatakan, selama itu tak ada orang lain datang ke situ." "Aneh!" kata Bets. Ia nampak bingung. "Kita tahu betul, bukan Luke yang melakukannya - tapi kelihatannya yang melakukan mesti dia! Ini benar-benar misteri yang misterius." "Betul," kata Fatty sambil merenung. "Rasanya tak ada gunanya menanyai orang-orang lain yang patut dicurigai, karena tersangka utama - yaitu Luke - dia sendiri mengatakan sore itu cuma ia sendiri yang ada di dekat kandang kucing. Tapi - aku tidak bisa membayangkan, dia yang mencuri kucing itu. Biar kepingin, dia takkan berani. Lagipula aku tahu pasti, dia tidak ingin mencurinya." "Aku ingin tahu, di mana Dark Queen sekarang," kata Bets. "Ya, betul! Jika kita bisa menemukannya, mungkin ada gambaran lebih jelas mengenai siapa yang mencurinya," kata Larry. "Maksudku, kucing itu sekarang tentunya ada pada seorang temannya. Wah - ini memang teka-teki rumit!" "Apakah kita tidak bisa mencari tanda-tanda bukti?" tanya Bets. Menurut pendapatnya, dengan tanda-tanda bukti itu mungkin Luke bisa bebas dari dakwaan. "O ya, aku lantas ingat lagi," kata Pip dengan segera, "si Ayo Pergi tadi mengatakan, malam ini ia hendak kembali lagi untuk memeriksa sekitar kandang kucing. Kurasa ia ingin mencari-cari tanda bukti di situ - tentunya yang akan semakin memperkuat tuduhan terhadap Luke, menurut perasaanku!" "Yah - kuusulkan bahwa sebaiknya kita mendului saja," kata Fatty dengan segera, sambil bangkit. "Apa? Pergi ke sebelah lagi-sekarang?" tanya Larry kaget. "Bisa repot kita nanti!" "Jangan khawatir," kata Fatty menenangkan, "sebe-lum si Ayo Pergi dan Pak Tupping kembali, kita sudah lama pergi lagi dari sana. Kedua orang itu pasti akan terlalu asyik mengadukan Luke pada ayah tirinya." "Baiklah - kalau begitu sekarang saja kita ke sana," kata Larry. "Siapa tahu, kita berhasil menemukan salah satu barang bukti - walau aku sama sekali tidak bisa menduga, apa! Yuk, kita berangkat!" "Bets lebih baik tidak ikut saja," kata Pip. "Dia masih terlalu kecil - siapa tahu, nanti dengan tiba-tiba terjadi kesulitan." "Tidak bisa! Aku hams ikut," tukas Bets kesal. "Jangan jahil, Pip. Aku cuma memerlukan bantuan sedikit untuk memanjat tembok. Siapa tahu, aku nanti menemukan tanda bukti yang tidak kalian lihat. Mungkin saja ada gunanya aku ikut." "Betul, Bets," kata Fatty. Seperti biasa, anak gendut itu langsung membela Bets. "Biariah dia ikut, Pip. Tidak enak rasanya, apabila tidak bisa ikut mengalami sesuatu yang menarik." Akhirnya Bets diperbolehkan ikut. Sedang Buster ditinggal. la dimasukkan ke dalam sebuah gudang dan dikunci pintunya, supaya tidak bisa menyusul mereka lagi ke kebun Lady Candling. Seteiah itu mereka pergi ke seberang tembok. Fatty menolong Bets memanjat. Di sebelah kelihatannya tidak ada siapa-siapa. Dengan hati-hari anak-anak menyeli-nap menuju kandang kucing. Binatang-binatang piaraan itu sedang berbaring-baring di bangku mereka. Melihat anak-anak datang, kucing-kucing itu memandang dengan mata mereka yang biru cerah. "Nah - sekarang mulailah mencari tanda-tanda petunjuk," kata Larry. "Petunjuk kayak apa?" tanya Bets. "Aku juga tidak tahu - sampai ada yang kita temukan," jawab Larry. "Periksa tanah di sekitar sini. Nah, lihatlah! Pasti di sinilah Luke bekerja tadi sore." Ia menuding sebuah gerobak dorong yang berisi rumput liar sampai setengahnya. Di dekatnya ada sekop yang ditancapkan ke tanah. Sedang jas kerja Luke lersangkut pada dahan sebatang pohon. "la tadi menggali di galangan itu," kata Fatty sambil berpikir-pikir. "Tak mungkin ia bekerja lebih dekat lagi ke kandang kucing dari tempat itu. Tentunya ia pasti akan melihat siapa saja yang mendatangi kandang kucing. Tidak mungkin tidak." Anak-anak pergi ke tempat Luke bekerja tadi sore. Ternyata dari situ semua kucing yang ada dalam kandang terlihat jelas. Jadi tak mungkin ada orang yang membuka pintu kandang, mengambil Dark Queen lalu menurup pintu lagi, tanpa dilihat Luke. Tapi kenyataannya kucing itu hilang! Dan Luke berani bersumpah, bukan dia yang mengambil. Kalau begitu, siapa yang mencuri Dark Queen? "Kita periksa saja sekeliling kandang kucing," kata Larry dengan tiba-tiba. "Siapa tahu, barangkali kucing itu sendiri yang lari." "Betul juga," kata Fatty setuju. Mereka lantas kembali mendatangi kandang-kandang yang dibuat dari kayu itu. Buatannya kokoh, dibangun di atas tonggak-tonggak. Kelihatannya mirip kandang ayam. "Di sini tak ada lubang yang bisa dilewati kucing," kata Pip setelah memeriksa beberapa saat. "Dark Queen tidak mungkin bisa minggat sendiri. Pasti ada orang yang mengambilnya." "Ketika ibumu bersama Bu Trimble datang pukul empat, dia masih ada di situ - tapi ketika si Ayo Pergi muncul bersama Pak Tupping pukul lima, tidak ada lagi," kata Daisy, "dan selama itu Luke sibuk bekerja di samping kandang. Aku benar-benar tak mengerti. Dark Queen lenyap, seperti disulap kekuatan gaib!" "Jangan-jangan memang begitu," kata Bets serius. "Kekuatan gaib itu kuat sekali, kan? Barangkali ...." Saat berikutnya mukanya memerah, karena anak-anak yang lain ramai menertawakannya. "Yah, Dark Queen mestinya disulap supaya hilang - atau dan semula memang tidak ada di sini!" katanya menantang. "Dia jelas ada di sini tadi, Goblok! Kan ibu kita sendiri masih melihatnya," tukas Pip. "He! Apa itu?" Pip menuding sesuatu yang terietak di lantai kandang besar, tempat kucing-kucing dikumpulkan. Anak-anak mengintip lewat pagar kawat. Sesaat tidak ada yang bicara. Kemudian Fatty memoncongkan bibirnya. Alisnya terangkat ke atas, sementara tangannya menggaruk-garuk kepala. "Sialan! Aku tahu benda apa itu!" katanya. "Itu kan peluit kayu, seperti yang biasa dibikin oleh Luke¯untuk Bets." Memang betul! Di lantai kandang tergeletak suatu tanda bukti. Tapi tanda bukti yang mengejutkan anak-anak. Bagaimana peluit itu bisa ada dalam kandang? Kemungkinannya cuma satu - mestinya Luke yang menjatuhkannya dengan tak disengaja, ketika masuk ke dalam kandang. Anak-anak terdiam semua. Mereka betul-betul kaget. "Tak mungkin Luke! Mustahil!" kata Bets dengan suara serak menahan tangis. "Kita semua tahu, dia tak bersalah." "Ya, kita tahu! Tapi kenyataannya sekarang, dalam kandang ada peluit - yang hanya mungkin Luke saja yang menjatuhkannya dengan tak sengaja," kata Fatty. "Kejadian ini memang luar biasa!" "Fatty, apabila Pak Goon melihat peluit itu, mungkin dia akan mengatakan ini bukti nyata bahwa Luke pasti pencurinya," kata Bets dengan cemas. Fatty mengangguk. "Tentu saja! Ini tanda bukti yang sangat jelas, Bets - bagi orang kayak si Ayo Pergi, yang kemampuannya melihat cuma sejauh ujung hidungnya sendiri saja!" tukas Fatty. "Tapi bagimu tidak begitu, Fatty?" desak Bets, sambil memegang tangan anak gendut itu. "Aduh, Fatty - kau kan tak menyangka Luke yang menjatuhkannya di situ?" "Akan kukatakan bagaimana pendapatku tentang soal ini," kata Fatty lagi.'' Kurasa ada orang yang sengaja menaruh peluit itu di situ, supaya kecurigaan ditimpakan pada Luke. Begitulah pendapatku." "Wah! Kurasa kau benar, Fatty!" seru Larry. Tapi seruannya itu tidak terlalu keras, karena nanti terdengar orang di rumah Lady Candling. "Urusan ini makin lama semakin misterius saja rasanya. He - apakah harus kita biarkan saja tanda bukti ini tergeletak di sini, sehingga terlihat oleh si Ayo Pergi? Kita kan yakin, ini tanda bukti palsu?!" "Betul katamu itu," sambut Pip. "Sebaiknya kita ambil saja barang itu!" Anak-anak memandang peluit yang tergeletak di lantai kandang. Pintu kandang terkunci, sedang anak kuncinya tak nampak ada di situ. Jadi bagaimana cara mereka mengambil peluit? "Kita harus bertindak cepat," kata Fatty cemas. "Sebentar lagi si Ayo Pergi mungkin sudah muncul lagi. Aduh - bagaimana caranya kita mengambil peluit itu?" Anak-anak tidak ada yang tahu akal. Jika peluit itu sedikit saja lebih dekat ke pagar kawat, mereka bisa mengambilnya dengan bantuan ranting atau sepotong kawat Tapi peluit itu terletak di bagian belakang kandang. Kemudian sekali lagi Fatty mendapat ilham hebat. Diambilnya sebutir batu kecil, lalu disentilkannya ke dalam kandang, ke arah peluit. Seekor kucing melihat batu itu menggelinding, lalu meloncat untuk bermain-main dengannya. Ditepuknya batu itu dengan kaki depannya. Karena letak batu itu berdekatan dengan peluit, maka peluit itu ikut tersenggol dan tergeser sedikit. Kucing itu lantas bermain-main pula dengan peluit. Anak-anak memperhatikan sambil menahan napas. Kucing itu mengejar batu yang menggelinding. Setelah itu kembali ke peluit dan menatapnya lama-lama. Kelihatannya seperti menunggu benda itu menggelinding pula. Kemudian binatang itu mengulurkan kaki depannya. Didorongnya peluit itu pelan-pelan. Ternyata bisa menggelinding. Kucing mulai asyik. Diambilnya peluit dengan kedua kaki depannya, dipermainkan sebentar lalu dijatuhkan lagi. Sebelum menyentuh lantai kandang, peluit itu sudah ditampar dengan kaki depan. Peluit terpental, dan jatuh ke dekat pagar kawat. "Hebat! Hebat!" desah Fatty dengan gembira. Kini diambilnya segulung kawat dari kantongnya. Memang luar biasa - apa saja yang ada dalam kantong si gendut itu! Kawat itu dilipatnya, dengan semacam jerat di sebelah ujung. Kawat berjerat itu disisipkannya ke dalam kandang, lewat celah di antara kawat pagar. Anak-anak yang lain memperhatikan dengan penuh gairah. Kawat yang disodorkan sudah sampai ke dekat peluit. Fatty mengorek-ngorek dengan sabar, berusaha menjerat benda itu. Kucing yang tadi bermain-main dengan peluit, ikut memperhatikan dengan penuh minat. Tapi tiba-tiba salah satu kaki depannya terulur, dan - menepuk jerat di ujung kawat, sehingga peluit kini tersangkut di situ! "Wah - terima kasih, Pus!" kata Fatty senang. Dengan hati-hati ditariknya peluit ke arah pagar kawat, lalu disentakkannya ke atas. Peluit terlempar ke luar celah kawat, dan jatuh dekat kaki Bets. Anak itu buru-buru memungutnya. "Berhasil!" kata Fatty. "Coba kita lihat sebentar. Ya, betul - ini memang bikinan Luke. Untung kita berhasil mengeluarkannya. Tanda bukti ini sekarang tidak bisa ditemukan lagi oleh si Ayo Pergi. Luke takkan semakin dicurigai karena benda ini!" "Kau ini memang pintar, Fatty," kata Bets kagum. "Bagus, Fatty!" puji Pip. Dada Fatty langsung membusung karena bangga dan merasa penting. "Ah, ini sih belum apa-apa," katanya, "aku sering mendapat akal yang lebih baik lagi. Pernah suatu kali "Tutup mulut!" kata Larry, Daisy dan Pip serempak. Dan Fatty terdiam. Peluit tadi dikantonginya. "Coba can, kalau-kalau ada tanda bukti lain," kata Pip. "Siapa tahu, dalam kandang masih ada." Kelima anak itu kembali merapatkan hidung ke pagar kawat. Hidung Bets mengernyit. "Bau kandang ini tidak enak," katanya. "Binatang yang dikurung dalam kandang memang tidak pernah enak baunya," kata Larry. "Bukan, bukan bau binatang maksudku," kata Bets lagi. "Bau lain! Kayak bau bensin." Anak-anak mengendus-endus. "Maksudnya minyak terpentin," kata Fatty. "Aku juga menciumnya sekarang - samar-samar. Tapi kurasa itu bukan bukti, Bets - walau harus kuakui penciumanmu sangat tajam. Mungkin Nona Harmer memakai minyak itu untuk membersihkan kandang. Nah, bagaimana - masih ada tanda bukti lain yang kelihatan?" Tapi kelihatannya di situ tidak ada apa-apa lagi yang bisa ditemukan, walau anak-anak sibuk mencarj ke sekeliling kandang dan berulang kali mengintip ke dalam. "Ini benar-benar menjengkelkan," tukas Fatty. "Sama sekali tak ada yang bisa membantu penyelidikan kita. Satu pun tak ada! Yah - tapi untung saja kita menemukan peluit tadi, sebelum kelihatan oleh Pak Tupping atau si Ayo Pergi. Aku merasa yakin, pasti benda itu diletakkan dengan sengaja di situ oleh seseorang, supaya Luke dicurigai mencuri Dark Queen. Jahat sekali orang itu!" "Kepingin rasanya memasukkan segala macam barang ke dalam kandang ini," kata Pip, "supaya si Ayo Pergi bingung menghadapinya!" Anak-anak memandang ke arahnya dengan gembira. "Wah - hebat sekali idemu itu!" kata Fatty. Dalam hati ia agak menyesal, kenapa bukan dia sendiri yang mendapat akal itu. "Ya, ya - yuk, kita melakukannya!" kata Larry bersemangat. "Kita masukkan segala macam tanda bukti konyol, yang tak mungkin bisa dipakai untuk menyalahkan Luke. Si Ayo Pergi pasti pusing kepalanya, apabila berusaha mengadakan penyelidikan berdasarkan bukti-bukti palsu itu!" Anak-anak cekikikan. Sekarang-apa saja yang akan mereka masukkan ke dalam kandang? "Aku punya permen," kata Pip terkikik. "Kumasuk-kan saja sebutir ke dalam kandang." "Dan aku akan memasukkan secarik pita rambutku," kata Daisy. "Tadi kebetulan putus, dan potongannya kukantongi." "Dan aku punya beberapa kancing biru yang terlepas dan pakaian bonekaku," kata Bets. "Itu saja yang kujadikan barang bukti palsu!" "Kurasa, kalau tidak salah aku mengantongi sepasang tali sepatu berwarna coklat yang masih baru," kata Larry, sambil mencari-cari dalam kantong. "Ya - ini dia. Biar kumasukkan saja sekaligus!" "Apa yang akan kaumasukkan ke situ, Fatty?" tanya Bets. Fatty mengeluarkan segenggam puntung cerutu dan kantongnya. Anak-anak melongo melihatnya. "Untuk apa kau mengumpulkan puntung cerutu?" tanya Lam;, setelah rasa herannya berkurang. "Kuisap," kata Fatty. "Ini semua bekas cerutu yang diisap ayahku. Sehabis mengisap satu, selalu ditinggal-nya dalam asbak di kamar tidurnya." "Kau bukan mengisapnya!" kata Pip tak percaya. "Ini cuma bualanmu lagi, kayak biasanya! Kau mengantongi puntung-puntung itu, supaya baumu kayak orang dewasa. Pantas - selama ini aku selalu heran, kenapa si Gendut baunya aneh!" Kata-kata Pip itu pura-pura tak didengar oleh Fatty - karena memang begitulah kenyataannya. la menganto-ngi puntung cerutu, supaya disangka sudah dewasa! "Kucampakkan saja sebatang puntung ini di bawah kandang - kuletakkan di tanah," katanya. "Dan satu kumasukkan ke dalam kandang. Moga-moga saja tak ada kucing yang memakannya - nanti sakit! Dua puntung cerutu, pasti si Ayo Pergi pusing tujuh keliling memikirkannya!" Anak-anak lantas menaruh 'tanda bukti' masing-masing ke kandang. Pip mencampakkan sebutir permen yang besar. Kucing-kucing memandang benda itu dengan sikap tidak senang. Rupanya mereka tidak suka mencium bau permen itu. Daisy menjejalkan segumpal pita rambut yang sudah kumal di sela kawat pagar. Bets menyisipkan kancing berwarna biru. Larry menaruhkan sepotong tali sepatunya yang masih baru - sedang Fatty melempar-kan sepotong puntung cerutu ke bawah kandang, dan sepotong lagi dimasukkannya ke dalam kandang. "Nah - sekarang cukup banyak tanda bukti yang bisa ditemukan si Ayo Pergi! Mudah-mudahan ia cepat datang!" 9 PAK GOON BERAKSI "He!" kata Daisy dengan tiba-tiba, sementara ia memperhatikan potongan pita rambutnya bergerak-gerak sedikit di lantai kandang, karena tertiup angin yang masuk. "He! Mudah-mudahan saja tak ada yang lantas menyangka akulah yang mencuri kucing itu. Ibuku pasti akan mengenali pita itu, jika ia melihatnya!" "Astaga! Tak terpikir olehku kemungkinan itu tadi," kata Pip. "Kau tak perlu bingung," kata Fatty menenangkan suasana. "Nih - aku punya sampul besar! Kita masing-masing memasukkan benda sama seperti yang jadi tanda bukti palsu ke dalam sampul ini. Kumasukkan dua puntung cerutu. Kau, Daisy - kaumasukkan potongan pita rambutmu yang sebelah lagi ke dalamnya." Daisy menurut. Setelah itu Bets memasukkan sebutir kancing bonekanya, Larry menaruhkan pita sepatu yang sebelah lagi, dan Pip menyelipkan sebutir permen. Fatty melipat sampul itu dengan cermat, lalu mengantonginya. "Jika ada seorang di antara kita dituduh mencuri karena adanya tanda-tanda bukti dalam kandang ini, maka cukup apabila isi sampul ini kita tunjukkan! Pasti semua akan tahu, kita melakukannya sebagai lelucon saja," kata Fatty. Saat itu terdengar bunyi lonceng dan arah rumah Pip dan Bets. Bets mengeluh. "Itu tanda aku dipanggil untuk tidur. Sialan! Aku belum mau pergi," katanya. "Kau harus pergi," kata Pip. "Kemarin saja kau sudah diomeli, karena terlambat pulang. Wah - sebetulnya aku kepingin tinggal di sini, untuk melihat si Ayo Pergi dan Pak Tuping menemukan tanda-tanda bukti yang kita tinggalkan di sini!" "Yuk, kita tinggal di sini," ajak Larry. "Aku ikut," kata Bets setengah menangis. la sudah sedih saja, karena lagi-lagi tidak kebagian. Namun Pip tetap keras. Adiknya didorong ke arah rumah mereka. "Kau harus pulang, Bets! Nah - itu, terdengar lagi lonceng memanggilmu!" "Ya, tapi itu kan juga panggilan untukmu!" bantah Bets. "Itu tanda bahwa kau harus pulang dan berganti pakaian untuk makan malam. Kau jangan pura-pura tidak ingat!" Pip memang bukan lupa. Larry menarik napas panjang. la tahu, saat itu juga sudah waktu baginya serta Daisy untuk pulang ke rumah. Perjalanan pulang mereka lebih jauh daripada Pip dan Bets. "Kami pun harus pulang," kata Larry. "Fatty - kau kan bisa tinggal di sini untuk mengintip? Pasti lucu sekali! Kau tinggal saja, ya? Orang tuamu kan tidak begitu pedulian! Kau nampaknya bisa seenaknya saja, mau pulang kapan!" "Ya deh - aku menunggu di sini untuk mengintip perbuatan mereka," kata Fatty. "Sebaiknya aku memanjat pohon itu. Tidak sukar naik ke atasnya, sedang daun-daunnya cukup rimbun. Dari atas aku bisa melihat segala-galanya, tanpa ketahuan." "Kalau begitu - yuk, Bets, kita pulang," kata Pip, yang sebetulnya segan. Bayangkan, Fatty akan asyik sendiri nanti! Saat itu terdengar suara dua orang bercakap-cakap sambil masuk ke dalam kebun. Anak-anak saling pandang-memandang. "Pak Tupping sudah datang lagi, bersama si Ayo Pergi," bisik Larry. "Cepat, ke tembok!" "Sampai besok, Fatty," kata Pip dengan suara pelan. Anak-anak yang empat lagi lari menyelinap menuju tembok. Pip membantu Bets naik. Anak-anak yang lain menyusul. Fatty ditinggal sendiri di kebun sebelah. Anak itu bergegas memanjat pohon. Biar gendut, gerak-geriknya cukup tangkas. Ia duduk pada dahan yang cukup lebar. Disibakkan-nya dedaunan yang menutupi, sehingga ia bisa melihat ke bawah. Dilihatnya Pak Tupping berjalan menuju kandang kucing, bersama Pak Goon. "Nah - sekarang kita periksa sekitar sini, Pak Tupping," kata poiisi desa itu. "Siapa tahu, barangkali saja ada tanda bukti. Wah - aku sudah sering menemukan petunjuk, yang menyebabkan aku bisa langsung membekuk penjahat yang dicari!" "Bukan main!" kata Pak Tupping dengan serius. "Yah, aku takkan heran apabila Luke meninggalkan sesuatu di tempat ini. Mungkin saja dia cerdik sehingga bisa mencuri kucing yang berharga - tapi belum cukup cerdik untuk menyamarkan jejak." Kedua laki-laki itu mulai mencari-cari dengan teliti di sekitar kandang kucing. Kucing-kucing Siam yang ada dalam kandang memperhatikan kesibukan mereka dengan penuh perhatian. Mata mereka yang biru cemerlang, memperhatikan dengan waspada. Kucing-kucing itu tidak mengerti, apa sebetulnya yang dilakukan orang yang begitu banyak pada hari itu dekat kandang mereka. Sementara itu Fatty mengintip dan atas pohon. Pak Goon yang pertama-tama menemukan puntung cerutu di bawah kandang kucing. Begitu terlihat, dengan segera disergap olehnya. Diacungkannya puntung cerutu itu tinggi-tinggi. "Apa itu?" tanya Pak Tupping dengan heran. "Puntung cerutu," kata Pak Goon dengan nada puas. Tapi kemudian air mukanya berubah rnenjadi bingung. Didorongnya topi polisinya ke tengkuk, lalu digaruk-garuknya kepala. "Eh - Luke yang masih anak-anak itu, dia mengisap cerutu?" tanyanya. "Jangan konyol," tukas Pak Tupping. "Tentu saja tidak! Itu bukan petunjuk. Pasti ada orang yang kemari diajak Lady Candling untuk melihat kucing-kucingnya, melemparkan puntung cerutunya ke bawah kandang. Karena itulah di situ kautemukan puntung." "Hmmm!" Pak Goon tidak mau begitu saja menyingkirkan petunjuk menarik berupa puntung cerutu itu. "Yah - ini perlu kupikirkan dulu." Fatty terkikik pelan. Sementara itu kedua laki-laki yang di bawah meneruskan pencarian. Akhirnya Pak Tupping menegakkan tubuh. "Kelihatannya tidak ada barang lain di sini," katanya. "Bagaimana - mungkin dalam kandang ada sesuatu?" Pak Goon nampaknya sangsi. "Kurasa tidak mungkin," jawabnya kemudian, "tapi tidak ada salahnya jika kita periksa. Kau membawa anak kunci pintunya, Pak?" Pak Tupping pergi ke balik kandang kucing, lalu mengambil anak kunci yang disangkutkan pada paku yang ada di situ. Tapi sebelum ia sempat membuka pintu, sudah terdengar Pak Goon berseru kaget. Polisi desa itu mengintip ke dalam dan celah kawat pagar. Dan ia melihat berbagai benda yang berserakan di lantai kandang. Wah - ternyata di situ banyak sekali petunjuk! Hati Pak Goon berdebur-debur saking gembira. "Ada apa, Pak?" tanya Pak Tupping sambil mendekat. "Huh! Lihatlah - kau lihat tali sepatu yang di sana itu?" tanya Pak Goon sambil menuding. "Itu tanda bukti yang penting sekali! Ternyata ada orang masuk ke situ, lalu tali sepatunya terlepas." Pak Tupping memandang tali sepatu itu sambil melongo. Kemudian dilihatnya kancing berwarna biru - serta pita rambut. Napasnya tersentak karena kaget. Cepat-cepat diselipkannya anak kunci Re lubangnya, lalu dibukanya pintu kandang. Kedua laki-laki itusibuk mengumpulkan 'tanda bukti' yang ada dalam kandang, untuk diperhatikan. "Satu hal sudah pasti!" kata Pak Goon dengan nada puas. "Orang yang masuk kemari itu, memakai sepatu dengan tali berwarna coklat. Dan lihatlah - kancing ini pasti terlepas dari jas seseorang." "Lalu ini apa?" kata Pak Tupping, sambil menunjuk-kan permen pada Pak Goon. Permen itu yang ditaruh oleh Pip ke situ. Pak Goon mengendus-endus baunya. "Itu permen!" katanya tegas. "Luke biasa makan permen?" "Kurasa ya," jawab Pak Tupping. "Anak laki-laki kan biasanya mengulum permen. Tapi Luke tidak memakai ikat rambut, Pak Goon. Dan lihatlah - di sini ada puntung cerutu lagi - seperti yang kautemukan di bawah kandang tadi." Kegembiraan Pak Goon karena menemukan barang bukti sebanyak itu lambat-laun berganti dengan keheranan. Benda-benda yang ada di tangannya diperhatikan olehnya sambil membisu. "Kalau melihat petunjuk-petunjuk ini," katanya kemudian lambat-lambat, "pencuri kucing itu mestinya seseorang yang mengisap cerutu, memakai pita rambut dan kancing jas berwarna biru, mengulum permen dan memaki tali sepatu berwarna coklat, Aneh!" Di atas pohon, Fatty harus menutup mulutnya kuat-kuat dengan kedua tangannya, supaya tidak tersembur keluar gelak tertawanya. Lucu sekali melihat Pak Goon dan Pak Tupping kebingungan menghadapi petunjuk-petunjuk palsu yang sengaja dipasang anak-anak di situ supaya ditemukan oleh mereka. Dengan hati-hati Pak Goon menjilat permen yang ada di tangannya. "Ya - memang betul permen," katanya. "Wan, ini benar-benar teka-teki yang rumit! Begini banyak tanda bukti yang kita temukan di sini, tapi tak ada orang yang cocok untuknya. Kau masih menemukan bukti lain, Pak Tupping?" Pak Tupping merangkak masuk ke dalam kandang kucing, lalu memeriksa di situ dengan teliti. "Tidak - aku cuma mencari-cari saja, siapa tahu ada sesuatu yang terlewat," katanya. Tapi betapa teliti sekalipun ia mencari, namun tak ada barang lain yang ditemukan. Karena itu ia keluar lagi. Tampangnya kusut dan kesal. "Yah - kelihatannya tidak ada apa-apa lagi di sini," katanya. Dari suaranya ketahuan bahwa ia sangat kecewa. "Tapi aku yakin kau akan berhasil memastikan, Luke itulah pencurinya. Segala benda ini sama sekali bukan petunjuk - cuma kebetulan saja masuk ke kandang sini." "Tapi permen bukan barang yang bisa secara kebetulan masuk ke situ," kata Pak Goon menggerutu. "Semua barang ini akan kubawa pulang ke rumah. Di sana aku akan berpikir-pikir mengenai petunjuk-petunjuk ini." Dalam hati Fatty tertawa geli, sementara memandang Pak Goon yang sibuk memasukkan tanda-tanda bukti palsu ke dalam selembar sampul yang bersih. Tutup sampul direkatkan dengan ludah, lalu sebelah luarnya dibubuhi tulisan. Sambil mengantongi sampul yang sudah ditutup, ia lantas berpaling pada Pak Tupping. "Nah - sampai lain kali kalau begitu," katanya. "Terima kasih atas bantuanmu, Pak. Satu hal sudah jelas - pasti anak yang bernama Luke itulah pencuri yang kita cari. Aku sudah mengatakan padanya tadi, besok aku akan mampir untuk meminta keterangannya dengan teliti sekali. Jika aku sampai tidak berhasil memeras pengakuan dari mulutnya, jangan panggil aku Theophilus Goon lagi!" Sehabis menyebutkan namanya yang panjangnya hampir semeter itu, Pak Goon melangkah pergi dengan sikap anggun. Sementara tanda-tanda bukti sudah tersimpan aman dalam kantongnya, otaknya disibukkan hal-hal yang membingungkan. Pita rambut. Aneh! Kancing berwarna biru! Luar biasa! Tali sepatu coklat, yang masih baru - lebih luar biasa lagi. Permen! Membingungkan!! Lalu dua puntung cerutu. Dua potong! Menurut perasaan Pak Goon saat itu, jika puntung cerutu yang ditemukan cuma satu - persoalannya pasti akan lebih mudah. Tapi untuk apa seorang pencuri mengisap dua batang cerutu pada saat hendak mencuri seekor kucing? Sementara itu Fatty sudah tidak sabar lagi. Ia ingin cepat-cepat turun dari pohon dan pulang ke rumah untuk makan malam. Tiba-tiba perutnya terasa sangat lapar. la mengintip lagi ke bawah, barangkali saja Pak Tupping sudah pergi. Tapi ternyata belum. Tukang kebun itu merangkak kembali ke dalam kandang kucing, seolah-olah hendak mencari sesuatu Setelah beberapa saat ia keluar lagi. Tampangnya seperti sedang berpikir-pikir. Pintu kandang dikuncinya kembali. Setelah itu ia pergi, masih sambil berpikir. Fatty menunggu sampai langkah orang itu tidak kedengaran lagi. Setelah itu buru-buru ia turun dan pohon. Sebelum pergi, ditatapnya mata biru kucing-kucing yang ada dalam kandang. Ia merasa lega, karena peluit buatan Luke ada dalam kantongnya. Kalau benda itu sampai ditemukan kedua laki-laki tadi - wah, itu baru tanda bukti nyata namanya! Fatty tertawa geli seorang diri, ketika mengingat kembali betapa Pak Goon tadi kaget dan sekaligus gembira karena menemukan 'barang bukti' yang begitu banyak. "Nah, besok Luke harus didatangi dan ditanyai macam-macam," katanya pada diri sendiri sambil melangkah pulang. "Wah - hari ini benar-benar mengasyikkan!" 10 PIP DAN BETS BERTAMU Keesokan harinya, pagi-pagi benar Fatty sudah datang ke rumah Pip. la sudah tidak sabar lagi, ingin lekas-lekas menceritakan betapa kaget dan bingungnya Pak Goon serta tukang kebun ketika menemukan petunjuk-petunjuk palsu yang begitu banyak. Larry dan Daisy tiba hampir bersamaan dengan Fatty yang datang bersama Buster. Tak lama kemudian anak-anak itu sudah tertawa terpingkal-pingkal semuanya mendengar cerita Fatty. "Lalu si Ayo Pergi bertanya pada Pak Tupping, apakah Luke mengisap cerutu," sambung Fatty sambil terkikik. "Nyaris saja aku terjatuh dari pohon, karena sibuk menahan tertawa." "Tadi kami sudah bersiul-siul memberi isyarat pada Luke," kata Pip, "tapi belum dijawab olehnya. la pun belum nampak dekat tembok. Mungkinkah dia terlalu takut, sehingga tidak berani menjawab?" "Mungkin saja," kata Fatty. "Yah, pokoknya kita perlu bicara sebentar dengan dia untuk menceritakan padanya tentang peluit yang kita temukan dalam kandang. Begitu pula tentang petunjuk-petunjuk palsu yang kita masukkan ke situ. Kusiuli saja dia sekarang, senyaring-nyaringnya!" Tapi siulan Fatty yang paling nyaring pun, tidak menghasilkan jawaban dari seberang tembok. Karena-nya anak-anak lantas memutuskan untuk menunggu di pintu pekarangan depan, sekitar pukul satu. Saat itu Luke biasanya pulang untuk makan siang. Sekitar waktu yang direncanakan, anak-anak sudah siap menunggu di depan. Tapi Luke tidak muncul. Anak-anak masih menunggu sampai pukul satu lewat sepuluh menit. Setelah itu mereka sendiri harus bergegas pulang ke rumah masing-masing untuk makan siang. "Mungkin dia dipecat," kata Fatty. Baru saat itu terpikir olehnya kemungkinan itu. "Mungkin ia takkan pernah lagi datang ke sebelah." "Aduh, kasihan!" kata Bets terkejut dan sedih. "Jadi menurutmu, mungkin Lady Candling memecatnya dan mengatakan ia tak perlu masuk kerja lagi?" "Bagaimana caranya supaya kita tahu pasti?" kata Larry. "Kita bisa menanyakannya pada Pak Tupping," usul Daisy. Tapi ia sendiri menyangsikan kemungkinan itu. Sedang anak-anak yang lain memandangnya dengan sikap mencemooh. "Kau ini - seolah-olah kita bisa begitu saja bertanya pada orang galak itu," kata Larry. Semuanya lantas sibuk berpikir, mencari jalan. "Aku tahu,'' kata Pip setelah beberapa saat membisu. "Kata Lady Candling, aku boleh mengajak Bets berkunjung ke tempatnya. Nah - nanti sore aku akan ke situ. Lalu aku kan bisa langsung bertanya pada Lady Candling, mengenai Luke. Ya, kan?" "Ide bagus, Pip," kata Fatty. "Aku pun sedang memikirkan kemungkinan itu. O ya - kecuali itu kau mungkin juga bisa menyelidiki, di mana Lady Candling antara pukul empat dan pukul lima. Maksudku, selidiki apakah ada kesempatan baginya untuk menyelinap tanpa ketahuan ke kandang kucing, lalu mengambil Dark Queen secara diam-diam." "Yah, aku merasa pasti bukan dia yang melakukannya," kata Pip dengan segera. "Kita cukup melihat orangnya saja, pasti akan tahu dia takkan bisa berbuat demikian! Lagi pula kita kan sudah memutuskan tak ada gunanya langsung menanyai orang-orang yang bisa dicurigai, karena selama waktu sejam itu Luke selalu ada dekat kandang itu. Kalau ada orang datang, pasti akan terlihat olehnya." "Betul juga," kata Fatty. "Aku tidak melihat kemungkinan sedikitpun bagi pencurinya untuk bisa mengambil kucing itu tanpa diketahui oleh Luke. Kata anak itu, bahkan selama setengah menit pun ia tidak pernah pergi dari tempatnya bekerja." "Nah - lonceng di rumah sudah berdering lagi, memanggil kita makan," kata Bets. "Yuk, Pip - nanti kita kena marah! Kalian datang saja lagi nanti sore. Akan kami ceritakan pengalaman kami berdua di sebelah sore ini." Anak-anak lantas berpisah. Masing-masing pulang untuk makan siang. Semua merasa gelisah, memikirkan nasib Luke. Mungkinkah anak itu benar-benar dipecat? Pasti ia diberhentikan oleh Lady Candling! Kalau tidak, tentunya ia sudah muncul tadi pagi, seperti biasanya. Kasihan si Luke! Sekitar pukul setengah empat sore, Pip dan Bets memutuskan untuk pergi bertamu ke rumah Lady Candling. Daisy yang sudah datang lebih dulu, memandang Bets. Anak perempuan itu memakai celana terusan yang sudah dekil. Pip pun sama saja. Celana pendeknya kelihatan kotor sekali! "Apakah kau tidak perlu memakai gaun yang bersih, Bets?" tanya Daisy: "Dan coba lihat celana pendekmu, Pip! Sungguh, kelihatannya seperti kau habis duduk di atas karung arang." "Aduh! Jadi kami perlu berganti pakaian dulu?" tanya Pip cemas. Ia paling tidak suka memakai pakaian bersih. "Yah - kurasa terasa lebih sopan apabila kalian datang dengan pakaian bersih," kata Daisy. Apa boleh buat - Pip dan Bets terpaksa masuk dulu ke rumah, untuk berganti pakaian. Ibu mereka melihat kedua anak itu masuk ke dalam, lalu memanggil mereka. "Kenapa kalian masuk?" seru Ibu. "Mau mencuci badan, Bu - dan mengenakan pakaian bersih," jawab Bets. "Apa?" Bu Hilton tercengang. "Kalian sakit, ya? Mau ke mana, dengan pakaian bersih?" "Mau bertamu ke tempat Lady Candling, Bu," jawab Bets, sebelum Pip sempat mencegahnya. "Bertamu ke tempat Lady Candling?" kata Bu Hilton, la semakin tercengang. "Untuk apa? Kan tidak diundang olehnya? Kalian tidak bisa begitu saja datang tanpa undangan." Pip menyikut Bets keras-keras, sehingga nyaris saja adiknya itu terjatuh. Jadi Bets hanya memandang ibunya saja, sambil membisu. la khawatir, jangan-jangan sudah terlanjur bicara. "Nah - rupanya Bets tiba-tiba menjadi bisu," kata Bu Hilton agak kurang sabar. "Ada apa sebenarnya, Pip? Bukan kebiasaanmu mau pergi bertamu sore-sore, bersama Bets. Ada apa dengan dirimu?" "Begini soalnya, Bu," kata Pip menjelaskan duduk perkara. "Kemarin aku berjumpa dengan Lady Candling. Kata nyonya itu, Ibu bercerita padanya tentang Bets. Lalu aku dimintanya membawa Bets ke tempatnya, karena kata Lady Candling ia suka sekali pada anak perempuan." "Lho! Kapan kau berjumpa dengan Lady Candling?" tanya Bu Hilton. Makin lama ia makin tercengang. "Aduh, Pip! Mudah-mudahan saja kau tidak berbuat lancang, masuk seenaknya ke sebelah dan berbuat macam-macam di situ." "Wah - tidak, Bu," kata Pip dengan tampang tak bersalah. "Masakan aku mau berbuat macam-macam! Yah - kami tak jadi pergi apabila Ibu tak setuju - tapi Bets pasti kecewa karenanya." Sambil berkata begitu, Pip cepat-cepat berbisik pada Bets. "Ayo, cepat - mulailah menangis!" Bets mulai menarik suara, dengan tampang disedih-sedihkan. "Aku ingin ke sana - aku ingin ke sana!" tangisnya. "Ya deh, kalau begitu pergi sajalah," kata Bu Hilton cepat-cepat. "Tapi ingat - sikap kalian harus sopan." "Menurut pendapatku, pasti Lady Candling akan merasa terhibur apabila kami menyatakan ikut menyesal bahwa kucingnya hilang," kata Pip. "Dan sekaligus menanyakan, apakah sudah ditemukan kembali," Bu Hilton melongo. "Aneh, kenapa kau tahu-tahu bersikap begitu penuh perhatian, Pip," katanya. "Entah kenapa, tapi aku punya perasaan bahwa pasti ada udang di balik batu. Yah, pokoknya apabila kudengar nanti dari Lady Candling bahwa kerjamu di sana cuma merepotkan saja, aku pasti akan sangat marah." Anak-anak bergegas masuk ke rumah, untuk berganti pakaian. Bets sudah takut saja, jangan-jangan Pip akan mengomeli dirinya karena mengatakan mereka akan bertamu ke rumah Lady Candling. Tapi Pip malah memujinya. "Kesalahanmu membuka rahasia kita, sudah kaute-bus dengan tangisanmu yang hebat tadi," kata Pip. "Aku sampai nyaris percaya bahwa kau benar-benar menangis, Bets." Beberapa saat kemudian keduanya sudah melangkah dengan sikap sopan keluar dan pintu pagar depan, lalu memasuki jalan kecil yang menuju ke gedung kediaman Lady Candling. Dalam perjalanan ke situ mereka melewati Pak Tupping, yang sedang sibuk memangkas semak pagar. Tukang kebun itu menatap dengan masam ketika keduanya lewat. "Selamat sore, Pak Tupping - cuaca baik ya, hari ini," kata Pip, menirukan gaya basa-basi ibunya. "Tapi rasanya tak lama lagi hujan pasti turun, hmm?Tapi ada baiknya, untuk kebun sayuran!" Pak Tupping menggerutu. Semak yang tak bersalah, diguntinginya dengan gemas. Pip meringis. Pasti tukang kebun jahat itu kepingin bisa mengguntingi kupingnya dan kuping Bets seperti caranya menggunting semak. Anak-anak sampai di pintu depan lalu menekan bel. Seorang gadis berpakaian rapi muncul, memandang kedua anak itu sambil tersenyum. Itulah pembantu rumah tangga Lady Candling. "Maaf - Lady Candling ada di rumah?" tanya Pip. "Kurasa ia sedang dikebun sekarang," jawab gadis itu. "Kuantarkan kalian ke beranda - dan dari situ kalian bisa mencarinya, kalau mau. Mungkin Lady Candling sedang memetik bunga mawar." "Kucing yang hilang sudah ditemukan kembali?" tanya Pip, sementara ia serta adiknya ikut di belakang gadis itu menuju ke beranda. "Belum," jawab gadis itu. "Nona Harmer sudah sangat bingung memikirkannya. Kejadian itu memang benar-benar aneh! Tapi kurasa pasti Luke yang mengambil. Soalnya, cuma ia sendiri yang ada di dekat situ, antara pukul empat dan pukul lima." "Anda sendiri, tidak melihat atau mendengar sesuatu yang aneh kemarin sore?" tanya Pip. Dalam hati ia memutuskan, tak ada salahnya jika mengajukan beberapa pertanyaan pada gadis itu. "Aku tak melihat apa-apa," kata gadis pembantu itu. "Kemarin sore Lady Candling kan mengadakan perjamuan minum teh. Banyak juga yang diundang. Begitulah - sekitar sembilan atau sepuluh orang. Karenanya kami sibuk terus, aku dan juru masak. Antara pukul empat dan lima kami sama sekali tak sempat datang ke kebun, karena sibuk terus. Coba saat itu kami menyelinap sebentar ke sana, mungkin saja pencuri itu tertangkap basah oleh kami. Ya - memang saat itu memang kesempatan baik sekali bagi si pencuri! Nona Harmer sedang keluar, begitu pula Pak Tupping - sedang aku dan juru masak sibuk di dapur. Lady Candling sendiri sibuk mengobrol dengan tamu-tamunya." "Ya," kata Pip sependapat, "dan rupanya hal itu juga diketahui si pencuri, sehingga bisa mengatur perbuatan jahatnya dengan begitu rapi." "Karena itulah kami beranggapan, pelakunya mesti Luke," kata gadis itu. "Sebenarnya aku suka pada anak itu. Agak tolol kadang-kadang, tapi selalu baik hati. Padahal Pak Tupping jahat sekali terhadap dirinya." "Anda juga tidak senang pada Pak Tupping?" tanya Bets dengan segera. "Dia itu pak tua yang kasar dan pemarah!" tukas gadis pembantu rumah tangga Lady Candling. "Tapi jangan bilang aku mengatakan begitu, ya. Aku dan juru masak. kami merasa sayang kenapa bukan dia yang mencuri kucing berharga itu. Yah, aku tak boleh lama-lama mengobrol di sini. Pergi sajalah, mencari Lady Candling dalam kebun." Pip dan Bets masuk ke dalam kebun. Tempat itu nampak cerah, disinari cahaya matahari sore. "Dan cerita gadis tadi, kita bisa mencoret nama-nama Lady Candling, juru masak serta gadis itu sendiri dari daftar orang-orang yang dicurigai," kata Pip pada adiknya. "Nah - itu Bu Trimble datang." Wanita setengah umur itu menghampiri mereka. Bets cepat-cepat berbisik pada abangnya. "Pip! Yuk, kita hitung, berapa kali kaca matanya terlepas dari batang hidungnya! Kaca matanya saban kali terlepas." "Nah - anak-anak!" sapa Bu Trimble dengan suaranya yang tinggi seperti kicauan burung. la tersenyum lebar, memamerkan sederet gigi yang besar-besar. "Kalian mencari Lady Candling, ya? He - kurasa aku pernah berjumpa dengan gadis cilik ini! Kau kan yang nyaris terbelit sulur arbai?" Bu Trimble tertawa geli karena leluconnya sendiri. Kaca matanya terlepas dari batang hidung, menggelan-tung pada rantai pengikatnya. Dengan gerakan cepat, tangan wanita itu sudah meletakkannya lagi sehingga bertengger pada batang hidung yang tipis. "Ya, betul, Bu," jawab Bets. "Kami datang hendak mengunjungi Lady Candling." "Aduh - sayang! Beliau baru saja pergi!" kata Bu Trimble. "Apa boleh buat, kalian terpaksa cukup puas disambut olehku saja!" Bu Trimble tertawa lagi, dan sekali lagi kaca matanya terlepas dari hidung. "Dua kali,"kata Bets pelan. "Anda tahu di mana Luke sekarang?" tanya Pip. Timbul niatnya untuk mendatangi anak itu, apabila ia ada di sekitar situ. "Tidak, aku tidak tahu," jawab Bu Trimble. "Ia tidak muncul hari ini. Pak Tupping kesal sekali karenanya." "Apakah Luke dipecat Lady Candling, Bu Tremble?" tanya Bets. Tanpa disengaja, huruf i' dari nama Trimble tertukar dengan 'e'. "Namaku Trimble, bukan Tremble," kata Bu Trimble. Memang, Trimble itu nama yang masih bisa dibilang lumrah. Tapi Tremble' berarti gemetar'! Mana ada orang yang bernama Bu Gemetar! "Tidak, Luke tidak dipecat oleh Lady Candling," kata Bu Trimble lagi. "Setidak-tidaknya, itu sepanjang pengetahuanku. Sayang ya, kucing sebagus itu hilang! Kemarin pukul empat aku masih melihatnya." "Ya, Anda bersama ibuku waktu itu," kata Pip. "Dan mestinya Anda tidak melihat siapa-siapa dekat kandang itu, kecuali Luke?" "Ya, betul," jawab Bu Trimble. "Kecuali Luke tentunya, yang sibuk bekerja terus, menggali galangan. Aku dan ibu kalian cuma sebentar saja di situ, karena setelah itu kami harus cepat-cepat kembali ke perjamuan. Banyak sekali kerjaku waktu itu. Sedikit pun tak sempat beristirahat, sampai perjamuan selesai." "Kalau begitu sudah jelas Anda takkan mungkin mencuri kucing itu!" kata Pip sambil tertawa, Bu Trimble begitu kaget mendengarnya, sampai kaca matanya tcrlepas. Hidungnya yang memang sudah merah, menjadi semakin merah. Hampir seperti buah tomat! "Wah, lucu!" katanya, sambil berusaha melepaskan kaca matanya yang tersangkut pada kerah bajunya yang terbuat dan kain renda. "Hih - membayangkan kemungkinan mencuri saja, aku sudah seram." "Bolehkah kami melihat kucing-kucing, Bu Tremb le?" tanya Bets. "Kurasa boleh saja," jawab Bu Trimble. "Dan harap ingat baik-baik, namaku Trimble - bukan Tremble. Nona Harmer saat ini sedang mengurus kucing-kucing asuhannya. Yuk - kita datangi sebentar." Wanita setengah umur itu berjalan mendului. Kaca mata jepitnya sudah tertengger lagi di puncak hidung. Tapi baru saja beberapa langkah ia berjalan, benda itu sekali lagi terlepas. "Empat kali," kata Bets menghitung dengan suara jelas. "Empat kali apa, Nak?" tanya Bu Trimble. Ia berpaling, sambil tersenyum manis. Tangannya meme-gangi kaca mata, supaya jangan jatuh. "Jangan pegang," kata Bets. "Aku ingin menghitung, berapa kali saja ia terjatuh selama kami di sini." "Kau ini anak aneh!" kata Bu Trimble. Kelihatannya agak kesal. Kaca matanya ditopang dengan tangannya sekarang. Bets agak menyesal. Menurut perasaannya, Bu Trimble main licik! Mereka sampai di kandang kucing. Nona Harmer ada di situ, sedang sibuk mencampur makanan kucing. Ia mendongak ketika terdengar langkah mereka datang. Wajahnya yang bundar dan gembira sekali itu nampak lesu. Hai," sapanya, "kalian datang hendak melihat kucing-kucingku?'' "Ya, betul," jawab Bets. "Anda mestinya merasa tiak enak, Dark Queen dicuri orang pada saat Anda sedang pergi." "Memang," jawab gadis montok itu, sambil menga-duk-aduk makanan dalam panci. "Aku menyesal, kenapa pergi kemarin. Sebetulnya aku mendapat cuti hanya untuk setengah hari saja. Tapi Pak Tupping lantas menawarkan diri akan mengurus kucing-kucing ini untukku selama sehari. Tentu saja aku mengucapkan terima kasih padanya, lalu pergi. Namun sejak itu tak habis-habisnya aku menyesali diri." "Pak Tupping rnenawarkan diri mengurus kucing-kucing, kata Anda tadi?" tanya Pip. la heran. Pak Tupping, rnenawarkan diri untuk berbuat baik pada orang lain! "Bukan begitu kebiasaannya." "Memang," kata Nona Harmer sambil tertawa. "Tapi kemarin aku kepingin sekali pulang ke rumah. Kalau setengah hari saja cutiku, tidak bisa! Soalnya, tempat tinggalku jauh dari sini. O ya - kalian mengumpulkan karcis-karcis kereta api? Kalau mau, kuberikan karcisku yang kemarin. Penjaga pintu stasiun tidak meminta. ketika aku kembali kemarin malam." Pip memang gemar mengumpulkan karcis kereta api. Diambilnya karcis yang disodorkan Nona Harmer padanya. "Terima kasih," kata Pip, lalu mengantongi karcis itu. Pasti Larry akan iri nanti, pikirnya. Larry juga gemar mengumpulkan karcis kereta api. "Anda juga beranggapan, Luke yang mencuri Dark Queen, Nona Harmer?" tanya Pip kemudian. "Sama sekali tidak," jawab yang ditanya. "Anak itu agak konyol, tapi dia jujur. Kalau mau tahu siapa yang kuduga mencuri kucing itu - pasti orang sirkus yang berteman dengan Luke. Nanti dulu - siapa namanya? Kalau tidak salah, Jake." Itu merupakan kabar baru bagi Pip dan Bets. Luke tak pernah bercerita pada mereka tentang Jake. Luke punya teman, orang sirkus! Wah - menarik! Apa sebabnya Luke tak pernah bercerita tentang orang itu? "Jake itu tinggalnya di dekat sini?" tanya Pip. "Tidak! Tapi saat ini sirkus tempatnya bekerja sedang mengadakan pertunjukan di kota Fairing yang tidak jauh dari sini," kata Nona Harmer. "Jadi ada kemungkinan nya orang itu ada di dekat-dekat sini. Dark Queen pasti hebat, kalau tampil di sirkus. Aku sempat mengajarkan beberapa kepandaian padanya." Sementara itu Bu Trimble sudah tidak sabar lagi, karena waktu sudah mendekati saatnya minum teh. Wanita setengah umur itu mendehem-dehem pelan beberapa kali. Kaca matanya langsung terlepas dari batang hidung. "Kita pergi saja sekarang," kata Pip, yang memahami makna deheman itu. "Terima kasih atas kesediaan Anda menunjukkan kucing-kucing itu pada kami. Anda tak perlu mengantar kami ke luar, Bu Tremble - kami pergi lewat tembok saja." "Namaku Trimble, bukan Tremble," kata Bu Trimble Senyumnya lenyap sebentar. "Masakan nama semudah itu tidak bisa kalian ingat dengan benar? Dan kalian tidak boleh memanjat-manjat tembok. Kuantarkan saja sampai ke depan." "Di sana ada Pak Tupping," kata Bets. Kaca mata Bu Trimble terlepas dari tenggerannya, begitu ia mende-ngar nama tukang kebun yang selalu masam itu disebut "Yah - kalau kalian memang ingin memanjat tembok, aku takkan melarang!" katanya. "Sampai ketemu lagi, Anak-anak. Nanti akan kuceritakan pada Lady Candling bahwa kalian datang bertamu." "Delapan kali terjatuh," kata Bets dengan nada senang, ketika mereka kembali dengan jalan memanjat tembok. "He, Pip - aneh ya, Luke tak pernah bercerita pada kita tentang Jake!" 11 PERGI KE SIRKUS Sorenya mereka berjanji akan minum teh bersama Larry dan Daisy. Dan mereka berangkat bersama-sama dengan Fatty. Buster juga ikut. Sambil berjalan Pip sibuk bercerita. Banyak sekali yang diceritakannya. "Luke tidak muncul untuk bekerja hari ini," katanya. "Aneh, karena ia tidak dipecat Lady Candling. Aku juga heran, apa sebabnya ia tak pernah bercerita pada kita mengenai Jake." "Jangan-jangan - mungkinkah dia mengatakan pada Jake agar datang ke kandang kucing kemarin, lalu dia memberikan Dark Queen pada kawannya itu?" kata Larry menduga-duga. "Maksudku - aku tahu menurut kita bukan Luke yang mencuri kucing itu, tapi - yah, bagaimana pendapat kalian?" Saat .itu untuk pertama kalinya timbul kesangsian anak-anak mengenai diri Luke. Remaja itu sama sekali tidak pernah bercerita pada mereka mengenai Jake. Padahal jika ia hidup di sirkus, anak-anak sudah pasti kepingin mendengar cerita-cerita mengenainya. Kecuali itu, cuma Luke saja satu-satunya yang selama waktu sejam terus berada di dekat kandang kucing. "Aku masih tetap tak percaya bahwa Luke yang mencuri - begitu pula Jake, kawannya itu," kata Bets tandas. "Itulah pendapatku!" "Pendapatku juga begitu," kata Daisy. "Tapi kenapa urusan ini begitu membingungkan?" "Dalam menghadapi perkara yang lalu, kita jauh lebih cekatan," kata Larry dengan nada suram. "Ingat saja apa-apa yang kita temukan waktu itu, dan para tersangka yang kita tanyai." "Yah," kata Pip, "satu hal bisa kukatakan dengan pasti - nama-nama para tersangka bisa kita coret semua dari daftar. Aku cuma setengah jam saja di sebelah tadi, tapi selama itu cukup banyak kuperoleh keterangan sehingga kini tahu bahwa tak seorang pun dalam daftar kita itu mungkin mencuri Dark Queen." "Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Fatty. "Yah - kemarin Lady Candling kan mengadakan perjamuan," kata Pip. ''Jadi sudah jelas nyonya itu tidak bisa meninggalkan perjamuan itu yang sedang ramai-ramainya, untuk mencuri kucingnya sendiri. Sedang juru masak dan pembantu rumah tangga sibuk terus selama perjamuan minum teh itu. Jadi mereka berdua juga lepas dari sangkaan. Bu Tremble ikut sibuk membantu, dan Lady Candling pasti akan langsung curiga sekali apabila wanita itu pergi selama kira-kira sepuluh menit, untuk mencuri kucing!"' "Teruskan, Pip," kata Fatty. "Mana daftarmu, Larry, dengan nama-nama mereka yang dicurigai? Kita coret saja satu per satu." "Nama Nona Harmer juga bisa dicoret," kata Pip, ''karena kemarin ia pulang ke rumahnya dan ia tinggal di Langston yang jauh dari sini. Ini, lihatlah - ini arcisnya untuk kembali kemari. Penjaga pintu di stasiun tidak memintanya dan Nona Harmer ketika ia keluar. Jadi nama gadis itu juga bisa kita coret saja." "Kalau begitu semua sudah dicoret - kecuali Luke!'' kata Larry. "Wah! Kelihatannya ada kemungkinan pencurinya kawan Luke - seseorang yang menyelinap masuk, mengedipkan mata ke arah Luke, mengambil kucing lalu pergi lagi, dengan keyakinan bahwa Luke pasti takkan membuka rahasianya. Aduh - kepingin rasanya bisa ketemu dengan Luke, lalu menanyakan tentang Jake padanya." "Aku tahu di mana Luke sekarang! Rasanya aku tahu!" seru Pip. "Pasti dia ada di sirkus - bersama temannya, Jake! Berani taruhan dia akan ikut apabila sirkus itu pergi lagi!" Anak-anak semua merasa yakin bahwa Pip benar. Tentu saja, Luke pasti ada di sirkus. "Yuk, nanti sehabis minum teh kita bersepeda ke Farring," kata Fatty mengusulkan. "Pasti dengan segera di sana akan terlihat tenda-tenda sirkus - dan kalau Luke ada di sana, dengan segera pula kita akan menemukannya!" "Setujuu!" seru anak-anak. Mereka mulai bersema ngat kembali. Seridak-tidaknya ada yang bisa mereka kerjakan saat itu. "Yuk, kita cepat-cepat saja minum teh, dan sesudah itu langsung berangkat." Bu Daykin, ibu Larry dan Daisy agak heran juga melihat anak-anak begitu cepat menyikat sajian makan sore yang sudah diatur begitu rapi olehnya. "Kalian ini cuma sangat lapar saja, atau tergesa-gesa?" tanyanya. "Atau tadi siang tidak makan?" "Kami cuma terburu-buru saja, Bu Daykin," kata Fatty, sesopan-sopannya bicara dengan mulut penuh berisi makanan. "Setelah ini kami hendak jalan-jalan naik sepeda." "Ya, ke Farring," sela Bets. Detik berikutnya sepasang sikut sudah bersarang di sisinya. Sebelah kiri dari Pip, sedang Larry dari kanan. Keduanya sudah khawatir saja, jangan-jangan Bets terlalu banyak bercerita nantinya. "Kenapa ke Farring?" tanya Bu Daykin heran. la tidak tahu, di sana ada sirkus. "Kota itu kan tidak menarik." "Yah, menurut kami asyik juga bersepeda pulang-balik ke sana," kata Larry. "Lebih baik sekarang saja kita berangkat. Kami takkan terlambat pulang, Bu." Fatty harus pulang sebentar untuk mengambil sepedanya. Begitu pula halnya dengan Bets dan Pip. Bets senang sekali, karena ia diijinkan ikut sekali itu. Farring tidak begitu jauh letaknya dari desa mereka. Kemudian semuanya berangkat dengan gembira. Setelah beberapa saat bersepeda, nampak seseorang yang juga naik sepeda di depan mereka. Orang itu bertubuh tinggi gempal, berpakaian seragam biru tua. "Astaga! Itu kan si Ayo Pergi!" kata Pip. "Jangan susul dia! Siapa tahu nanti dia membelok di salah satu tempat. Setelah itu barulah kita cepat-cepat terus ke Farring." Tapi Pak Goon ternyata juga mengarah ke Farring! "Aduh! Mudah-mudahan saja dia tidak juga bermak-sud mendatarigi Jake," kata Fatty cemas. "Mungkinkah la berhasil mengetahui bahwa Luke punya kawan orang sirkus? Sialan! Kita tidak boleh membiarkan si Ayo Pergi mendului kita - karena bisa saja Jake itu merupakan petunjuk yang sangat penting." Tapi kemudian terjadi sesuatu yang sangat menye-nangkan hati anak-anak. Ban sepeda Pak Goon kempis. Kupanya melindas pecahan beling. Tahu-tahu bannya sudah mengempis. Sepeda polisi desa itu masih meluncur sebentar sambil terantuk-antuk. Pak Goon berseru jengkel, lalu meloncat turun. Dituntunnya sepedanya ke tepi jalan, lalu diambilnya alat-alat penamba! ban. Saat itu anak-anak melewatinya sambii nyengir lebar. Fatty meiambai-lambai ke arahnya. "Selamat sore, Pak Goon! Kasihan - ban Anda bocor rupanya!" Polisi desa itu cepat-cepat menoleh. Kekagetannya berubah menjadi kejengkelan, ketika melihat kelima anak itu bersepeda cepat-cepat menuju Farring. la lantas mulai menambal ban dalamnya. Sementara itu anak-anak bersepeda terus. Mereka tahu, paling sedikit baru seperempat jam lagiPak Goon bisa berangkat untuk menyusul "Nah, itu - tenda-tenda sirkussudah kelihatan," kata Bets, ketika mereka sampai di puncak sebuah bukit dan mulai meluncur ke bawah "Dan lihatlah, itu kandang kandangnya - serta caravan-caravan tempat tinggai para pemain sirkus. Alangkah meriahnya!" Suasana di sirkus sangat menarik. Seekor gajah besar diikatkan kaki belakangnya ke batang sebuah pohor. yang besar, Lima ekor harimau mengaum lapar dalam kandang yang sangat kokoh. Tujuh ekor kuda yang indah-indah sedang dirunggangi berkeliling lapangan oieh para pengasuh mereka. Kuda-kuda itu sedang melakukan latihan jasmani! Asap mengepul dari cerobong kereta-kereta tempat tinggai yang dicat berwarna-warni. Bau masakan yang sedap rnenghambur di udara. "Ikan haring diasap." kata Bete, sambil mengernyit kan hidung. "Susis," tebak Daisy. "Aduh. enaknya bau masakan ini!" kata Fatty. "Biar aku tadi sudah makan sore, tapi sekarang kepingin makan lagi rasanya!" "Bagaimana rencana kita sekarang?" kata Larry, sambil meloncat turun dari sadel. Sepedanya disandar-kan ke pagar. "Kita mencari Luke, atau langsung menanyakan apakah Jake ada di sini?" "Sebaiknya kita jangan beramai-ramai," usul Fatty. "Kurasa lebih baik aku sendiri saja yang masuk, lalu bertanya mengenai Jake dengan sopan." "Nanti harimau-harimau itu menerjang keluar dari kandang mereka begitu kau muncul, karena kepingin melahap anak begitu gendut," kata Larry. "Tidak! Aku saja yang pergi." "Kan aku yang mendapat gagasan tentang sirkus ini!" bantah Pip. "Aku yang mula-mula menduga. mungkin Luke ada di sini. Jadi kurasa akulah yang berhak masuk!" "Ayo cepatlah arhbil keputusan," kata Daisy tak sabar lagi. "Sebentar lagi Pak Goon pasti akan sudah sampai di sini." "Yah - kalau begitu kita semua saja masuk, kecuali Bets," kata Larry. "Kurasa tidak apa-apa jika kita memencar dan berkeliaran di sekitar lapangan sirkus ini. Kulihat anak-anak lain juga melakukannya. Tapi Bets lebih baik tinggal di sini, untuk menjaga sepeda kita." "O, begitu ya?!" tukas Bets tersinggung. "Kenapa aku?" "Kau kan takutpada harimau," kata Pip. "Pada gajah kau juga takut! Sewaktu ke kebun binatang waktu itu, kau tidak mau ketika disuruh menunggang gajah. Dan siapa tahu, binatang apa lagi yang mungkin ada dalam kandang yang sebelah sana itu - kurasa beruang coklat yang besar-besar." "Aduh," kata Bets ngeri. "Yah - kalau begitu lebih baik aku di sini sajalah! Tapi biar begitu kalian jahat, karena pergi semua," Air mata anak itu berlinang-linang. la tahu, ia takkan berani pergi sendiri memasuki lapangan sirkus. Tapi menurut perasaannya, mestinya salah seorang dari anak-anak itu kan bisa menemani dirinya menjaga sepeda. Tapi anak-anak yang lain sudah memanjat pagar, masuk ke lapangan sirkus. Mereka lantas memencar, berkeliaran di situ untuk menanyakan Jake pada orang yang kebetulan lewat. Pip yang berhasil menemukan kawan Luke itu. Ia bertanya pada seorang anak perempuan yang bandel, apakah anak itu tahu di mana Jake berada. Anak sirkus itu mula-mulanya menjulurkan lidah untuk mengejek, sambil melontarkan ucapan kasar. Tapi kemudian ia menuding seorang laki-laki bertubuh besar, yang sedang memberi minum pada seekor kuda. Pip mendatangi orang itu. Orang itu menoleh ketika disapa. "Kau mau apa?" tanyanya. "Anu - aku mencari seorang anak laki-laki kenalanku," jawab Pip. "Namanya Luke. Ada pesan untuknya. Dia ada di sini?" "Tidak," jawab laki-laki itu singkat. "Sudah beberapa minggu aku tak melihatnya." Pip merasa kecewa. "Sayang - aku kepingin sekali bicara dengan dia," katanya. "Anda tahu di mana dia sekarang?" "Tidak," jawab orang itu lagi. "Aku tidak suka memberikan alamat orang lain pada anak-anak yang' selalu mau tahu. Sana, pergi dan jangan suka mencampuri urusan orang lain." Sementara Pip sedang berbicara dengan laki-laki itu, Fatty datang menghampiri. "Dia ini yang bernama Jake?" tanya anak gendut itu. Pip mengangguk. "Tapi katanya, sudah berminggu-minggu tidak melihat Luke," kata Pip. "Kami ini teman-temannya," kata Fatty dengan serius. "Percayalah! Kami cuma ingin bicara sebentar dengan dia." "Sudah kukatakan tadi, aku tidak tahu di mana anak itu," kata laki-laki yang bernama Jake. "Sekarang keluar dan lapangan ini. Dan ingat apa kataku tadi - sudah berminggu-minggu aku tidak berjumpa dengan Luke." Bets berdiri menjaga sepeda, sambil memperhatikan kawan-kawannya yang berkeliaran di sekitar perkemah-an. la juga berjaga-jaga kalau Pak Goon datang. Bets berdoa dalam hati, semoga polisi desa itu tidak berhenti lalu bertanya apa yang diperbuatnya di situ. Akhirnya Bets memutuskan lebjh baik bersembunyi saja di balik pagar, supaya tidak nampak oleh orang-orang yang lewat. Anak perempuan itu lantas merangkak ke balik pagar, lalu duduk berjongkok di situ. Di dekatnya ada caravan besar, berwama merah nyala. Bets memperhatikan kereta tempat tinggal orang sirkus itu. Tiba-tiba ia tercengang. Dilihatnya ada orang mengintip dirinya dari balik tirai tenda. Dan orang itu - Luke! 12 MELINDUNGI TEMAN Bets duduk tanpa bergerak sedikit pun. la menahan napas. Dilihatnya tirai tersibak lebih lebar. Kemudian jendela kereta dibuka pelan-pelan. Luke menjulurkan kepalanya ke luar. "Hai, Bets!" panggilnya dengan hati-hati. "Kenapa kau ada di sini? Mau nonton sirkus?" "Bukan," jawab Bets dengan suara pelan pula. la berdiri. "Kami mendengar bahwa kau punya teman di sini, Luke. Kami ingin berjumpa dan berbicara denganmu - lalu kami mengira mungkin kau pergi ke temanmu itu." "Dia pamanku," kata Luke. "Aku tidak begitu senang padanya, tapi kecuali dia tak ada orang lagi yang bisa kudatangi. Soalnya, aku takut dijebloskan ke penjara karena dituduh mencuri Dark Queen. Karenanya aku lantas minggat." "Tapi bukan kau kan yang mencurinya?" tanya Bets. "Tentu saja bukan," jawab Luke. "Seolah-olah aku ini pencuri! Kecuali bahwa itu perbuatan jahat, aku pun takkan berani melakukannya. Kau sendiri di sini?" "Tidak - yang Iain-lain juga ada di sini," jawab Bets "Mereka sedang mencari Jake, untuk menanyakan apakah kau ada di sini." "Oh," kata Luke. "Tapi jangan bilang-bilang padanya mengenai kesulitan yang sedang kuhadapi - maksud-ku, mengenai Dark Queen. Aku khawatir kalau itu kukatakan padanya, dia tidak mau menyembunyikan diriku di sini. Jadi aku cuma mengatakan, aku habis bertengkar dengan ayah tiriku dan karenanya ingin minggat ikut sirkus. Kutunjukkan padanya bekas-bekas memar kena pukulan ayah tiriku kemarin malam. Lalu kata pamanku itu, aku akan disembunyikannya di sini sampai sirkus berangkat. Aku akan diajaknya ikut. Anak kuat kayak aku bisa dipakainya sebagai pembantu." "Kau dipukul ayah tirimu?" tanya Bets dengan prihatin. "Aduh, Luke, nasibmu benar-benar malang! Mudah-mudahan saja anak-anak tidak mengatakan apa-apa pada Jake mengenai kucing yang dicuri itu. Tapi kurasa tidak! Mereka hanya hendak mengatakan, ada pesan untukmu." "Yah - jika mereka bercerita padanya aku dicurigai mencuri sesuatu, sudah pasti aku tak boleh lagi bersembunyi di sini," kata Luke. "Orang sirkus tidak suka berurusan dengan polisi. Kau jangan bilang pada siapa-siapa bahwa aku di sini, ya Bets? Aku hams bersembunyi terus dalam kereta ini, sampai sirkus berangkat." "Aku takkan bercerita pada siapa-siapa - kecuali pada anak-anak," kata Bets, "percayalah! O ya, Luke - menurut pendapatmu, kemungkinannya siapa yang mencuri kucing itu? Hilangnya kan antara pukul empat dan pukul lima - sedang selama itu kau selalu ada di dekat kandang. Waktu itu kau sama sekali tidak melihat siapa-siapa?" "Tidak, sama sekali tak ada orang datang," kata Luke. Kejadian itu benar-benar membingungkan." "O ya, Luke - aku juga perlu menceritakan sesuatu yang aneh," kata Bets. la teringat pada peluit yang ditemukan dalam kandang. Tapi sebelum ia sempat menceritakannya, terdengar suara orang bercakap cakap di dekat situ. Luke bergegas menutup jendela dan menarik tirai rapat-rapat. Ternyata yang datang Daisy beserta ketiga anak lainnya. Mereka nampak sangat kecewa. "Percuma, Bets," kata Fatty. "Kami berhasil menjumpai Jake, tapi ia tak mau mengatakan apa-apa tentang Luke. Katanya, sudah berminggu-minggu tidak melihat anak itu." "Tapi walau begitu aku mempunyai firasat Jake pemah berjumpa dengan dia selama ini, serta tahu di mana dia sekarang," kata Pip. "Benar-benar menjeng kelkan - sudah datang jauh-jauh, tapi tanpa hasil sedikit pun." "Kenapa si Bets?" tanya Fatty, sambil memperhati kan anak perempuan itu. "Lihatlah, mukanya merah - seolah-olah kepingin mengatakan sesuatu. Ada apa, Bets?" "Ah, tidak ada apa-apa," kata Bets. "Aku cuma tahu, di mana Luke sekarang." Keempat anak yang lain memandang dirinya, seolah-olah Bets dengan tiba-tiba saja menjadi gila. "Apa maksudmu?" tanya Pip setelah beberapa saat "Di mana dia?" "Kalian lihat kereta tempat tinggal berwarna merah di sebelah sana?" kata Bets sambil memelankan suara. "Nah - di situlah Luke bersembunyi. Aku melihatnya Ia tadi mengintip ke arah sini. Aku juga sudah bicara dengan dia." "Bukan main!" kata Larry. "Kita capek-capek berkeliaran di lapangan, berjumpa dengan Jake tapi tidak berhasil mengorek keterangan sedikit pun - dan sementara itu Bets yang cilik ini asyik mengobrol dengan Luke! Setelah ini apa lagi yang akan dilakukannya? Memang anak luar biasa!" Bets berseri-seri. Sebetulnya cuma kebetulan saja ia merangkak ke balik pagar, lalu duduk dekat caravan merah itu. Tapi walau demikian, timbul juga perasaan bahwa ia pintar dan tidak bisa disepelekan. "Kalian tadi bercerita tentang kucing yang dicuri pada Jake?" tanyanya. "Soalnya, Luke tidak mengatakan apa-apa tentang itu padanya, karena takut Jake nanti tidak mau menyembunyikannya. Ia cuma mengatakan lari dari rumah ayah tirinya, sambil menunjukkan luka-luka memar kena pukul." "Tentu saja kami tidak bercerita tentang kucing itu, Konyol," tukas Pip. "Akulngin tahu, bisakah kita bicara sebentar dengan Luke. Dia tadi mengintip dari balik jendela yang mana?" Bets menuding ke jendela itu. Pip menyiulkan lagi yang biasa dipakai Luke sebagai isyarat pengenalan. Nampak tirai di balik jendela bergerak sedikit. Di belakangnya kelihatan bayangan kepala Luke. Setelah itu jendela terbuka pelan-pelan. "He, Luke!" panggil Fatty dengan suara tertahan. "Kami tidak mengatakan apa-apa pada Jake tentang kucing itu. Kau benar-benar bermaksud minggat ikut sirkus?" "Ya," jawab Luke. "Tapi kau tidak takut, nanti semua akan merasa yakin kaulah yang mencuri Dark Queen?" tanya Larry. "Terus-terang saja, tidak baik apabila melarikan diri dari kesulitan yang sedang dihadapi." Saat itu terdengar bunyi orang turun dan sepeda di balik pagar. Terdengar jelas napas terengah-engah. Napas orang bertubuh berat. Anak-anak saling berpandangan, lalu mengintip ke balik pagar. Ya, betul - seperri yang mereka khawatirkan, yang datang itu Pak Goon! Rupanya ia berhasil menambal ban sepedanya yang bocor, dan kini sudah sampai di sirkus. "Ini sepeda kalian?" tanya polisi desa itu, ketika melihat kepala anak-anak muncul di balik pagar. "Apa yang kalian can di sini?" "Ah - cuma ingin melihat sirkus. Pak," kata Fatty dengan sopan. "Harimau mereka bagus-bagus. Pak Goon. Anda harus berjaga-jaga. jangan sampai dimakan. Harimau paling senang kalau mendapat makanan daging yang banyak." Pak Goon mendengus. "Ayo pergi," tukasnya. "Kalian pasti mau iseng lagi di sini. Kalian tadi melihat sahabat kalian itu, Luke maksudku?" "Luke?" Fatty memandang Pak Goon dengan mata terbentang lebar. "Luke? Mana Luke? Dia tidak ada di tempat Lady Candling? Kami ingin sekali bicara dengan dia - asal Anda mau mengatakan di mana anak itu sekarang berada." Sekali lagi Pak Goon mendengus. Fatty kepingin sekali bisa mendengus seperri dia. Dengusannya hebat. Menurut perasaan Fatty, teman-temannya di sekolah pasti akan senang apabila mendengar dengusan macam begitu. "Ayo pergi," kata Pak Goon sekali lagi, sambil menaiki sepedanya. "Anak-anak lancang, mencampuri. urusan hukum!" Setelah itu ia bersepeda menuju gerbang lapangan. Anak-anak tidak berani berbicara lagi dengan Luke. Mereka menyusup lewat celah pagar, lalu cepat-cepat menaiki sepeda masing-masing. Mereka masih sempat melihat Pak Goon berbicara dengan seseorang, lalu berjalan menuju ke tempat Jake yang masih sibuk memberi minum pada kuda-kuda. "Nah - kan tepat dugaan kita tadi." kata Fatty. Ternyata si Ayo Pergi juga mendengar kabar tentang lake. Mudah-mudahan saja Jake tidak mengatakan di mana Luke bersembunyi, begitu ia tahu anak itu dicurigai mencuri Dark Queen!" "Sebaiknya kita menjauhi kereta tempat tinggal ini," kata Pip. "Rasanya aneh, kenapa kita berdiri di dekatnya. Si Ayo Pergi memang tolol sekali - tapi bisa saja terlintas dalam pikirannya bahwa kita tertarik pada kereta ini karena alasan tertentu!" Mereka lantas pergi, meninggalkan Luke seorang diri dalam caravan. Mereka ingin sekali bisa berbuat sesuatu untuk teman mereka itu. Tapi tidak bisa! Mereka cuma bisa berdoa, semoga anak itu bisa selamat dan pergi ikut Jake, tanpa ketahuan orang. "Walau begitu, menurut perasaanku nasibnya akan sama saja nanti," kata Larry, sementara mereka bersepeda pulang. "Kurasa ia takkan lebih bahagia nidup dengan Jake yang pencemberut itu, dibandingkan dengan ketika ia bekerja pada Pak Tupping dan tinggal bersama ayah tirinya." Ketika mereka tiba kembali di desa hari sudah malam. Sudah hampir waktu tidur bagi Bets. "Kita berpisah saja di sini," kata Larry, sambil berhenti di persimpangan jalan tempat orang tuanya tinggal. Besok kita berkumpul lagi!" "Selamat malam," seru teman-temannya, lalu melanjutkan perjalanan. Sedang Larry dan Daisy langsung pulang. "Sebentar lagi kau sampai di rumah, Fatty," kata Pip "Sayang ya - misteri ini nampaknya kayak sampai di jalan buntu! Luke minggat, dan kini kita takkan pernah bisa tahu siapa sebenarnya yang mencuri Dark Queen." "Ya - kurasa bagi kita persoalan ini berakhir sampai di sini saja," kata Fatty, sambil meloncat turun dari sadel sepedanya. la sudah sampai di depan rumahnya "Apabila Luke sudah pergi, Pak Goon pasti takkan melanjutkan penyelidikannya. Dan kita pun takkan bisa memperoleh keterangan lebih jelas. Sayang!" "Sudahlah-jadi sampai besok," kata Bets. Bersama abangnya ia meneruskan perjalanan pulang. Ketika mereka berdua membelok masuk ke pekarangan rumah, dari dalam terdengar deringan lonceng. Itu tanda bahwa Bets hams masuk ke kamar tidur. "Tepat pada waktunya," kata Pip. "Yang jelas, malam ini kau tidak kena marah, Bets. Selamat tidur!" Bets masuk ke kamar mandi. Sementara itu Pip pergi mencuci badan, lalu mengenakan pakaian rapi. Ia berpakaian sambil bersiul-siul. Ternyata ia menyiulkar lagu yang biasa disiulkan oleh Luke. "Kasihan anak itu," pikir Pip sambil membersihkan kuku. "Kurasa takkan ada kabar lagi tentang dirinya setelah ini. Yah - aku akan tetap ingat padanya, karena peluit-peluit buatannya yang bagus itu." Sehabis makan malam, Pip membersihkan sepeda. Ia baru harus tidur pukul setengah sembilan. Jadi masih cukup banyak waktu. Sepedanya digosok sampai bersih. Setelah itu ia pergi ke kebun. Saat itu musim panas, jadi matahari masih bersinar sampai malam. Pip duduk di pondok peranginan yang ada dalam kebun, lalu duduk sambil membaca di situ. Kemudian ia merasa seolah-olah mendengar bunyi gemerisik pelan. Ia memandang ke luar. Disangkanya ada burung yang hinggap di semak. Tapi karena tidak melihat apa-apa, ia pun melanjutkan bacaannya. Tak lama kemudian terdengar dentangan lonceng jam di desa menandakan waktu setengah sembilan. Pip menutup buku yang dibacanya, lalu mendatangi kedua orang tuanya untuk mengucapkan selamat tidur. Pip sudah capek. Dengan segera ia terlelap. Macam-macam mimpinya dalam tidur. Ia bermimpi menunggangi Buster, dikejar oleh Pak Goon. Lalu Jake menggabungkan diri, menunggangi seekor macan. Setelah itu Luke lari ketakutan di depan mereka. Didengarnya siulan lagu yang biasa diperdengarkan oleh Luke sebagai isyarat. Pip memutar tubuh dalam tidurnya. Ia bermimpi terus, - dan Luke hadir terus di situ. Bunyi siulannya pun masih terdengar. Nyaring dan terus-menerus. Tiba-tiba Pip merasa tubuhnya dijamah. Ia terkejut, lalu bangun. Ia duduk dengan tubuh gemetar, karena masih teringat pada mimpinya. Ia terpekik pelan, karena kaget dijamah tadi. "Ssst! Ini aku, Pip." Itu kan suara Bets. "Jangan ribut-ribut." "Bets! Tukas Pip jengkel. "Mau apa kau, mengejut-kan diriku kayak tadi? Nyaris pingsan aku karena perbuatanmu!" "Dengar, Pip! Ada orang bersiul dalam kebun," bisik Bets. "Yang disiulkan lagu yang biasa diperdengarkan oleh Luke. Itu, yang selalu kita pakai sebagai isyarat dengannya. Mungkinkan itu Luke? Apakah ia mencari kita?" Kini Pip sudah benar-benar bangun. Baru saja hendak dijawabnya pertanyaan Bets, kerika terdengar lagi bunyi siulan di luar. Bunyi siulan yang terdengar dalam mimpinya. Kini ia tahu, yang tadi itu bukan siulan mimpi, tapi siulan benar-benar. la meloncat turun dari tempat tidur. "Kau benar, Bets!" katanya. "Mestinya itu Luke. Karena sesuatu hal, ia pergi lagi dari sirkus, lalu kembali ke sini. Sebaiknya kita lihat saja, mau apa dia. Maksudku - aku yang akan melihat. Kau tinggal saja di sini." "Aku ikut," kata Bets berkeras. "Aku yang mendengar siulannya tadi - bukan kau. Jadi aku hams ikut." "Tapi nanti kau cuma berisik saja - karena terjatuh dari tangga atau semacam itu," tukas Pip. "Siapa bilang!" kata Bets jengkel. Suaranya mulai meninggi. Pip cepat-cepat menyenggolnya. "Jangan ribut - nanti terbangun semua mendengar suaramu. Baiklah - ikut saja kalau mau, tapi jangan berisik!" Mereka tidak mau repot-repot mengenakan mantel kamar dulu, karena hawa malam di luar cukup hangat. Dengan kaki telanjang mereka menyelinap sepanjang lorong, dan sampai di serambi dalam di ujung atas tangga. Tahu-tahu kaki Pip tersandung sesuatu. Ia jatuh berguling-guling di tangga. Untung sempat cepat-cepat menyambar pinggiran tangga, sehingga tidak jatuh lebih jauh ke bawah. "Ada apa, Pip?" tanya Bets ketakutan. "Aku tadi tersandung kucing dapur," bisik Pip. "Wah, mudah-mudahan saja tidak ada yang terbangun." Keduanya duduk di tengah tangga selama beberapa saat, sambil menahan napas. Mereka sudah khawatir saja kalau ayah atau ibu mereka terbangun. Tapi tidak- kamar tidur orang tua mereka tetap sepi. Kucing yang menyebabkan Pip tersandung duduk meringkuk di kaki tangga. Matanya yang hijau seperti bersinar dalam gelap. "Kurasa ia tadi sengaja membuat aku tersandung," kata Pip dengan suara pelan. "Sejak kita membolehkan Buster masuk ke rumah, ia selalu kesal padaku. Ayo pergi, Pus." Kucing itu mengeong lalu lari. Anak-anak melanjut-kan langkah, berjalan sambil meraba-raba dalam lorong, menuju pintu yang membuka ke kebun. Pip membuka kunci pintu, lalu melangkah ke luar. Kebun sunyi. Bets menggenggam tangan abangnyaa erat-erat. Anak itu tidak suka berada di tempat gelap. Saat itu terdengar lagi siulan yang tadi. "Kedengarannya datang dari ujung belakang kebun," kata Pip. "Yuk, kita ke sana! Berjalan di atas rumput, Bets. Berisik, kalau berjalan di kerikil." Kedua anak itu menyelinap melintasi taman, menuju kebun sayur di belakang, mengitari tumpukan sampah. Dekat pondok peranginan nampak bayangan gelap bergerak-gerak. Ternyata itu Luke! Pip dan Bets mendengar suaranya memanggil pelan, dalam gelap. Ternyata anak itu memang datang kembali! 13 LUKE MENDAPAT BANTUAN "Kaukah itu, Luke?" bisik Pip. "Ada apa? Kenapa kau pergi lagi dari sirkus?" Pip menarik Luke, mengajaknya masuk ke pondok. Sesampai di dalam mereka duduk, Bets di sebelah kiri dan Pip di sebelah kanan Luke. Bets menyelipkan tangannya ke dalam genggaman tangan Luke yang kasar. Anak bertubuh kekar itu memegang tangan Bets dengan sikap sayang. "Ya - aku lari lagi dari perkemahan sirkus," katanya. "Polisi itu mendatangi pamanku, lalu menceritakan segala-galanya tentang kucing yang hilang sambil mengatakan bahwa ia merasa akulah yang mencurinya. la lantas bertanya pada pamanku, apakah dia tahu-menahu tentang kucing itu." "Dan tentunya kau disuruh pergi oleh Jake, ketika mendengar kejadian itu," kata Pip. "Aku tidak dilaporkannya pada polisi itu," kata Luke. "Katanya, ia sama sekali tidak tahu tentang kucing yang dicuri orang, dan sudah berminggu-minggu ia tidak melihat aku. Ia juga tidak kepingin bertemu dengan aku, katanya pada polisi itu. Tapikurasa seluruh perkemahan sirkus pasti akan digeledah, karena polisi itu begitu yakin bahwa Dark Queen disembunyikan di sana." "Dan kurasa mereka akan sekaligus mencari dirimu," kata Bets. "Betul," jawab Luke. "Yah - pamanku menunggu sampai polisi itu sudah pergi lagi. Setelah itu aku didatangi, dan disuruhnya pergi. Katanya ia tak peduli jika aku minggat dari rumah ayah tiriku. Tapi ia tak mau menolongku melarikan diri dari kejaran polisi." "Tapi kau kan tidak bisa pulang ke ayah tirimu?" kata Pip, "Dia kan jahat terhadapmu!" "Memang, tidak bisa," kata Luke. "Aku kan tidak kepingin dihajar sampai setengah mati?! Tapi - lalu apa yang akan kukerjakan sekarang? Aku kemari karena kurasa kalian bisa memberi aku makanan sedikit. Sejak tadi siang perutku belum terisi apa-apa. Aku sudah lapar sekali!" "Aduh, kasihan!" kata Bets. "Tunggu, akan kuambil-kan makanan untukmu. Dalam tempat penyimpanan makanan masih ada perkedel dan kue-kue." "He, Bets - jangan gila-gilaan," kata Pip sambil menarik tangan adiknya untuk mencegahnnya pergi. Apa kata Ibu besok, apabila melihat perkedel dan kue itu sudah tidak ada lagi? Kau kan tidak bisa bohong, mengaku tidak tahu apa-apa mengenainya. Jadi kau terpaksa berterus terang. Lalu kau ditanyai pada siapa makanan itu kauberikan - dan pasti akan timbul dugaan, kau memberikannya pada Luke." "Kalau begitu, apa yang bisa kita berikan padanya?" tanya Bets. "Roti dengan mentega," kata Pip. "Kalau itu, tidak gampang ketahuan. Kecuali itu kita juga bisa mengambil kue-kue kecil yang disimpan dalam kaleng. Dan buah-buahan juga masih banyak." "Itu saja sudah cukup," kata Luke lega. Bets lantas bergegas masuk ke dapur. Di dalam kakinya tersandung kucing, sampai ia terjatuh. Tapi tidak sakit Dengan cepat diambilnya makanan, ialu dibawanya ke tempat Luke dan Pip. Luke segera makan dengan lahap. Kelihatannya lapar sekali. "Nah. lebih enak rasanya sekarang," katanya kemudian. "Menurut pendapatku, tak ada yang lebih sengsara dibandingkan dengan perut lapar." "Lalu di mana kau tidur malam ini?" tanya Pip. "Entahlah," jawab Luke. "Di mana saja, di bawah semak. Kurasa lebih baik aku menjadi kelana saja." "Jangan," kata Bets. "Tinggal saja di tempat kami untuk sementara. Kau bisa tidur dalam pondok peranginan ini. Kasur dari kursi ayunan bisa kita taruhkan di atas bangku situ. Kau tidur di atasnya." "Dan setiap hari akan kami antarkan makanan untukmu, sampai sudah ada rencana lebih lanjut," kata Pip. Ia mulai bersemangat. "Pasti asyik nanti." "Aku tidak mau merepotkan kalian," kata Luke. "Ah, tidak." kata Pip. "Kau tinggal saja di kebun kami, dan siapa tahu nanti kita berhasil membongkar teka-teki hilangnya Dark Queen. Setelah itu, kalau semuanya sudah beres, kau bisa kembali ke tempatmu bekerja." "Kuambil saja sekarang kasur itu," kata Bets, lalu lari ke tempat gelap. Ia berhasil sampai ke tempat kursi ayunan tanpa mengalami kesukaran, karena sementara itu matanya sudah terbiasa memandang dalam gelap. Pip bergegas membantunya. Kasur mereka gotong berdua ke tempat Luke menunggu sambil duduk dalam pondok. Kasur digelar di atas bangku. Setelah itu Pip lari ke garasi, mengambil selembar selimut tua. "Malam ini agak hangat," katanya pada Luke, "jadi kau takkan kedinginan nanti. Besok pagi akan kami antarkan sarapan untukmu." "Tapi bagaimana dengan tukang kebun kalian?" tanya Luke takut-takut. "Pukul berapa dia datang? Apakah dia akan masuk ke sini?" "Saat ini orang itu sedang sakit," kata Pip. "Paling cepat beberapa hari lagi ia baru masuk kembali. Ibuku sudah jengkel saja. Soal sayur-sayuran di kebun dapur. Katanya tanaman itu perlu disiangi. Beberapa kali ia sudah mencoba menyuruh aku dan Bets melakukan-nya. Tapi aku paling tidak suka disuruh mencabuti rumput liar." Luke merasa lega. "Kalau begitu aku bisa aman di sini." katanya. "Baiklah. Terima kasih - dan selamat tidur." Pip dan Bets kembali ke rumah, langsung masuk ke kamar tidur masing-masing. Keduanya bergairah, membayangkan betapa kaget teman-teman besok apabila mendengar bahwa Luke ada dalam kebun dan semalam tidur di situ. Bets meringkuk di tempat tidurnya dengan perasaan bahagia. Ia senang. karena bisa menolong Luke. Ia senang pada anak yang baik hati itu. Keesokan paginya setelah bangun, Pip duduk sebentar di tepi tempat tidur. Ia berpikir-pikir. Apa kiranya hidangan sarapan pagi itu. Kalau susis, pasti ia akan bisa menyelundupkan beberapa potong dan mengantarkannya pada Luke. Tapi kalau yang disajikan telur rebus - wah, sulit! Ah, pokoknya ia pasti bisa mengambilkan roti dengan mentega. Saat itu Bets sedang memikirkan hal yang sama. Anak perempuan itu cepat-cepat berdandan, lalu turun ke bawah. Sambil berjalan ia berpikir-pikir, apakah ia sempat memotong roti dan mengolesinya dengan mentega, sebelum ada yang masuk ke kamar makan Menurut perasaannya, pasti bisa! Tapi ketika ia sedang asyik mengiris roti tebal-tebal. tahu-tahu ibunya masuk ke kamar makan. Ibu memandang Bets dengan heran. "Kau sedang berbuat apa?" tanya Ibu. "Sudah begitu laparkah, sehingga tidak bisa menunggu saat sarapan? Aduh, tebal sekali irisanmu itu, Bets!" Kasihan - Bets terpaksa meletakkan irisan roti tebal itu ke piringnya, lalu memakannya sampai habis. Setelah itu menyusul bubur. Pip dan Bets menghabiskan isi piring masing-masing. Setelah itu nyaris saja kedua anak itu bersorak gembira. Sebuah basi berisi sosis dihidangkan. Mata Pip dan Bets bersinar-sinar. Mereka pasti akan bisa mengambilkan satu atau dua potong sosis, untuk Luke. "Bolehkah aku minta dua sosis kali ini?" tanya Pip. "Aku juga," sambung Bets. "Astaga - lapar sekali kau rupanya, Bets!" kata ibunya. Tapi diberikannya juga masing-masing dua. Ayah mereka sedang asyik membaca koran, jadi takkan bisa melihat apa yang mereka kerjakan. Tapi Ibu? Ibu bisa melihat dengan jelas. Nah - bagaimana caranya supaya susis itu bisa disembunyikan? Repot juga persoalannya. Tapi saat itu Annie, pembantu mereka, masuk ke kamar makan. "Nyonya mau membeli bendera untuk mengumpul-kan derma bagi rumah sakit desa ini?" tanya Annie. "Nona Lacy yang menawarkan. la menunggu di pintu depan." "O ya, tentu saja," jawab Bu Hilton. la bangkit untuk mengambil tasnya, yang ketinggalan di tingkat atas. Pip dan Bets saling mengedipkan mata. Dengan cepat Pip mengeluarkan sapu tangan dari kantongnya, lalu susis dibungkus di dalamnya. Bets juga melakukan perbuatan yang sama. Tapi sayangnya - sapu tangannya tidak begitu bersih! Susis yang sudah terbungkus sapu tangan cepat-cepat dijejalkan ke dalam kantong bersama beberapa iris roti. Saat itu ibu mereka datang lagi. la melongo, memandang kedua piring yang sudah licin tandas. "Pip! Bets! Cepat sekali kalian makan pagi ini! Kalau makan jangan bergegas-gegas. Bukan main - kalian kan tadi mendapat susis masing-masing dua potong! Dan bubur sepiring penuh!" Bets tercekikik. Pip cepat-cepat menendang kaki adiknya di bawah meja. Setelah itu mereka tidak berani lagi mencoba mengambil makanan lain dan cepat-cepat mengantonginya. Mereka merasa Ibu masih menatap mereka terus dengan heran dan bingung. Ternyata Luke senang sekali menerima bawaan roti beserta susis. Pip dan Bets juga membawakan air minum untuknya. Luke duduk sambil makan dalam pondok peranginan. Ketiganya berunding sambil berbisik-bisik. "Nanti siang akan kami bawakan makanan lagi," kata Pip. "Sedang buah-buahan bisa kaupetik sendiri, ya Luke?" Luke mengangguk. Diteguknya air dingin sampai habis, lalu dikembalikannya gelas yang sudah kosong. Saat itu terdengar suara seseorang memanggil-manggil. Bets bangkit dengan segera. "Itu Fatty - dengan Buster!" katanya. "Hai, Fatty - kami ada di sini! Dalam pondok!" Fatty masuk ke kebun, bersama Buster. Anjing kecil itu langsung lari masuk ke pondok peranginan, sambil menggonggong dengan gembira melihat kawannya ada di situ. Luke menepuk-nepuknya. Sesampai di ambang pintu pondok, Fatty tertegun. Mulutnya ternganga lebar, heran melihat Luke ada di situ, Bets tertawa melihat anak gendut itu melongo. "Kami menyembunyikannya di sini," katanya sebagai penjelasan pada Fatty. "Dan makanan, setiap kali kami antarkan untuknya. Asyik deh! Fatty, tidak bisakah kita menyelesaikan soal pencurian itu, supaya Luke tidak perlu takut lagi? Yuk, kita cepat-cepat saja membongkar teka-teki itu!" Setelah itu mereka lantas menceritakan segala kejadian kemarin malam pada Fatty. Kemudian muncul pula Larry dan Daisy. Kedua anak itu pun mula-mula kaget, lalu ikut bergembira. Menyenangkan sekali suasana dalam pondok pagi itu. "Mana peluit yang kita temukan dalam kandang kucing?" tanya Pip. Benda itu disodorkan untuk dilihat oleh Luke. "Kami menemukannya dalam kandang," kata Fatty. "Dan karena menurut perasaan kami Pak Goon pasti akan melihatnya, lalu Pak Tupping akan memberi tahu peluit ini kepunyaanmu, maka kami lantas mengambil-nya dari situ. Setelah itu kami memasukkan berbagai tanda bukti palsu ke dalam kandang. Kau pasti tertawa jika melihatnya. Aku meletakkan sepotong puntung cerutu ke situ, dan sepotong lagi ke bawahnya!" Luke bersiul. "Wah!" katanya. "Itu rupanya sebabnya, kenapa Pak Goon tahu-tahu gelisah ketika melihat pamanku mengisap cerutu! Mulanya aku tidak mengerti. Kata pamanku, muka polisi itu berubah menjadi ungu, ketika Paman mengambil sebatang cerutu dan menyalakan-nya. Paman pernah menerima hadiah cerutu satu kotak. Apabila ia perlu berhati-hati dalam berbicara dengan seseorang, ia selalu menyalakan sebatang cerutu dan mengisapnya. Katanya, dengan begitu ia bisa berpikir lebih baik." Anak-anak cekikikan membayangkan puntung cerutu Fatty menyebabkan Pak Goon gelisah ketika melihat Jake mengisap cerutu. Kemudian Luke memperhatikan peluit yang dipegang Fatty. "Ya - itu memang buatanku," katanya, "tapi kemudian tercecer entah di mana, dalam kebun. Kenapa tahu-tahu ada dalam kandang kucing? Aku membuatnya sudah beberapa bulan yang lalu." Anak-anak kembali membicarakan kejadian misterius itu. Tapi mereka tak berhasil menemukan penjelasan. Luke tetap berkeras mengatakan, selama ia bekerja dekat kandang tak ada orang lain datang. Jadi kalau begitu, bagaimana Dark Queen bisa tahu-tahu hilang? Anak-anak semua menyisakan makanan mereka sedikit, untuk diberikan pada Luke. Daisy nyaris saja mengalami kesulitan, ketika hendak memasukkan kue berlapis selai ke dalam kantongnya. Kebetulan ibunya memandang ke arahnya, dan melihat perbuatan itu. Tentu saja Ibu sangat marah. "Daisy! Mau kauapakan kue selai itu? Masak dimasukkan ke dalam kantong?!" "Aduh - aku ini bagaimana," kata Daisy sambil mengeluarkan kue itu lagi dan memandangnya dengan heran. "Kusangka sapu tanganku." "Kalau kau bermaksud hendak mengambilkan kue itu untuk diberikan pada anjing Frederick - tidak boleh!" kata ibunya lagi. "Anjing itu sudah terlampau gemuk!" "Ah, Bu - masak aku memberikan makanan pada Buster," kata Daisy serius. "Tak mungkin!" Tapi toh cukup banyak makanan yang berhasil diselundupkan anak-anak untuk Luke. Mereka juga membawakan air dalam ember, serta sabun dan selembar handuk yang sudah tua. Setiap malam mereka mengatur tempat tidurnya dalam pondok peranginan. Sebagai balas jasa, Luke bekerja dalam kebun sayuran setiap kali ibu Pip dan Bets sedang pergi. Rumput liar dicabuti, galangan dibersihkan. Pokoknya, kebun itu rapi nampaknya sekarang. Letaknya agak jauh dan rumah, jadi Luke takkan nampak apabila sedang bekerja di situ. "Aku harus berbuat sesuatu untuk membalas kebaikan hati kalian," katanya pada Pip dan Bets. Kedua anak itu semakin menyenangi Luke karenanya. Tiga hari anak itu tinggal dalam kebun keluarga Pip dan Bets. Setelah itu mulai lagi terjadi berbagai peristiwa. 14 PAK GOON CURIGA Pada suatu hari Bu Hilton masuk ke kebun. la tercengang. ketika melihat kebun sayuran tahu-tahu sudah begitu rapi. Dipandangnya kebun itu sesaat sambil melongo. Kemudian dipanggilnya Pip dan Bets. Ibu tersenyum sayang. "Pip! Bets! Kalian memang anak-anak yang baik! Kalian mencabuti rumput liar di kebun sayuran selama tukang kebun sakit, tanpa mengatakan apa-apa padaku! Aku senang sekali, Nak!" Bets sudah membuka mulut untuk mengatakan bahwa bukan dia serta Pip yang melakukannya. Tapi Pip menatapnya dengan tampang yang begitu galak, sehingga Bets cepat-cepat menutup mulutnya kembali. Tapi kini mukanya memerah. Muka Pip juga menjadi merah. Kedua anak itu merasa tidak enak, karena dipuji untuk sesuatu perbuatan yang sebenamya bukan mereka yang melakukan. Tapi bagaimana mereka bisa mengaku berterus-terang, tanpa menyebabkan Luke terbongkar rahasianya? Hampir sama tidak enaknya dipuji tanpa sepantasnya dipuji, seperti halnya dipersalahkan untuk sesuatu yang bukan kita yang melakukan," pikir Pip. "Wah - kurasa sekarang aku dan Bets terpaksa menyiangi kebun itu sedikit - supaya bisa dengan tenang mengaku telah bekerja, walau bagian yang terbesar sebenarnya dilakukan oleh Luke!" Kawan-kawan mereka tercengang ketika melihat Pip dan Bets menyiangi rumput liar dalam kebun sayuran. Kedua anak itu merasa benar-benar berjasa sekarang. Luke tertawa melihat mereka. "Bets mencabuti setengah dari selada yang disemai-kan tukang kebun," katanya bercerita. "Rupanya ia mengira tanaman itu rumput liar. Tapi tak apa, Bets - masih cukup banyak selada yang tersisa dalam kebun!" Pada suatu siang Pak Goon berjumpa dengan Fatty yang sedang lewat bersama Buster. Dipanggilnya anak gendut itu. "Aku ingin bicara sebentar denganmu, Frederick," kata Pak Goon dengan gaya sok penting. Polisi desa itu mengeluarkan buku catatan hitamnya yang besar dari dalam kantong, lalu membalik-balik halamannya. "Maaf, tak sempat," kata Fatty dengan sopan. "Aku sedang berjalan-jalan dengan Buster." "Kau berhenti di tempatmu sekarang," kata Pak Goon mulai marah. "Kukatakan tadi, ada sesuatu yang perlu kukatakan padamu." "Biasanya yang Anda katakan cuma, 'Ayo Pergi'," tukas Fatty. "Anda tahu pasti, bukan itu yang hehdak Anda katakan?" "Kapan-kapan, Anak muda - kapan-kapan kau pasti akan ditahan, karena menghina polisi," kata Pak Goon dengan suara geram. "O ya?" kata Fatty dengan penuh minat. "Nah - ini dia," kata Pak Goon. Rupanya ia berhasil menemukan halaman yang dicari dalam buku catatan-nya. "Ya, ini dia! Tanggal lima bulan ini, Frederick, kau bersama empat orang anak berkeliaran di perkemahan sirkus dan berbicara dengan seseorang bernama Jake." "Tepat," sambut Fatty. Dalam hati ia bertanya-tanya, apalagi yang akan datang berikutnya. "Sopan sedikit, ya!" bentak Pak Goon. Fatty memandangnya dengan sikap begitu tak bersalah, sehingga sudah gatal saja rasanya tangan Pak Goon karena ingin menempeleng. Sikap sopan Fatty kadang-kadang bisa sangat menjengkelkan. "Yah, bilang saja Anda mau apa," kata Fatty. "Aku benar-benar harus terus sekarang - karena Buster sudah tidak sabar lagi!" "Guk," gonggong Buster. Ternyata anjing itu juga pintar bersandiwara. Ia pura-pura sudah tidak tahan lagi. "Begini," kata Pak Goon. Didekatkannya mukanya ke muka Fatty, yang langsung mundur selangkah, "begini - aku kepingin tahu, Luke waktu itu ada di perkemahan, ya kan?" "O ya?" balas Fatty bertanya. "Kalau Anda tahu pasti, kenapa bertanya lagi padaku? Silakan cari saja dia di sana!" "Nah, itu dia persoalannya," kata Pak Goon. "Dia tidak ada lagi di sana sekarang! Salah seorang anak sirkus membuka rahasia ...." "Rahasia?" tanya Fatty dengan tampang tolol. "Rahasia apa, Pak. Wah - jangan-jangan tentang Dark Queen! Anda melihat kucing itu? Di mana dia sekarang? Anda sudah menemukan kucing itu rupanya! Di mana ...." "Diam!" bentak Pak Goon. "Yang kumaksudkan dengan 'rahasia', bukan Dark Queen. Kau sebenarnya juga sudah mengerti. Maksudku tadi, salah seorang anak sirkus bercerita, ia melihat Luke di sana. Tapi ketika kucari, ternyata sudah tidak ada lagi." "Sial ya, Pak," kata Fatty ikut prihatin. Pak Goon menatapnya sambil melotot. Fatty membuka mulut lagi, "Lho, aku tidak boleh mengatakan, 'Sial', Pak? Maksudku cuma ingin ikut prihatin." Pak Goon menarik napas dalam-dalam. Lalu mengetengahkan hal yang dari semula hendak dikatakan olehnya. "Kau serta kawan-kawanmu tahu, di mana Luke sekarang," katanya. "Betul, kan? Aku cuma ingin memperingatkan saja - jika kalian menyembunyikan anak itu, atau tidak melaporkan pada polisi walau tahu di mana ia berada, kalian nanti akan mengalami kesulitan besar. Kesulitan yang mahabesar!" Fatty kelihatan kaget. Apa sebabnya Pak Goon curiga bahwa anak-anak tahu di mana Luke kini berada, atau bahkan menyembunyikan anak itu? "Apa sebabnya Anda beranggapan kami hendak menyembunyikan Luke, Pak?" tanyanya. "Seolah-olah kami ini bisa menyembunyikan dirinya tanpa ketahuan oleh Anda! Wah - polisi cerdas seperti Anda kan tahu segala-galanya!" "Ya - lebih banyak yang kuketahui daripada sangkaan kalian," kata Pak Goon. Dan dengan begitu pembicaraan selesai. Pak Goon menutup buku catatannya dengan sikap tegas, lalu melanjutkan perjalanan. Sedang Fatty berjalan lagi sambil berpikir-pikir. "Rupanya Pak Tupping mengintip dari balik tembok, lalu melihat Luke sekilas," pikirnya. "Atau merasa seperti melihatnya. Sialan! Kita tidak kepingin terlibat dalam kesulitan. Tapi kalau begitu, bagaimana dengan Luke? Mungkin sebaiknya anak itu disuruh pergi saja dari sini, dengan dibekali uang." Ketika Fatty menceritakan kejadian itu pada keempat temannya, anak-anak mendengarkan dengan penuh minat. Bets langsung bingung. "Jangan suruh Luke pergi," pintanya. "Mungkin kita berhasil membongkar rahasia pencurian itu, dan sesudah itu Luke bisa kembali bekerja pada Lady Candling." "Kita takkan bisa membongkarnya," kata Fatty dengan nada suram. "Ternyata kita tak secerdik sangkaan kita sendiri. Kurasa bahkan Inspektur Jenks pun takkan berhasil menyibakkan misteri Dark Queen." "O ya!" seru Daisy dengan segera. la teringat kembali, betapa ramah sikap Inspektur Jenks pada mereka pada liburan Paskah yang lalu, ketika mereka berhasil membongkar rahasia suatu kejadian misterius. "Betul - Inspektur Jenks! Aku sampai lupa padanya! Tidak bisakah kita menghubungi dia dan melaporkan perkara Luke padanya? Aku merasa pasti, Pak Inspektur takkan memasukkan anak itu ke penjara. Tentu dia mau menyimpan rahasia kita." "Begitu pendapatmu?" kata Larry. "Yah - pokok-nya aku sama sekali tidak melihat jalan keluar dari musibah ini. Jika si Ayo Pergi menggeledah kebun rumah Pip, pasti Luke akan ditemukannya di situ. Kecuali anak itu, nanti kita pun akan mengalami kesulitan besar! Yuk-kita laporkan saja urusan ini pada Pak Inspektur. Dia dulu kan mengatakan selalu bersedia menolong kita, apabila bisa!" "Aku suka pada Inspektur Jenks," kata Bets. "Ah - kau ini, pada siapa pun kau selalu suka," kata Pip. "Siapa bilang?! Aku tidak senang pada Pak Tupping, atau Pak Goon," tukas Bets. "Yuk, kita laporkan saja segala-galanya pada Pak Inspektur. Kurasa ia pasti mau mengerti." "Aku akan meneleponnya." kata Fatty. Teman-temannya memandang dirinya dengan kagum. Menurut perasaan mereka Fatty hebat, berani menelepon orang yang menurut Bets merupakan 'polisi yang tinggi, tinggi sekali kedudukannya'. Ternyata Fatty menepati janji. Ia pulang ke rumah, menunggu dulu sampai tak ada orang lain yang bisa ikut mendengarkan, lalu memutar nomor telepon kantor polisi di kota besar tempat Inspektur Jenks bekerja. Untung baginya, Inspektur itu kebetulan ada di kantor. "Ah - ini Frederick Trotteville?" kata petugas polisi itu dengan suara ramah. "Apa kabar? Mudah-mudahan semua dalam keadaan sehat. Ya - aku masih ingat pengalaman kita yang menarik selama liburan Paskah yang lewat - ketika kau bersama teman-temanmu berhasil membongkar teka-teki pondok yang terbakar - harus kuakui, kalian hebat waktu itu. Dan - sejak itu ada lagi misteri lain yang berhasil kalian selidiki sampai terbongkar?" "Begini, Pak," kata Fatty memulai laporannya, "di sini ada suatu misteri, yang tidak bisa kami pecahkan. Sungguh - tidak bisa! Aku tidak tahu, apakah Anda sudah mendengar laporan mengenainya. Ada seekor kucing hilang - seekor kucing yang sangat berharga." Di seberang sambungan tak terdengar apa-apa selama beberapa saat. Rupanya Pak Inspektur sedang mengingat-ingat. Kemudian terdengar lagi suaranya lewat kabel telepon. "Ya - laporan mengenai kejadian itu sudah sampai padaku. Aku ingat lagi sekarang. Kalau tidak salah, sahabat kalian Pak Goon yang berwenang menangani persoalan aneh itu." "Wah, Pak - sebetulnya dia bukan kawan kami," kata Fatty berterus-terang. "Tapi orang yang disangka melakukan kejahatan itu - dia itu yang kawan kami. Dan karena itulah aku menelepon Anda sekarang. Kami agak bingung saat ini. Mungkin saja Anda bisa membantu kami dengan saran-saran." "Terima kasih atas kepercayaan kalian padaku," kata Pak Inspektur. "Kebetulan besok aku ada tugas luar, dan lewat di desa kalian. Ada tidak kemungkinannya kalian mengundang aku makan sore sambil minum teh - katakanlah, piknik di tepi sungai?" "Wah, tentu saja bisa, Pak!" kata Fatty dengan gembira. "Kalau begitu beres! Nanti akan kami ceritakan segala-galanya pada Anda." "Jadi beres," kata Inspektur Jenks. "Sekitar pukul empat sore aku akan sampai di jalan tempat tinggal kalian. Senang rasanya bisa berjumpa kembali. Kau sependapat, kan?" "Ya, tentu saja, Pak!" kata Fatty. "Sampai besok, Pak - dan terima kasih banyak." Sehabis menelepon, ia bergegas kembali ke rumah Pip. Anak-anak yang lain ternyata berkumpul di kebun. "Beres!" kata Fatty setelah sampai di situ. "Pak Inspektur akan minum teh bersama kita besok sore. Kita piknik di tepi sungai. Nanti akan kita ceritakan segala-galanya padanya." "Dia benar-benar akan kemari, Fatty? Kau mengun-dangnya makan sore bersama kita? Wah - kau hebat, Fatty!" seru teman-temannya. Dada si gendut mulai membusung lagi. "Urusan begitu memang harus dilakukan oleh orang semacam aku ini," katanya bangga. "Bagiku, mem-bereskan soal-soal begitu merupakan urusan kecil. Pokoknya, serahkan saja padaku ...."' "Tutup mulut!" seru Larry dan Pip dengan segera. Tapi mereka tidak sungguh-sungguh kesal kali ini. Soalnya, semua terlalu gembira membayangkan akan berjumpa lagi dengan Inspektur ramah yang bertubuh besar itu. Apalagi Bets, anak itu gembiranya bukan main. la sangat menyenangi Pak Inspektur, dan waktu itu dengan cepat semua persoalan bisa langsung dibereskan olehnya. Siapa tahu, mungkin kini ia akan berhasil lagi! "Kita persiapkan hidangan teh yang enak untuknya," kata Daisy. "Kita ceritakan pada ibu-ibu kita siapa yang akan datang. Pasti nanti kita diijinkan membawa apa saja yang kita inginkan. Bahkan kaum dewasa pun menganggap seorang inspektur perlu diperlakukan secara istimewa!" Ternyata ucapan Daisy tepat. Begitu para ibu mengetahui bahwa Pak Inspektur Jenks bersedia untuk ikut berpikriik dengan anak-anak mereka, langsung tersedia hidangan yang serba enak. Anak-anak mengemaskan segala perbekalan yang disediakan, lalu berdiri di depan pintu pekarangan depan. Mereka menunggu Inspektur Jenks datang. Tapi tahu-tahu Pak Goon muncul naik sepeda. Begitu melihat anak-anak berdiri di situ, ia langsung turun dan menghampiri. "Aku ingin bicara dengan kalian," katanya dengan gayanya yang sok aksi. "Maaf, tapi kami mau piknik," kata Larry. "Anda pasti kepingin ikut, karena piknik kali ini benar-benar sedap." Bets mulai menyebutkan, apa-apa saja yang mereka bawa. Pak Goon mcmandang bekal makanan mereka dengan heran. "Makanan sebanyak itu akan kalian makan sendiri?" tanyanya curiga. Fatty langsung menduga, pasti polisi desa itu menyangka bekal itu sebagian akan diberikan pada Luke. Fatty meringis. "Wah, tidak Pak," katanya, "makanan ini bukan untuk kami sendiri saja. Ada orang lain yang ikut kebagian. Tapi takkan kami katakan, siapa orang itu. Nanti rahasia terbongkar." "Hmmm!" Pak Goon bertambah curiga. "Kalian hendak piknik ke mana?" "Di tepi sungai," jawab Bets. Pak Goon lantas pergi lagi, sambil berpikir-pikir. Fatty tertawa geli melihatnya. "Pasti ia mengira kita hendak mengantarkan makanan ini ke tempat Luke bersembunyi," katanya. "Ia tidak tahu kita akan piknik bersama Pak Inspektur. He - pasti asyik nanti, apabila ia membuntuti kita lalu menyergap karena menyangka Luke ada bersama kita. Tidak tahunya, selama itu kita terus bersama Pak Inspektur." "Ya, hebat," kata Daisy. "He - itu dia Inspektur Jenks datang!" Inspektur itu datang naik mobil polisi berwarna hitam. Mobil dinas itu diparkir dalam garasi di rumah Pip. Setelah itu ia menyalami anak-anak. "Senang rasanya bisa ketemu lagi dengan kalian," katanya sambil tersenyum cerah. "Nanti dulu - bagaimana sebutan diri kalian waktu itu? O ya - Pasukan Mau Tahu, ditambah seekor Anjing! Ya, betul - dan ini dia anjingnya. Anjing manis!" Mereka lantas menuju ke sungai. Bets berjalan bergandengan tangan dengan Pak Inspektur. Petugas polisi itu bertubuh tinggi besar, dengan mata bersinar jenaka serta mulut yang selalu tersenyum. Tampangnya memancarkan sinar cerdas. Potongannya rapi, dengan pakaian seragam kepolisian. Bets asyik bercerita, menyebutkan apa-apa saja yang dijadikan bekal piknik. "Wah, timbul seleraku mendengar ceritamu," kata Inspektur Jenks. "Sebaiknya kita langsung saja makan! Nah - di mana enaknya kita duduk?" 15 PAK GOON BINGUNG Mereka menemukan tempat yang teduh dan nyaman, di tepi air. Di belakang mereka terdapat tebing yang menjorok ke depan, ditumbuhi pepohonan. Takkan mungkin ada orang bisa melihat mereka di situ. Tempat itu cocok sekali untuk berunding. Mula-mulanya anak-anak sama sekali tak menying-gung kesulitan yang sedang mereka hadapi. Mereka makan dengan lahap. Pak Inspektur pun kelihatannya sangat menikmati hidangan piknik itu. Acara sore itu sangat meriah. "Nah -" kata Pak Inspektur kemudian, ketika bekal makanan tinggal sedikit yang tersisa, "bagaimana kalau kita sekarang berbicara dengan serius sebentar? Aku sudah mempelajari laporan perkara yang kalian ceritakan padaku lewat telepon kemarin, jadi aku sudah tahu perinciannya. Tapi aku masih ingin mendengar apa yang hendak kalian ketengahkan. Kata Frederick kemarin, anak yang bernama Luke itu teman kalian?" Anak-anak mulai bercerita dengan bersemangat. Semua yang mereka ketahui disampaikan pada Inspektur Jenks. Tapi mereka tidak bercerita tentang tanda-tanda bukti palsu yang mereka pasangkan untuk menipu Pak Tupping dan Pak Goon. Anak-anak merasa kurang enak, kalau hal itu diceritakan. Akhirnya mereka sampai pada bagian, pada saat mereka berbicara dengan Luke di sirkus, lalu anak itu pada suatu malam datang ke rumah Pip. "Dan sejak itu kami yang memberi makan padanya, sedang tidurnya dalam pondok peranginan di kebun kami," kata Pip. "Tapi sekarang kami merasa bahwa si Ayo - eh, maksudku Pak Goon - kami merasa Pak Goon tahu di mana Luke kami sembunyikan. Kami khawatir jika anak itu kami sembunyikan terus, nanti dia dan juga kami sendiri akan terjerumus dalam kesulitan." "Untung kalian mau menghubungi aku," kata Pak Inspektur. "Itu tindakan yang bijaksana! Ya, betul - sudah jelas kalian tidak boleh menyembunyikan Luke. Pertama-tama, apabila anak itu lari lalu menyembunyi-kan diri, maka sangkaan terhadapnya akan semakin kuat. Jadi jangan minggat, kalau ada kesulitan! Tapi kalian tidak perlu khawatir, dia takkan dimasukkan ke dalam penjara. Umurnya kan baru lima belas! Lagipula kami tidak seenaknya saja memenjarakan orang, sebelum terbukti bahwa Luke itu melakukan kejahatan. Sama sekali belum terbukti bahwa Luke yang mencuri kucing itu - walau harus kuakui bahwa kedudukannya sangat lemah. Kalian sependapat kan, dengan aku?" "Ya, memang," kata Fatty. "Justru itulah yang sangat membingungkan kami. Soalnya begini, Pak Inspektur. Kami mengenal Luke dan juga senang padanya. Tak bisa kami bayangkan, bagaimana anak baik kayak dia bisa berbuat seperti itu. Anaknya agak dungu, dan selalu takut-takut kalau menghadapi orang dewasa, karena takut dimarahi atau dipukul. Padahal anak itu baik sekali hatinya. Tapi Pak Goon dan Pak Tupping begitu yakin, dialah yang melakukan perbuatan itu." "Yah, kunasihatkan agar Luke keluar saja dari persembunyiannya lalu bekerja kembali," kata Inspek-tur Jenks. "Eh - kurasa ia tidak perlu bilang apa-apa tentang di mana ia selama ini, serta siapa yang menyembunyikan dirinya. Itu sama sekali tidak perlu disebut-sebut." "Tapi kalau begitu ia harus kembali ke ayah tirinya," kata Bets, "dan Pak Inspektur, ayah tirinya itu kejam sekali. Pasti Luke akan dipukul olehnya." "Tidak," kata Inspektur Jenks. "Aku akan bicara dulu dengan ayah tiri itu. Akan kalian lihat nanti, sejak itu Luke takkan disentuhnya sedikit pun. Sementara itu aku akan mendalami misteri ini - siapa tahu aku bisa berhasil menyibakkannya sedikit. Dari apa yang kudengar dari kalian, kelihatannya urusan ini sangat menarik." "Anda memang Inspektur yang baik hati," kata Bets, sambil memegang tangan petugas polisi itu. "Mudah-mudahan, jika pada suatu kali aku melakukan sesuatu kesalahan besar, Andalah yang menangkap aku - dan bukan orang lain!" Semuanya tertawa mendengar ocehan anak itu. "Kurasa kau takkan pernah melakukan sesuatu yang terlarang, Bets," kata Pak Inspektur, sambil tersenyup memandang tampang Bets yang begitu serius. "Kalau hal itu sampai terjadi, aku pasti akan sangat heran." "He - kenapa si Buster?" tanya Fatty saat itu. Anjingnya meninggalkan kelompok yang sedang asyik mengobrol itu. Kini terdengar gonggongannya di sebelah atas tebing. Kemudian menyusul suara seseorang. "Suruh anjing ini pergi! Jaga dia baik-baik, kalau tidak ingin kulaporkan!" "Wah - si Ayo Pergi!" bisik Daisy dengan nada senang. "Ternyata ia memang membuntuti kita! Kurasa sekarang ia menyangka kita di sini bersama Luke. Dan rupanya Buster tadi mendengar dia merangkak-rangkak ke sini, lalu menggonggonginya!" "He! Suruh anjing ini pergi!" Terdengar lagi suara Pak Goon yang marah-marah. Fatty naik ke atas tebing sambil menyusup di sela-sela semak yang menaungi. Sesampai di atas, dipandangnya Pak Goon yang marah sekali kelihatannya. "Ha! Sudah kusangka kalian ada di situ," kata Pak Goon. "Ya, dan aku juga tahu dengan siapa kalian di situ!" "Kalau begitu aku heran, apa sebabnya Anda tidak bersikap lebih sopan sedikit," kata Fatty seenaknya. "Sopan? Kenapa aku harus sopan?" tukas Pak Goon. "Nah, sekarang kalian tertangkap basah - menyem-bunyikan seseorang yang melakukan kejahatan! Sekali ini kalian sudah keterlaluan. Suruh anjingmu ini mundur. Biarkan aku turun ke tepi sungai, biar bisa kubekuk orang itu." Fatty terkikik pelan. Dipanggilnya Buster, lalu dipegangnya erat-erat pada kalung lehernya. Ia menepi dengan sopan sementara Pak Goon menerobos semak menuju ke bawah lalu meloncat ke tepi air. Menurut perkiraannya, ia akan berhadapan dengan empat anak yang ketakutan, serta Luke yang pucat pasi. Tapi betapa kaget dan ngeri polisi desa itu, ketika ternyata ia bertatapan mata dengan Pak Inspektur, atasannya! Pak Goon benar-benar bingung. Matanya yang sudah melotot semakin melotot, seolah-olah nyaris jatuh ke luar. Ia cuma bisa menatap Pak Inspektur, tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun. "Selamat sore, Goon," sapa atasannya itu. "S-s-s-," Pak Goon terbata-bata, meneguk ludah beberapa kali, lalu mencoba sekali lagi, "S-s-selamat sore, Pak - s-s-saya tak mem-mengira Anda ada di sini." "Kalau tidak salah, kudengar kau tadi mengatakan. hendak membekuk diriku," kata Pak Inspektur. Pak Goon meneguk ludah lagi. Tangannya merogoh-rogoh kerah, berusaha melonggarkannya. la mencoba terse-nyum. "Maaf, Pak - hendaknya Anda mau mengerti, Pak," katanya dengan suara gemetar, "Saya - anu, Pak - saya mengira akan menjumpai orang lain disini. S-saya t-t-tak mengira akan menjumpai Anda di sini." "Anak-anak ini memberi kehormatan padaku untuk memberi nasihat mengenai perkara kucing yang hilang dicuri orang," kata Inspekteur Jenks. "Duduklah, Goon. Ada baiknya jika kudengar keteranganmu mengenai kejadian itu. Kurasa penyelidikanmu mengenainya belum terlalu jauh, ya?" "Begini, Pak - saya punya berbagai tanda bukti. Pak," kata Pak Goon bersemangat. la berharap. dengannya akan berubah pandangan Inspektur Jenks terhadap dirinya. "Karena Anda toh hadir di sini. saya minta nasihat Anda mengenainya." Pak Goon mengeluarkan sebuah sampul putih dari kantongnya, lalu langsung membukanya. Dari dalam-nya dikeluarkan dua potong puntung cerutu, kancing berwarna biru, sepotong pita rambut, permen, serta tali sepatu berwarna coklat. Pak Inspektur memandang benda-benda itu sambil melongo. "Semuanya itu tanda bukti?" tanyanya kemudian. "Betul, Pak," jawab Pak Goon. "Saya menemukan-nya di tempat kejahatan itu terjadi, Pak. Dalam kandang kucing." "Semuanya ini sungguh-sungguh kautemukan dalam kandang kucing?" ulang Pak Inspektur, sambil memper-hatikan barang-barang itu dengan sikap tak percaya. "Permen ini juga kautemukan di situ, Goon?" "Ya, Pak - semuanya! Selama ini belum pernah saya menemukan tanda bukti sebanyak ini," kata Pak Goon, la senang, melihat Pak Inspektur tercengang. "Aku juga belum pernah," kata Inspektur Jenks. la menoleh sebentar ke arah anak-anak. Nampak mereka kaget sekali ketika melihat Pak Goon memperagakan barang-barang bukti palsu itu pada Inspektur Jenks. Di mata petugas polisi itu timbul kilatan jenaka. "Wah, Goon," katanya, "kau perlu diberi selamat, karena berhasil menemukan tanda bukti yang begini banyak. Eh - Anak-anak, kalian tidak kebetulan juga menemukan tanda-tanda bukti?" Fatty mengambil sampul surat tempatnya menaruh-kan barang-barang yang sama seperti yang ditemukan Pak Goon. Dibukanya sampul itu dengan serius dan lambat-lambat. Bets sudah kepingin tertawa, tapi tidak berani. "Aku tidak tahu apakah barang-barang ini bisa disebut bukti, Pak," kata Fatty. "Kurasa tidak bisa. Menurut kami, ini bukan apa-apa." Pak Goon melongo, ketika dari sampul itu dikeluar-kan benda-benda yang persis seperti barang-barang buktinya. Mula-mula permen. "Sebutir permen," kata Fatty dengan nada serius. Setelah itu menyusul potongan pita rambut. "Sepotong pita rambut," kata Fatty. Daisy meletus ketawanya. "Sepotong tali sepatu coklat," kata Fatty, sambil menarik benda itu keluar. Kemudian sampai giliran pada kancing biru. "Sebuah kancing biru - dan - eh - puntung cerutu dua potong!" "Dua potong!" ujar Pak Goon lemah. "Apa-apaan ini? Ada sesuatu yang aneh di sini." "Memang, bahkan sangat aneh," kata Inspektur Jenks. "Kalian kan sependapat denganku, Anak-anak?" Tapi mereka diam saja, karena tidak tahu apa yang harus dikatakan. Bahkan Fatty pun mernbisu. Padahal dalam hati ia memuji-muji Pak Inspektur, yang tidak membukakan rahasia walau sudah mengetahui segala-galanya! "Yah - kurasa semua bukti itu bisa kaumasukkan saja kembali ke dalam sampul, Goon," kata Pak Inspektur. "Kurasa tak banyak gunanya bagi penyelidi-kan kita. Ya, kan?" "Betul, Pak," kata Pak Goon. Kasihan, tampangnya ungu karena marah, heran dan kaget. Bayangkan - tanda-tanda buktinya yang begitu bagus ternyata sama dengan yang berada di tangan anak-anak itu! Kenapa bisa jadi begitu? Kasihan sekali - baru lambat-laun ia mengerti, yaitu ketika sudah berbaring di tempat tidurnya malam itu. Tapi ia toh tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tahu, soal tanda-tanda bukti itu tidak bisa diungkit-ungkitnya lagi, karena Pak Inspektur memihak pada anak-anak. "Dan sekarang," kata Pak Inspektur dengan suara lugas, "Kuusulkan agar kita mendatangi anak yang bernama Luke itu, Goon. Kita suruh dia keluar dari persembunyiannya, dan menghadapi urusannya secara jantan. Dia kan tak bisa bersembunyi terus selama berminggu-minggu." Entah untuk ketiga atau keempat kalinya sore itu, mulut Pak Goon ternganga kembali. Mendatangi Luke? Pergi ke tempat persembunyiannya? Dari mana lagi Pak Inspektur mengetahui urusan itu? Ia memandang anak-anak sambil melotot. Dasar anak-anak lancang - selalu mencampuri urusan orang lain! Kini, didampingi Pak Inspektur, ia takkan bisa lagi menakut-nakuti Luke apabila anak itu sudah ditemukan. Padahal ia kepingin sekali melakukannya! "Baiklah, Pak," katanya, lalu bangkit. "Kalian ikut," kata Inspektur Jenks pada anak-anak. "Kita akan berbicara dengan Luke yang malang itu - bicara baik-baik!" 16 TAK TERSANGKA-SANGKA Sementara Bets terus menggelantung pada lengan-nya, Pak Inspektur mendului berjalan merintis lapangan, lalu menyusur jalan. Sedang Pak Goon berjalan paling belakang. Buster mengendus-endus mata kaki polisi desa itu. Kelihatannya kepingin sekali menyambar. Tapi Pak Goon sama sekali tidak mengusir anjing kecil itu. Hatinya kecut, setelah mengalami kejadian mengejut-kan tadi. Anak-anak sama sekali tidak mengira, Pak Inspektur akan berkeras menyuruh Luke supaya jangan bersem-bunyi lagi dan kembali bekerja lagi. Mereka ingin tahu, apa kata Luke nanti mengenainya. Mereka berjalan terus, menyusur jalan. Fatty berusaha mengajak Pak Goon mengobrol, tapi polisi desa itu cuma merengut terus di belakang Inspektur Jenks. "Tepi sungai memang cocok sekali dijadikan tempat piknik - ya kan, Pak Goon?" kata Fatty dengan nada riang. "Aku heran, apa sebabnya Anda tidak ke sana sekali-sekali, kalau Anda sedang bebas tugas! Atau barangkali Anda tidak pernah bebas tugas, hm?" Pak Goon memberikan jawaban yang tak terdengar jelas, sambil melemparkan pandangan ke arah Fatty. Kalau pandangan itu api, pasti si gendut sudah habis terbakar. Tapi pandangan bukan api. Karenanya Fatty juga tidak apa-apa! "Aneh - kenapa kami sampai bisa menemukan tanda-tanda bukti yang sama seperti yang ada pada Anda, Pak Goon," kata Fatty lagi, masih dengan nada tidak tahu apa-apa. Daisy tidak bisa menahan gelaknya lagi. Dari mulut Pak Goon terdengar bunyi entah apa, sementara matanya semakin melotot. "Kalau kau teruskan juga, nanti dia kena serangan jantung. Fatty," kata Larry dengan suara pelan. Fatty meringis. la tidak mengatakan apa-apa lagi, cuma memandang kesibukan Buster dengan senang. Anjing kecil itu menyusup-nyusup di sela kaki Pak Goon. Benar-benar menjengkelkan! "Di dalam sini," kata Pip. ketika rombongan itu sampai di depan rumahnya. Mereka lantas masuk ke kebun. Kemudian Pip berhenti berjalan. Dipandangnya Pak Inspektur. "Apakah tidak sebaiknya aku saja yang masuk terlebih dulu, untuk mengatakan pada Luke bahwa Anda menyuruhnya keluar dan bekerja kembali?" katanya. "Anda tidak bisa membayangkan. betapa takut anak itu." "Kurasa itu ide baik," kata Inspektur Jenks, "tapi akulah yang akan masuk sendiri dan berbicara dengannya. Kalian tidak perlu khawatir. Aku tahu bagaimana caranya menghadapi anak-anak seperti Luke." Pak Goon merengut lagi. Dia yang tahu betul, bagaimana caranya memperlakukan anak-anak jahat, seperti Luke. Pak Inspektur terlalu lembut hatinya. Selalu mau memberi kesempatan! Tidak pernah mau langsung percaya, sebelum ada bukti-bukti nyata! Padahal kan sudah jelas, Luke itulah yang mencuri Dark Queen. Tapi Pak Goon tidak mengucapkan pendapatnya itu keras-keras. la mengambil tempat duduk di bangku terdekat, lalu mulai menulis dalam buku catatannya. Anak-anak sama sekali tak diacuhkan olehnya. Sementara itu Pak Inspektur masuk ke pondok peranginan, diantar oleh Pip. Tapi ternyata Luke tidak ada di situ. "Ah - di sana dia rupanya! Itu, di sana," kata Pip, sambil menuding ke arah kebun dapur. Nampak Luke sedang sibuk mengumpulkan sampah. "Katanya, ia tidak bisa duduk-duduk saja, tanpa berbuat apa-apa, Pak. Luke berpendapat kalau ia mencabuti rumput liar untuk kami, maka itu berarti balas jasa sekadarnya atas kebaikan budi." "Itu pikiran anak baik," gumam Pak Inspektur, sambil memperhatikan Luke bekerja. Dipandangnya anak itu dari kepala sampai ujung kaki. Kemudian ia berkata pada Pip, "Coba panggil dia kemari. Katakan aku temanmu! Setelah itu tinggalkan kami berdua di sini." "Hai, Luke!" panggil Pip. "Ini ada kawan baikku yang ingin berjumpa denganmu. Sinilah sebentar, bicara dengan dia." Luke berpaling - dan melihat seorang laki-laki bertubuh besar, berpakaian seragam biru. Mukanya langsung pucat. Ia berdiri seperti terpaku di tanah. "Bukan aku yang mencuri kucing," kata Luke setelah beberapa saat, sementara matanya masih tetap menatap Pak Inspektur. "Kurasa sebaiknya kauceritakan saja segala-galanya padaku," kata Inspektur Jenks. "Kita duduk saja di dalam pondok." Dibimbingnya Luke ke dalam pondok peranginan, di mana anak-anak sering berunding mengenai teka-teki hilangnya Dark Queen. Luke gemetar tubuhnya. Pip nyengir sebentar untuk menenangkan perasaan teman-nya itu, lalu menggabungkan diri kembali dengan teman-teman yang menunggu dalam kebun. Pak Goon berhenti sebentar menulis, lalu mendo-ngak. "Ah," katanya, "jadi di situ rupanya kalian menyembunyikannya - dalam kebun ini! Lalu kenapa kalian mengatakannya pada Inspektur, dan bukan padaku, hah? Kalian rupanya selalu hendak memojok-kan diriku!" "Wah, Pak Goon - masakan kami bisa berbuat begitu," kata Fatty. "Tak pernah terlintas dalam pikiranku, Anda mungkin bisa dipojokkan. Polisi pintar kayak Anda, tidak mungkin bisa dibegitukan!" "Sudah cukup ocehanmu sesore ini," kata Pak Goon dengan nada mengancam. "Selalu bersikap kurang ajar terhadapku. Kau ini memang anak jahat. Kalau aku ayahmu, aku tahu apa yang harus kulakukan terhadapmu!" "Mau permen, Pak Goon?" tanya Fatty, sambil menyodorkan permen yang diambilnya dari sampul putih. "Kurasa bukti-bukti ini sudah tidak diperlukan lagi. Jadi sebaiknya permen ini dimakan saja." Pak Goon mendengus jengkel, tapi tak mengatakan apa-apa lagi. Percuma saja berbicara dengan Fatty, karena anak itu selalu tidak mau kalah. Menurut perasaan Larry, pasti para guru di sekolahnya makan hati menghadapi anak gendut itu. Anak-anak kepingin tahu, bagaimana pembicaraan Luke dengan Pak Inspektur. Rasanya lama sekali mereka berdua di dalam pondok. Tapi akhirnya terdengar langkah-langkah mendekat di atas kerikil. Pak Goon menutup buku catatannya, lalu berdiri. Anak-anak menoleh, ingin tahu apakah Luke ikut datang bersama Inspektur Jenks. Ternyata memang - dan tampangnya nampak berseri-seri! Sedang Pak Inspektur tersenyum, dengan kilatan mata lucu seperti biasanya. Bets lari mengham-piri. "Jadi Luke kini tidak perlu bersembunyi lagi? Apa yang akan dilakukannya sekarang?" "Yah - senang rasanya hatiku bisa mengatakan bahwa Luke sependapat denganku, lebih baik bekerja kembali daripada bersembunyi terus di sini," kata Pak Inspektur. "Tapi bagaimana dengan ayah tirinya yang galak itu?" tanya Daisy. Hatinya tidak enak, membayangkan Luke dipukul terus. "Ah - soai itu masih harus kuatur pula," jawab Inspektur Jenks. "Sebetulnya aku ingin bicara sendiri dengan orang itu - tapi aku tak punya waktu lagi." Dipandangnya arlojinya sebentar, "Hm, ya - aku sudah harus kembali sekarang. Goon, kau pergi ke tempat ayah tiri Luke sekarang juga, dan katakan pada orang itu bahwa Luke tidak boleh lagi diperlakukan dengan sewenang-wenang. Kau juga harus mendatangi Pak Tupping, yang kalau tidak salah bekerja sebagai tukang kebun di rumah sebelah. Bilang padanya, Luke harus diterima bekerja kembali, dengan seijin Lady Candling tentunya, dan diperolehkan berkebun lagi di situ." Pak Goon terperanjat sekali kelihatannya. Tugas yang ditimpakan padanya itu sama sekali tidak mengenakkan hatinya. Karena bukankah sebelum itu ia sendiri yang memanas-manasi ayah tiri Luke dan juga Pak Tupping, agar anak itu diperlakukan dengan keras! Fatty menatap Pak Inspektur dengan tajam. "Kurasa dia menyuruh Pak Goon melakukannya, sebagai hukuman atas tindakannya menakut-nakuti Luke," pikir Fatty. Sementara itu Pak Inspektur menatap polisi desa itu lama-lama. "Kau mengerti instruksiku tadi, Goon?" katanya. Nada suaranya masih tetap ramah, tetapi mengandung kegalakan. Pak Goon buru-buru mengangguk. "Ya, Pak - sangat mengerti, Pak," katanya. "Sekarang juga saya akan mendatangi ayah tiri anak ini, Pak. Namanya Brown. Dan saya pun akan mendatangi Pak Tupping, Pak." "Tentu saja, apabila aku mendengar keluhan tentang perlakuan kasar, kaulah yang kuanggap bertanggung jawab, Goon," kata Inspektur Jenks. "Tapi aku yakin kau akan menandaskan pada kedua orang itu bahwa ini perintahku, dan salah satu tugasmu adalah menjaga agar perintahku benar-benar ditaati. Kurasa kau sependapat, ya Goon?" "O ya, Pak - tentu saja, Pak," kata Pak Goon. "Dan - anu, Pak, mengenai kucing yang hilang itu. Apakah urusan itu tidak perlu dilanjutkan lagi? Eh - maksud saya, tidak perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut." "Yah - kaupelajari saja tanda-tanda petunjuk yang ada padamu, dan pertimbangkan apakah dengannya persoalan itu bisa menjadi agak jelas," kata Pak Inspektur dengan serius, tapi dengan mata berkilat jenaka. Pak Goon diam saja. Kemudian Pak Inspektur berpaling, lalu bersalaman dengan anak-anak. "Aku senang bisa berjumpa lagi dengan kelima anggota Pasukan Mau Tahu," katanya. "Selamat tinggal, dan terima kasih untuk ajakan berpiknik tadi. Sudah lama aku tidak menikmati makanan seenak itu." Setelah itu Pak Inspektur masuk ke mobil dinasnya yang hitam berkilat. Sambil melambaikan tangan ke arah anak-anak, dikemudikannya kendaraan itu keluar kebun. Sesaat kemudian sudah tidak kelihatan lagi. "Aku akan ke Pak Tupping sekarang," kata Pak Goon, sambil menatap Luke serta anak-anak dengan tampang masam. "Tapi jangan dikira urusan ini sudah selesai dan bisa dilupakan. Sama sekali belum! Aku akan masih terus mengadakan penyelidikan, walau Inspektur tadi tidak begitu peduli. Dan akhirnya aku pasti akan berhasil membekuk leher si pencuri - percayalah!" Sambil berkata begitu ditatapnya Luke dengan galak, sehingga anak itu merasa bahwa ia masih tetap dicurigai. Diperhatikannya Pak Goon berjalan ke luar, untuk mendatangi Pak Tupping. Anak-anak segera mengerumuni Luke. "Luke, bagaimana pendapatmu mengenai Pak Inspektur tadi? Apa katanya padamu, Luke? Ayo, ceritakanlah segala-galanya!'' "Dia ramah sekali," kata Luke. "Lain sekali dengan Pak Goon - yang bisanya cuma mengancam dan membentak-bentak. Tapi kenapa aku tadi sampai berjanji akan kembali ke tempat kerjaku - dan tinggal lagi bersama ayah tiriku? Aku menyesal sekarang. Aku takut." "Aku juga sering takut," kata Bets. "Seperti malam itu, ketika bermimpi buruk. Dan hari ini, ketika si Ayo Pergi muncul di tengah jalan dan, berbicara dengan kita." "Kasihan, Luke juga takut," kata Daisy, sambil memandang anak laki-laki bertubuh kekar itu, yang rambutnya acak-acakan menutup kening. "Bagaimana kita bisa menolong dia, supaya jangan takut lagi?" "Coba kita bisa menemukan kucing yang hilang itu," kata Pip. " Dengan segitu, Luke tidak usah takut lagi. Dia kan takut, hanya karena merasa semua mendakwanya sebagai pencuri binatang itu. Aku pun pasti takut, apabila berperasaan begitu." Tiba-tiba terdengar bunyi gemerisik. Datangnya dari arah semak di dekat anak-anak. Telinga Buster menegak. Anjing itu menggonggong dengan nyaring, lalu menerjang masuk ke dalam semak itu. Terjadi pergumulan sengit di situ. Lalu nampak sesuatu melesat naik ke atas sebatang pohon. Anak-anak datang menghampiri. Detik berikutnya semua melongo. Di atas pohon duduk seekor kucing Siam yang indah, memandang ke arah mereka! Tak salah lagi. Mata yang biru cerah, serta bulunya yang belang coklat tua dan kuning susu. Tapi Luke yang kemudian menimbulkan kekagetan paling besar. "Itu Dark Queen!" serunya. "Kalian tak melihat gelang bulu berwarna kuning susu di ekornya? Sungguh - itu Dark Queen, yang muncul kembali! Benar-benar aneh!" Saat itu anak-anak juga melihat gelang berwarna terang pada ekor kucing itu yang melambai kian-kemari. Kucing Siam itu menandak-nandak dengan sikap marah, sambil memperhatikan Buster yang melonjak-lonjak di bawah pohon. "Bawa Buster pergi, Fatty," kata Larry bergairah. "Kurung dia dalam gudang - atau apa saja, pokoknya jauhkan dari sini. Nanti Dark Queen takut lalu lari lagi - dan kembali Luke yang akan dipersalahkan, apabila kejadian ini sampai didengar si Ayo Pergi!" Buster dikurung dalam gudang. Tentu saja anjing kecil itu kesal. Pintu gudang dilabraknya berkali-kali, dalam usaha untuk bisa keluar. Sementara itu Dark Queen menjadi tenang, ketika Buster sudah dibawa pergi oleh Fatty. Kucing itu mendekam di atas dahan, sambil mendengkur-dengkur. "Badannya kurus," kata Daisy. "Dan lihatlah betapa kotor bulunya," kata Larry. "Kusut masai! Yuk-kita antarkan dia ke Nona Harmer. Pasti gadis itu kaget nanti!" 17 NASIB LUKE BERUBAH Dark Queen mau saja ketika diangkat oleh Daisy dengan hati-hati, untuk diturunkan dari atas pohon. Kemudian anak-anak berjalan dengan Luke ke luar, lalu masuk ke pekarangan rumah sebelah. Mereka langsung menuju ke kandang kucing. Di tengah jalan, bertemu dengan Lady Candling. Nyonya itu berseru kaget, ketika melihat ada kucing dalam gendongan Daisy. "Kau tidak boleh mengeluarkan kucing-kucingku dari kandang mereka! Apakah diijinkan Nona Harmer?" "Ini Dark Queen!" kata Larry. "Tahu-tahu dia tadi muncul di kebun Pip, Lady Candling! Hebat, ya? Nona Harmer pasti akan senang!" "Astaga!" kata Lady Candling kaget. la memandang ke arah ekor Dark Queen, dan melihat gelang bulu berwarna terang yang tumbuh di situ. "Ya - ini memang Dark Queen-ku yang cantik. Ke mana saja dia selama ini? Kelihatannya kurus. Pasti kelaparan!" "Sayang dia tidak bisa bicara - kalau bisa, tentu akan dikatakan olehnya," kata Bets, sambil mengelus-elus tubuh kucing yang mendengkur-dengkur itu. "Dan Lady Candling - ini Luke juga datang lagi. Selama ini kami menyembunyikannya, karena merasa kasihan padanya. Anda kan mau menerimanya kembali bekerja di sini?" "Tentu saja," kata Lady Candling. "Baru saja Inspektur Jenks menelepon. Nah, Luke, sekarang sudah jelas kau bisa kembali dengan bebas - karena Dark Queen sudah kembali dalam keadaan selamat!" "Kami hendak mengantarnya ke Nona Harmer," kata Larry. "Pasti ia gembira sekali!" "Aku ikut," kata Lady Candling. "Ah - itu Bu Trimble. Bu Trimble, Anda tahu apa yang baru saja terjadi? Dark Queen sudah kembali!" "Ampun-ampun-ampun!" kata Bu Trimble, sambil berlari-lari kecil menghampiri, sampai kaca matanya terlepas dari hidung. "Dari mana dia datang! Siapa yang membawanya ke sini?" Anak-anak menceritakan kejadiannya, sementara Bu Trimble mendengarkan dengan heran sambil mema-sang kaca matanya lagi ke hidung. Bets mulai menghitung-hitung, berapa kali saja alat pelihat itu akan terjatuh. Mereka lantas pergi beramai-ramai ke kandang kucing. Nona Harmer ada di situ. Ia sedang rnembelai-belai seekor kucing. Gadis itu memang sayang sekali pada binatang-binatang asuhannya. Ketika ia melihat Dark Queen dalam gendongan Daisy, ia begitu terkejut sehingga tidak bisa mengatakan apa-apa. Ia hanya mengembangkan kedua lengannya ke depan. Dengan sekali lompat, Dark Queen sudah berpindah ke dalam pelukan gadis itu sambil menggo-sok-gosokkan kepalanya serta mendengkur dengan suara berat dan nyaring. "Wah!" seru Nona Harmer dengan gembira. "Dari mana kau selama ini, Dark Queen? Aduh, senang sekali hatiku kau kembali dengan selamat!" Anak-anak lantas ribut bercerita, bagaimana Dark Queen tadi tahu-tahu muncul. Nona Harmer memper-hatikan kucing itu dengan seksama. "Dia kurus," katanya. "Dan bulunya kusam, penuh duri kecil-kecil. Kurasa dia lari dari orang yang menyekapnya, lalu pulang ke sini lewat padang dan hutan - mungkin dari jauh sekali." "Kucing memang binatang pintar, ya?" kata Fatty. "Kasihan Dark Queen - pasti kau senang bisa kembali lagi ke kandangmu." Saat itu Pak Tupping muncul bersama Pak Goon. Rupanya polisi desa itu sudah bercerita tentang Pak Inspektur serta instruksinya, dan karenanya Pak Tupping masam sekali. la memandang Luke sambil merengut. Setelah itu dilihatnya Dark Queen. "Ini Dark Queen!" kata Bets, "la sudah kembali. Anda tidak senang, Pak Tupping? Sekarang ia tidak dicuri lagi!" Pak Tupping seakan-akan tidak bisa mempercayai penglihatannya sendiri. Dark Queen ditatapnya terus sambil melongo. Ditariknya ekor kucing itu, untuk meyakinkan di situ ada gelang bulu berwarna kuning susu. Sedang Pak Goon - mulutnya menganga, sedang matanya semakin melotot. Diambilnya buku catatannya, lalu polisi desa itu mulai menulis lambat-lambat. "Kembalinya kucing ini harus dilaporkan pada Pak Inspektur," katanya dengan gaya penting. "Untuk itu diperlukan beberapa keterangan. Lady Candling! Anda ada di sini, ketika kucing itu muncul lagi?" Kemudian anak-anak sekali lagi menceritakan bagai-mana Dark Queen tadi muncul dengan tiba-tiba. Pak Goon sibuk menulis dalam buku catatannya. Sedang Pak Tupping? Hanya dia saja yang kelihatannya tidak senang bahwa kucing itu muncul kembali. Dipelototinya binatang itu, seolah-olah jengkel. "O ya, Tupping," kata Lady Candling kemudian, "sebelum Anda pergi, perlu kukatakan bahwa aku tadi bicara dengan Inspektur Jenks tentang Luke." Nyonya itu berbicara dengan suaranya yang pelan tapi jelas. "Mulai besok, anak ini bisa bekerja lagi di sini. Itu kemauanku - seperti pasti sudah diceritakan Pak Goon pada Anda. Mudah-mudahan aku tak perlu mencela perlakuanmu terhadap Luke." "Yah, - Nyonya, apabila Anda dan Inspektur ingin mempekerjakan anak macam itu ...." kata Pak Tupping dengan sikap kasar. Tapi Lady Candling langsung memotongnya. "Aku tidak mau lama-lama membicarakan soal itu denganmu, Tupping! Sudah kukatakan tadi kemauan-ku. Kurasa ini sudah cukup!" Lady Candling pergi, diikuti oleh Bu Trimble. Kaca mata wanita setengah umur itu sampai terlepas dari batang hidungnya - begitu senang perasaannya mendengar Pak Tupping kena marah. "Aku kepingin bisa bersikap begitu pada orang," kata Fatty, sambil melirik Pak Tupping. "Maksudku, tentu saja terhadap orang yang pantas diperlakukan begitu." "Sekarang pergi!" bentak Pak Goon, karena melihat tampang Pak Tupping mulai berubah menjadi ungu tua. "Aku masih ingin menyidik jejak di sini," kata Fatty membandel. "Anda tahu kan, siapa tahu masih ada manis-manisan yang tercecer, atau permen coklat. O ya, Pak Goon - permen itu sudah Anda makan atau belum?" Sekarang Pak Goon yang berubah menjadi ungu mukanya. Anak-anak tertawa geli, lalu cepat-cepat lari menuju tembok pagar. Mereka heran - ada-ada saja yang bisa dikatakan oleh Fatty untuk mcngganggu polisi desa itu. Dan terlebih-lebih lagi, bahwa ia berani mengatakannya! Mereka memanjat tembok, lalu meloncat ke kebun seberang. Fatty pergi ke gudang untuk membebaskan Buster. Anjing itu sudah marah sekali. Kemudian terdengar lonceng berdering dalam rumah, tanda Bets harus tidur. Anak itu mengeluh. "Sialan! Lonceng itu selalu berdering kalau aku belum kepingin. Asyik sekali pengalaman kita hari ini. ya?" "Memang," kata Pip. "Piknik dengan Pak Inspektur, lalu Luke disuruh keluar dari persembunyiannya, disusul Dark Queen yang muncul kembali - he! Jadi sekarang tidak ada lagi misteri yang perlu kita pecahkan!" "Kita kan masih tetap belum tahu, siapa sebenarnya yang mencuri Dark Queen," kata Larry. "Aku berpikir-pikir, mungkinkah kucing itu sendiri yang minggat - dan Luke tidak melihat sewaktu ia keluar. Mungkin pintu kandang saat itu tidak dikunci, lalu Dark Queen mendorongnya sampai terbuka sedikit dan menyelinap pergi - pokoknya begitulah!" "Kurasa itu sama sekali tidak mungkin," kata Fatty. "Tapi kita anggap saja begitu. Pokoknya kita gagal kali ini dalam menyelidiki suatu kejadian misterius-jadi kita anggap saja kejadian itu tidak pernah ada! Dark Queen sendiri yang minggat, lalu kembali ketika sudah bosan keluyuran di luar." Tapi tak seorang pun di antara kelima anak itu yang benar-benar beranggapan begitu. Mereka kecewa sekali. Pasukan Mau Tahu tak berhasil menyibakkan rahasia kejadian di rumah sebelah! Malam itu Luke pulang ke rumah ayah tirinya. Ia tidak dipukul, dan juga tidak diomeli. Rupanya Pak Goon berhasil menjelaskan, bahwa Luke sama sekali tidak boleh diapa-apakan. Ayah tiri anak itu sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Makanannya ditaruh di depan nya. Dan Luke sehabis makan, lalu mencuci piring. Keesokan paginya ia kembali bekerja seperti biasa. la masih takut-takut terhadap Pak Tupping. Tapi laki-laki itu tidak mendampratnya, seperti yang biasa terjadi sebelumnya. Ternyata ucapan Pak Inspektur besar pengaruhnya! Begitu pula perintah bady Candling, tidak bisa tidak diacuhkan. Pekerjaan Pak Tupping di situ enak, dan itu juga disadari olehnya. Ia tidak kepingin kehilangan pekerjaan itu. Luke senang sekali bahwa Dark Queen sudah kembali dengan selamat. Menurut perasaannya, kini semuanya sudah beres lagi. la bekerja dengan rajin. Sekali-sekali Pip serta kawan-kawannya mendengar anak itu bersiul-siul dengan riang, sementara Luke mendorong gerobaknya dalam kebun di sebelah. Pada suatu ketika anak-anak naik ke atas tembok, untuk melihat dia bekerja. Luke sedang sibuk menggaruk tanah galangan. "Hai, Luke," sapa Bets. "Kau senang, bisa bekerja kembali?" Luke mengangguk. "Tentu saja," katanya. "Aku ini paling tidak senang bermalas-malas. Ah, aku belum sempat mengucapkan terima kasih dengan sepatutnya pada kalian, karena mau menyembunyikan diriku serta memberi makan selama itu. Tapi kalian tentu tahu, aku sangat berterima kasih. Cuma aku tidak bisa mengatakannya dengan baik, kayak kalian." "Itu juga tidak perlu, Luke," kata Larry. "Kami senang, bisa menolongmu." "Kalau kalian mau, bisa kubuatkan peluit," kata Luke lagi. "Peluit yang bagus, bukan yang kecil kayak yang kubikinkan untuk Bets waktu itu. Peluit yang besar - dan kuwarnai dengan cat. Mau?" "Wah - terima kasih banyak," kata Pip senang. "Peluitmu bagus-bagus, Luke. Tapi kau pasti akan sibuk sekali, kalau membuatkan masing-masing satu untuk kami." Luke memang sibuk sekali membuatnya. Tapi ia merasa bahagia. Senang rasanya bisa membikinkan lima buah peluit untuk teman-temannya yang setia. Ia merasa sayang, untuk Buster tidak bisa dibikinkan peluit pula. Kehidupannya sudah lebih enak sekarang. Ayah tirinya tidak pernah memukulnya lagi. Pak Tupping juga tidak berani menempeleng, walau kadang-kadang masih juga membentak-bentak. Kadang-kadang ia diajak mengobrol oleh Lady Candling. Majikannya itu ramah. Lagipula kelima temannya selalu mau diajak mengobrol, atau berjalan-jalan dengan dia apabila Luke kebetulan sedang tidak bekerja. Pokoknya segala-galanya berjalan dengan tenang dan damai. Beberapa hari berlalu. Anak-anak asyik bermain-main dalam kebun, atau berpiknik, pesiar dengan sepeda, atau mandi-mandi di sungai. "Rasanya sudah lama sekali sejak kita mengira ada misteri lagi yang bisa kita selidiki," kata Fatty pada suatu hari. "Kita konyol waktu itu, menyangka kejadian itu misterius. Padahal yang terjadi cuma seekor kucing menghilang, entah dengan cara bagaimana. Padahal penjelasannya mungkin sangat sederhana." "Tapi bagaimanapun, aku kepingin ada misteri yang bisa kita pecahkan dalam liburan ini," kata Bets. "Apa gunanya jadi Pasukan Mau Tahu, apabila tidak ada yang bisa diketahui. Coba ada lagi kejadian baru!" "Kejadian takkan muncul dengan begitu saja, apabila kita menghendakinya," kata Fatty berlagak bijak. Tapi sekali itu ia keliru. Ternyata ada lagi terjadi sesuatu - sesuatu yang langsung menarik perhatian Pasukan Mau Tahu. Dark Queen sekali lagi lenyap! 18 HILANG UNTUK KEDUA KALINYA Luke yang menyampaikan kabar itu. Sore itu, sekitar setengah enam anak itu muncul dari balik tembok sebelah. Mukanya pucat pasi. Nampak jelas ia ketakutan, sehingga anak-anak menyangka ia habis dipukul oleh Pak Tupping, atau mengalami musibah seperti itu. "Ada apa?" tanya Daisy. "Dark Queen hilang lagi," kata Luke. "Ya, sungguh - dan hilangnya sementara aku ada di dekat kandang. Persis seperti kejadian yang lalu!" "Apa maksudmu?" tanya Fatty heran. "Duduklah dulu - lalu bercerita dengan tenang. Ini benar-benar luar biasa!" Luke duduk di rumput, dekat anak-anak, lalu mulai bercerita. "Kejadiannya begini," katanya. "Aku sedang mena-rik gilingan, meratakan kerikil di lorong kebun sekitar kandang kucing. Kemarin kan hujan - dan sehabis hujan aku selalu meratakan kerikil. Nah - aku sedang mundur maju, mundur maju menarik gilingan - ternyata ada orang mencuri Dark Queen lagi saat itu. Sementara aku ada di situ - bayangkan! Dan aku tidak melihat siapa-siapa di situ!" "Dan mana kau tahu kucing itu hilang?" tanya Larry. "Hari ini Nona Harmer tidak dinas," kata Luke. "Pukul sepuluh pagi tadi ia pergi, dan pulangnya baru sekitar sepuluh menit yang lalu. Begitu ia datang di kandang ia langsung menjerit. Katanya Dark Queen tidak ada dalam kandang!" "Astaga!" kata anak-anak kaget. "Kau lantas pergi melihat, Luke?" "Tentu saja," kata Luke. "Tapi yang ada cuma kucing-kucing yang lain. Dark Queen tidak ada di situ. Hilang begitu saja - sementara aku ada di dekat situ!" "Bagaimana kau bisa tahu kucing itu hilang sewaktu kau sedang bekerja di lorong dekat situ?" desak Fatty. "Kan bisa juga sudah hilang sebelum saat itu." "Tidak mungkin," jawab Luke. "Soalnya, Lady Candling sekarang selalu datang melihat-lihat sekitar pukul tiga sore, sambil berbicara dengan Nona Harmer. tentang kucing-kucing. Nah tadi pukul tiga Lady Candling datang lagi seperti biasa. Dan waktu itu Dark Queen masih ada." "Katamu tadi, Nona Harmer hari ini pergi, karena tidak dinas," kata Fatty. "Jadi dia tidak melihat Dark Queen." "Tentu saja tidak," jawab Luke."Pak Tupping yang mengantar Lady Candling melihat-lihat kucing hari ini. Itu selalu dilakukannya sekarang apabila Nona Harmer sedang tidak ada. Pak Tupping harus ikut, karena mungkin ada hal-hal yang perlu disampaikan pada Nona Harmer. Aku ada di situ ketika Lady Candling dan Pak Tupping sedang melihat ke dalam kandang. Kudengar Pak Tuping berkata, 'Itu Dark Queen, di sebelah belakang, Nyonya - bisa ketahuan karena ekornya yang belang.' Jadi kucing itu masih ada di situ, pukul tiga tadi." "Dan sejak pukul tiga itu kau selalu berada di dekat kandang? Tidak pernah pergi walau sebentar - sampai Nona Harmer kembali dan melihat bahwa Dark Queen sudah tidak ada lagi?" kata Larry. Luke mengangguk. "Dan kalian tentu tahu, bagaimana keadaannya sekarang," gumamnya. "Pasti aku lagi yang dituduh. Waktu itu aku sendiri yang ada di situ - dan sekarang juga begitu. Tapi aku sama sekali tak menyentuh Dark Queen." "Bagaimana Nona Harmer tahu bahwa kucing itu tidak ada lagi?" tanya Fatty. Rupanya segala perkataan Luke diperhatikannya dengan sungguh-sungguh. "Yah - ketika ia kembali, ia langsung disambut oleh Pak Tupping. Pak Tupping merasa, kelihatannya salah-satu kucing ada yang agak sakit," kata Luke. "Jadi sementara aku memperhatikan, Pak Tupping langsung masuk ke dalam kandang, untuk mengambil kucing yang katanya sakit. Begitu Nona Harmer melihat ke dalam kandang, ia langsung menjerit. Katanya, Dark Queen hilang!" "Mungkinkah Pak Tupping melepaskannya saat itu?" tanya Larry. "Tidak," kata Luke. "Aku tidak melihat Pak Tuping ketika ia berada dalam kandang. Tapi pintu kandang nampak jelas dari tempatku berdiri. Dan aku sama sekali tidak melihat ada kucing keluar. Pintu itu bahkan tertutup rapat!" Anak-anak terdiam sesaat. Benar-benar aneh - Dark Queen sekali lagi hilang - di depan mata Luke. Memang nasibnya malang! Kenapa cuma ia sendiri yang saat itu bekerja dekat kandang! "Memang maumu sendirikah meratakan kerikil dekat kandang itu?" tanya Fatty. "Bukan," kata Luke, "aku tidak bisa berbuat semauku sendiri. Pak Tupping yang mengatur tugas-tugasku setiap hari. Dan dia yang menyuruhku meratakan kerikil di lorong dekat kandang kucing siang ini." "Waktu itu kau juga terus-menerus ada di situ," kata Pip. "Dan sekarang lagi! Waktu itu, Nona Harmer sedang pergi sehari. Sekarang - pergi lagi. Waktu itu Pak Tupping yang masuk ke dalam kandang, seperti yang terjadi lagi sekarang - maksudku, ketika ketahuan bahwa Dark Queen lenyap. Waktu itu dia masuk dengan Pak Goon - dan Sekarang dengan Nona Harmer. Banyak hal yang berulang. Aneh! Benar-benar aneh." "Pokoknya, waktu itu bukan aku yang mengambil kucing - dan sekarang juga bukan," kata Luke. "Aku tahu, bukan aku yang mengambil. Kalau aku yang melakukan, tentunya aku ingat, kan? Maksudku, aku kan tidak jadi gila sekarang? Mustahil aku yang mengeluarkan Dark Queen, tapi setelah itu tidak ingat lagi?" "Tak pemah terpikir kemungkinan itu oleh kami," kata Daisy. "Itu memang bisa saja terjadi - kadang-kadang. Tapi sedikit pun tak ada sangkaanku, kau berbuat begitu, Luke." "Kejadian ini semakin misterius saja," kata Fatty, lalu berdiri. "Aku hendak ke sebelah sekarang, untuk menyelidiki sebentar. Kalian ingat apa yang kita temukan dalam kandang waktu itu? Sebuah peluit, buatan Luke. Nah - karena kejadian sekarang sangat mirip seperti yang dulu, aku berani taruhan dalam kandang ada lagi peluit bikinan Luke!" "Jangan konyol!" kata Daisy. "Kan cuma kebetulan saja kejadian sekarang mirip dengan yang dulu." "Ya deh," kata Fatty. "Tapi kalau aku nanti sampai menemukan peluit bikinan Luke dalam kandang, maka harus kita akui itu bukan kebetulan - tapi disengaja! Yah - kulihat saja sebentar." Tentu saja anak-anak ingin berangkat semua. Jadi kelima-limanya memanjat tembok ke sebelah, diikuti oleh Luke. Anak itu takut dan bingung. la tidak mau ditinggalkan sendiri. Tinggal Buster saja yang tidak ikut. Anjing itu dltambatkan pada sebatang pohon, di kebun rumah Pip. la menggonggong-gonggong dan meronta-ronta, hendak membebaskan diri. Nyaris saja lehernya tercekik tali. Tapi ia tidak bisa melepaskan diri dari ikatannya. Anak-anak mendatangi kandang kucing. Di situ tidak ada orang. Pak Tupping pergi menghadap Lady Candling bersama Nona Harmer, untuk melaporkan kejadian itu. Yang ada dalam kandang cuma kucing-kucing saja. Binatang-binatang itu memandang anak-anak dengan mata mereka yang biru. Bets menghitung jumlah mereka. Ada tujuh ekor. "Lihatlah - itu kan peluit Luke," kata Fatty, sambil menuding ke dalam kandang. Memang benar. Sebuah peluit yang bagus buatan Luke, tergeletak di lantai kandang. Luke menatap benda itu sambil melongo. Kemudian didatanginya jasnya yang tersampir pada dahan sebatang pohon yang ada di dekat situ, lalu dirogoh-rogoh kantongnya. "Rupanya tadi ada yang mengambil dari sini," katanya. "Tadi kukantongi, karena masih ingin kuselesaikan. Aku membuatnya untuk Pip. Pasti ada orang yang mengambilnya tadi." "Lalu meletakkannya di lantai, supaya kau lagi yang dicurigai!" kata Fatty dengan geram. Ditatapnya peluit yang tergeletak di lantai kandang. "Tidak bisakah kita mengambilnya lagi, seperti waktu itu?" tanya Daisy. "Kurasa tidak ada waktu," jawab Fatty. "Cepat - periksa kalau-kalau ada petunjuk lain di sini." Anak-anak bergegas mencari. Bets mendekatkan hidungnya ke kandang, sambil mengendus-endus. "Aku mencium bau yang sama kayak waktu itu," katanya. "Apa katamu bau itu dulu, Fatty? O ya - itu bau terpentin, katamu." Fatty merapatkan hidung ke kawat pagar kandang, lalu mencium-cium. "Ya, betul - bau terpentin," katanya heran. "Wah, ini aneh! Semuanya seperti terulang kembali. Peluit yang terletak di lantai. Lalu bau terpentin. Kurasa baru sekali ini aku mengalami kejadian seaneh ini." "Itu petunjuk atau bukan, Fatty?" tanya Daisy, sambil menuding secercah cat di atas batu yang terdapat di pinggir lorong. Fatty memandang ke arah itu. "Kurasa bukan," katanya. Dipungutnya batu itu, lalu diperhatikannya bercak warna yang menempel di situ. "Luke kan mencat peluit-peluit kita," katanya. "Mungkin ini cat yang tercecer sewaktu ia sedang mencat. Kau pernah mencat peluit di sini, Luke?" "Tidak, tidak pernah," kata Luke. "Aku selalu melakukannya dalam gudang, di mana kaleng-kaleng cat disimpan. Lagipula, aku tidak pemah memakai cat coklat muda kayak itu. Aku selalu memilih warna-warna cerah. Merah, atau biru, atau hijau." "Kurasa ini bukan petunjuk," kata Fatty. Tapi walau begitu batu itu dikantonginya juga. Saat itu terdengar langkah orang mendekat. Lady Candling datang diiringi Bu Trimble, Pak Tupping dan Nona Harmer. Pak Tupping berlagak sibuk. Sedang yang lainnya kelihatan kaget dan bingung. Kaca mata Bu Trimble selalu terlepas lagi setiap dua detik. Semuanya langsung memandang ke dalam kandang kucing. Seolah-olah berharap, Dark Queen ternyata ada di dalamnya. Tiba-tiba Nona Harmer berseru kaget. "Ada apa?" tanya Lady Candling padanya. Nona Harmer menuding ke arah lantai kandang. "Apa itu?" tanyanya. Semua memandang lagi ke dalam kandang. "Ha!" seru Pak Tupping dengan suara galak. "Itu peluit, seperti yang biasa dibikin Luke. Aku kepingin tahu, kenapa peluit itu sampai bisa ada di situ!" Nona Harmer mengambil anak kunci pintu kandang, lalu membuka pintu. Pak Tupping memungut peluit yang tergeletak di lantai, dan ditunjukkannya pada Lady Candling. "Peluit ini bikinanmu, Luke?" tanya Lady Candling. Luke mengangguk. Tampangnya pucat. la tidak bisa mengerti bagaimana Dark Queen bisa lenyap lagi. Dan ia lebih-lebih lagi tidak mengerti, mengapa peluitnya tahu-tahu ada dalam kandang! "Luke sedang membuatkan peluit untuk kami semua," kata Fatty. Diambilnya kepunyaannya dari dalam kantong. "Kurasa itu peluit salah seorang di antara kami, Lady Candling! Mungkin saja, kan?" "Tapi kenapa tahu-tahu ada dalam kandang?" tanya nyonya itu dengan heran. "Persoalannya jelas, Nyonya," sela Pak Tupping. "Anak itu masuk untuk mengambil kucing, persis seperti yang dilakukannya juga waktu itu - tapi kemudian tanpa disadarinya peluit itu terjatuh dari kantongnya. Ia langsung pergi setelah pintu kandang dikunci kembali, sementara Dark Queen dibawa olehnya." "Aku bahkan sama sekali tidak tahu, di mana anak kunci pintu ini disimpan sekarang," kata Luke membela diri. "Biasanya kukantongi, kecuali kalau aku harus pergi," kata Nona Harmer. "Kalau aku pergi, anak kunci kuserahkan pada Pak Tupping. Anda menyimpannya di mana, Pak?" "Aku juga selalu mengantonginya," kata Pak Tupping. "Tapi tadi siang jasku kutinggalkan di salah satu tempat. Jadi gampang saja bagi Luke untuk mengambilnya. Percayalah - Dark Queen pasti disembunyikan di dekat-dekat sini, untuk diambil orang lain nantinya. Sudah kusangka Anda pasti akan menyesal, Lady Candling, karena menerima anak jahat ini kembali. Sudah jelas kejadian begini akan terjadi, setelah Anda berbuat begitu. Berulang kali kukatakan pada Pak Goon ...." "Aku tak mau tahu apa katamu pada Pak Goon," tukas Lady Candling. "Kurasa kali ini kita lewati saja polisi desa itu, dan langsung menghubungi Inspektur Jenks di kota." Anak-anak sangat gembira mendengarnya. Tapi sayang - saat itu Pak Inspektur sedang tidak ada di kantornya. Jadi terpaksalah Pak Goon diberi tahu. Polisi desa itu datang tidak lama kemudian. Dengan sikap sok aksi seperti biasanya, ia mulai sibuk mencari-cari tanda bukti serta meminta keterangan dari semua yang hadir di situ. Fatty serta keempat temannya ditatap olehnya dengan sikap curiga. Kemudian dipandangnya kan dang-kandang kucing, seolah-olah menyangka akan kembali menemukan setumpuk tanda bukti di situ. Tapi tak ada yang terlihat, kecuali peluit yang diserahkan Lady Candling padanya. "Kau menemukan tanda-tanda bukti kali ini?" tanya Pak Goon pada Fatty. "Kami hanya menemukan bau, serta sebutir batu yang ada cat di atasnya," kata Bets, Teman-temannya semua berpaling dengan cepat dan menatapnya dengan kening berkerut. Bets begitu kaget, sehingga nyaris lari. Aduh, tentu saja - itu kan tidak boleh diceritakan pada Pak Goon! Ke mana lagi pikirannya tadi? "Bau?" tanya Pak Goon dengan sikap tak percaya. "Dan batu yang ada catnya? Hah! Kausangka aku bisa kautipu lagi, ya - sekali ini dengan macam-macam bau dan batu. Kukatakan saja sekarang-sekali ini aku tidak mau percaya pada permen, tali sepatu, pita rambut, bau atau batu! Simpan saja tanda-tanda bukti itu untukmu sendiri! Dan ingat kataku waktu itu - jika kalian masih juga mencampuri urusan hukum, pada suatu hari nanti kalian pasti akan terjerumus dalam kesulitan besar!" Setelah itu Pak Goon membelakangi anak-anak, yang langsung pergi ke sebelah lewat tembok, lalu duduk untuk merundingkan kejadian baru itu. "Bets! Dasar goblok!" tukas Pip marah-marah. "Kau ini - minta dipukul rupanya! Masak petunjuk-petunjuk kita, kauceritakan pada si Ayo Pergi! Sinting kau rupanya ya?" "Kurasa begitu." Bets sudah hampir menangis. "Aku sendiri tidak mengerti, kenapa aku tadi mencerita-kannya." "Tak apalah, Bets," kata Fatty menghiburnya. "Justru karena kau tadi menceritakan, si Ayo Pergi malah tidak mau percaya! Jadi kalau yang tadi itu memang betul-betul tanda bukti, juga tidak apa-apa. Kau tidak perlu sedih lagi!" "Kejadian ini sungguh-sungguh misterius," kata Daisy. "Misteri kucing yang hilang! Hilangnya ke mana - dan dengan cara bagaimana? Aku kepingin sekali mengetahuinya!" 19 BUSTER MEMANG CERDAS! "Bagiku, yang paling membingungkan adalah hampir semuanya terjadi persis seperti waktu itu," kata Fatty. "Maksudku, Luke ada di dekat situ, dan hanya Luke seorang diri! Lalu Nona Harmer sedang pergi - dan, dalam kandang ada peluit." "Kelihatannya seolah-olah itu persyaratannya, supaya kucing itu bisa dicuri," kata Daisy. "Jadi Nona Harmer harus pergi, Luke ada di dekat situ - dan sebagainya." "Kali ini percuma saja mencurigai orang lain, kecuali Luke," kata Larry. "Pukul tiga sore Dark Queen masih ada, karena Lady Candling melihatnya bersama Pak Tupping. Dan Luke ada di dekat kandang kucing sejak pukul tiga sampai saat Nona Harmer kembali. Lalu Nona Harmer masuk ke dalam kandang bersama Pak Tupping, dan melihat Dark Queen sudah tidak ada lagi di situ." "Dan seperti waktu itu juga, kali ini Luke mengatakan bahwa tak ada orang lain kecuali dia yang datang ke dekat kandang selama itu," kata Pip. "Yah - aku sama sekali tak mengerti, bagaimana caranya sampai Dark Queen bisa dicuri." Anak-anak terdiam semuanya. Sekali lagi dihadapi persoalan misterius, yang sama sekali tidak mungkin dipecahkan - kecuali menuduh Luke pencuri yang sangat tolol dan pendusta. Tapi anak-anak tidak ada yang beranggapan begitu. Mereka sibuk berunding terus, sampai saatnya tiba bagi Bets untuk tidur. Mereka lantas mengucapkan selamat berpisah, lalu bangkit untuk pulang ke rumah masing-masing. "Besok kita berkumpul lagi di sini - walau sebetulnya tidak banyak yang bisa kita lakukan," kata Fatty lesu. "Malam ini kita semua memutar otak, karena siapa tahu barangkali bisa ditemukan penyelesaian soal ini." "Coba ada beberapa petunjuk baik serta sejumlah orang tersangka, seperti dalam misteri yang kita alami waktu itu," kata Pip. "Tapi bau sesuatu dan secercah cat di atas batu kan tidak bisa disebut petunjuk!" "Bahkan si Ayo Pergi saja mencemoohkan," kata Fatty sambil berdiri. "Nah - kalau begitu sampai besok! Dan jangan lupa, kita harus berusaha menemukan akal. Kalau tidak, habislah riwayat Luke sekali ini." Malam ini anak-anak tidak bisa tidur nyenyak. Semua sibuk memikirkan misteri kucing hilang. Dan ketika mereka berkumpul lagi keesokan paginya, tak ada yang berhasil mendapat akal - kecuali Bets. Tapi anak itu segan mengatakannya, karena takut kalau-kalau diter-tawakan. "Ada yang hendak mengetengahkan sesuatu?" tanya Fatty. "Yah -" Bets nampak agak segan, "sebetulnya aku ada gagasan, mengenai salah satu petunjuk yang kemarin." "Gagasan apa?" tanya Fatty. "Kau tahu kan, bau terpentin yang kita cium itu," kata Bets. "Kemarin kita menciumnya dalam kandang - persis seperti waktu itu. Itu pasti ada artinya. Pasti ada sangkut-pautnya dengan misteri yang kita hadapi. Bau itu pasti merupakan petunjuk bagi kita, jadi perlu kita usut." "Bagaimana caranya?" tanya Pip, agak menye-pelekan. "Yah - kita kan bisa mencari ke sebelah, untuk menemukan tempat penyimpanan botol berisi terpen-tin, atau begitu," kata Bets. "Aku tidak mengatakan itu akan ada gunanya. Tapi jika bau itu memang suatu petunjuk, mungkin saja kita nanti akan menemukan jejak tertentu." "Betul juga katanya," kata Fatty. "Bets benar! Kita memang dua kali mencium bau terpentin. Dan memang kita harus berusaha menyelidiki di mana minyak itu disimpan. Siapa tahu, mungkin nanti kita akan menemukan petunjuk-petunjuk lain!" "Kalau begitu, sekarang saja kita ke sana!" kata Pip. "Jangan membuang-buang waktu lagi! Tapi hati-hati, jangan sampai ketahuan Pak Tupping. Dia tidak senang melihat kita berkeliaran di situ." Anak-anak pergi lagi ke sebelah lewat tembok, sementara Buster kembali dikurung dalam gudang. Pip disuruh masuk dulu ke kebun, untuk melihat di mana Pak Tupping berada. Setelah beberapa saat, Pip kembali dan mengatakan bahwa Pak Tupping sedang sibuk mengikat sesuatu dekat rumah. "Jadi untuk sementara keadaan aman," katanya. "Yuk - kita ke kandang lagi, untuk memeriksa apakah bau itu masih tercium di sana. Setelah itu kita meneari tempat penyimpanannya." Anak-anak pergi ke kandang kucing, lalu mengendus-endus. Ternyata masih tercium samar-samar bau minyak terpentin di situ. Ketika mereka sedang asyik mengendus, tiba-tiba Nona Harmer muncul. Gadis itu kelihatannya tidak begitu senang melihat anak-anak ada di situ. "Aku tidak mau lagi melihat ada orang lain di dekat kandang kucing," katanya. Dua kali kejadian Dark Queen hilang, membuat diriku sangat gelisah sekarang. Lebih baik kalian pergi dari sini, Anak-anak." "Anda memakai minyak terpentin untuk membersih-kan kandang?" tanya Fatty pada gadis itu. Nona Harmer agak kaget. "Tentu saja tidak," jawabnya. "Aku memakai cairan pembersih yang biasa. Kucing paling tidak senang mencium bau minyak terpentin." "Kalau begitu, kenapa di sini ada bau terpentin?" kata Larry. "Ciumlah sendiri, Nona Harmer - barangkali Anda juga bisa mencium baunya." Tapi penciuman Nona Harmer ternyata tidak begitu tajam. Menurut katanya, tidak diciumnya bau terpentin dalam kandang. "Tapi Anda tidak menciumnya kemarin, ketika Anda masuk ke dalam dan menyadari bahwa Dark Queen hilang?" tanya Larry. "Hmm - mungkin juga," kata Nona Harmer sambil mengingat-ingat. "Tapi aku tidak tahu pasti. Soalnya saat itu aku terlalu gugup, karena Dark Queen hilang lagi." Anak-anak mengintip ke dalam kandang, sambil mengendus-endus terus. Tapi Nona Harmer menyuruh mereka pergi. "Kalian pergi saja sekarang," katanya mendesak. "Aku sekarang gelisah saja, kalau ada orang mendekati kandang." "Yuk, kita ke gudang - barangkali di situ ada terpentin," kata Fatty. Anak-anak pergi dari kandang kucing, menuju ke dua bangunan gudang yang letaknya saling membelakangi tidak jauh dari rumah kaca. Gudang yang satu penuh berisi peralatan. Sedang yang satu lagi berisi pot-pot bunga, kotak-kotak serta macam-macam lagi. "Daisy, kau dan Bets pergi memeriksa ke gudang yang itu, sedang kami bertiga melihat-lihat di sini," kata Fatty. Anak-anak itu lantas memeriksa kedua gudang, mencari-cari botol terpentin. Walau mereka sebetulnya tidak tahu, apa gunanya jika mereka berhasil menemu-kan botol itu. Tapi walau dicari dengan sangat teliti, namun mereka tidak berhasil menemukan terpentin dalam botol. Saat itu Larry melihat Luke lewat. Tampang anak itu nampak lesu dan sedih. Larry bersiul memanggilnya. "Hai, Luke! Kau .kelihatannya seperti baru saja kehilangan harta. Bergembiralah sedikit!" "Kau pasti juga takkan bisa gembira, apabila sedang ketakutan kayak aku sekarang," jawab Luke. "Jangan takut," kata Larry sambil nyengir. "Anak yang takut dikejar kucing nantinya." Tapi Luke pagi itu sama sekali tidak bisa diajak bercanda. la tidak mampu tersenyum, karena merasa seolah-olah setiap waktu Pak Goon akan muncul, lalu menggiringnya ke kantor polisi. "Cari apa kalian dalam gudang itu?" tanyanya. "Awas - kalau Pak Tupping datang dan melihat kalian mengacak-acak di situ." "Kami mencari terpentin," kata Fatty, sambil menjengukkan kepala ke luar. Luke tercengang mendengar katanya. "Terpentin?" katanya. "Untuk apa? Terpentin disimpan dalam gudang yang satu lagi. Di atas rak Sebentar, kutunjukkan tempatnya. Tapi untuk apa kalian memerlukan terpentin?" Sambil berkata begitu Luke masuk ke gudang yang satu lagi, di mana Daisy dan Bets berada. Sesampai di dalam ia menuding ke atas rak, di mana nampak sejumlah botol dan kaleng berderet-deret. "Di situlah tempatnya," kata Luke. Anak-anak lantas mencari. Botol-botol diambil satu per satu, lalu diendus isinya. Tapi tak ada yang berisi terpentin. "Tadi kami juga sudah mencari di situ," kata Daisy. Luke nampak heran. "Kemarin aku masih melihatnya ada di situ," katanya "Ke mana barang itu?" Fatty mulai merasa gelisah, walau ia sendiri tidak tahu apa sebabnya. "Misteri botol terpentin yang hilang," gumamnya Anak-anak tertawa geli mendengarnya. "Botol itu harus kita cari sampai ketemu," kata Fatty "Kenapa?" tanya Daisy. "Aku juga tidak tahu, kenapa," jawab Fatty. "Tapi pokoknya, harus dicari sampai ketemu. Botol itu tidak ada lagi di sini. Barangkali disembunyikan. Kita harus menemukannya!" "Tapi kita kan tidak bisa mengendus-endus ke segala penjuru kebun, untuk mencari sebotol terpentin," kata Larry. "Kita kan bukan anjing!" "Tapi Buster anjing!" kata Fatty. "Kurasa Buster pasti bisa menemukan botol itu untuk kita!" "Ya - betul!" kata Bets. "Buster pintar - aku tahu dia akan bisa!" "Tapi bagaimana caranya?" tanya Larry. "Kan kita tidak bisa mengatakan padanya, 'Carikan kami di mana ada sebotol terpentin yang disembunyikan.' Mungkin saja Buster anjing pintar, tapi takkan begitu pintar sehingga bisa mengerti perintah itu!" "Itu bisa kuatur," kata Fatty berlagak yakin. "Dalam gudang di kebunmu ada terpentin, Pip?" "Kurasa ada," jawab Pip. "Kalau begitu, tolong ambilkan," kata Fatty lagi. "Sedang aku akan menjemput Buster. Yang lain kembali ke tembok, karena siapa tahu Pak Tupping muncul lalu bertanya kita mau apa di sini." Luke kembali bekerja lagi, dengan tampang yang masih tetap suram. Sedang anak-anak yang lain pergi ke tembok pagar. Pip dan Fatty menuju ke kebun keluarga Hilton. Pip masuk ke gudang yang terletak di ujung kebun. Di situ ditemukannya terpentin, dalam sebuah botol kecil. Sedang Fatty pergi ke gudang tempat menyimpan sepeda. Dikeluarkannya Buster yang tadi dikurung di situ. Anjing kecil itu langsung berlari-lari mengelilingi tuannya, sambil menggonggong-gonggong dengan gembira. Kelakuannya saat itu, seolah-olah sudah berpisah paling sedikit lima tahun dari Fatty. "Yuk, Buster," kata Fatty, sambil menggendong anjing itu. "Kau harus bekerja sebentar sekarang. Tunjukkan bahwa otakmu memang cerdas." Dengan segera anak-anak sudah kembali berada dalam kebun rumah sebelah. "Mana Pak Tupping? Masih sibuk bekerja dekat rumah?" tanya Fatty. "Ya," jawab Larry. "Tadi aku mengintainya sebentar. Saat ini keadaan aman." "Mau apa Buster sekarang?" tanya Bets bergairah "Dia mau ikut menyelidik?" "Mudah-mudahan saja begitu," jawab Fatty. Ditum pahkannya terpentin sedikit ke sapu tangannya yang agak kumal, lalu diciumkannya ke hidung Buster. "Cium ini, Buster! Cium baik-baik. Ini bau terpentin. Nah - sekarang carilah di seluruh kebun. Can di mana ada bau kayak begini. Kau kan anjing pelacak jejak yang hebat?'' "Dia pelacak bau - bukan jejak!" kata Bets geli "Kau kan anjing pintar, Buster? Ayo, can bau itu!" Padahal Buster sama sekali tidak senang mencium bau terpentin. Anjing itu menjauhkan hidungnya dari sapu tangan yang kena minyak itu, lalu bersin tiga kali. "Ayo, Buster - cari! Cari!" kata Fatty, sambil mengibas-ngibaskan sapu tangannya ke arah Buster. Anjing itu memandang tuannya. Ia tahu, apa arti 'cari'. la selalu disuruh mencari oleh Fatty. Karenanya ia pun pergi, dengan lidah terjulur serta ekor terangkat tinggi. "Kurasa ke mana pun ia pergi, yang tercium pasti cuma bau terpentin sekarang," kata Daisy, sambil memperhatikan anjing itu. "Kau tadi memenuhi rongga hidungnya dengan bau itu Fatty!" Buster lari ke semak-semak, lalu mengelilingi bangunan-bangunan gudang. Setelah itu menuju kandang-kandang kucing. Kemudian menyusur lorong dalam kebun. "Dia mencari jejak kelinci - bukan terpentin," kata Larry jengkel. "Lihatlah - ia menemukan liang kelinci. Nah - sekarang dia pasti tidak mau menurut lagi, kalau disuruh apa-apa!" Buster memang menemukan sebuah liang. Liang itu letaknya dalam sebuah tanggul. Disusupkannya hidung ke dalam liang itu, lalu mendengking. Buster lantas menggali di situ dengan caranya yang biasa. Tanah berhamburan ke belakang. "Ayo keluar, goblok!" seru Fatty pelan. "Aku tadi tidak bilang kelinci - tapi terpentin." Fatty datang menghampiri, lalu menarik kaki belakang Buster supaya keluar dari lubang yang digali. Ketika berhasil ditarik, ternyata ada sebuah benda kecil ikut tertarik ke luar. Anak-anak melongo menatap benda itu. Sebuah gabus! Fatty memungutnya, lalu mendekat-kannya ke hidung. "Bau terpentin!" katanya bersemangat. Anak-anak langsung mengerubung dan ikut mengendusnya. Benarlah - tak salah lagi, gabus itu berbau terpentin! Secepat kilat Fatty berlutut, lalu merogoh ke dalam lubang. la menarik sebuah botol ke luar. Pada botol itu ada secarik kertas yang direkatkan ke situ. Kertas itu sudah robek separuh. Tapi samar-samar masih terbaca tulisan 'pentin'. Dan dalam botol masih ada minyak itu sedikit. "Ini dia, yang kita cari!" kata Fatty senang. Ditunjukkannya botol itu pada teman-temannya. Bets membungkuk, dan mengintip ke dalam lubang. la melihat ada sesuatu di situ. "Di dalam masih ada benda lain, Fatty," seru Bets bersemangat. sambil memasukkan tangannya ke dalam. Ketika ditarik lagi ke luar, ternyata memegang sebuah kaleng. Anak-anak berkerumun lagi karena ingin ikut melihat. "Apa itu?" tanya Larry. O - kaleng cat. Ini, aku punya pisau. Kubuka saja tutup kaleng itu." Ketika sudah dibuka, nampak bahwa isinya cat berwarna coklat muda. Masih bisa dibilang penuh! "Aneh!" kata Fatty. "Ini kan sama warnanya dengan bercak cat yang ada pada batu yang kita temukan. Lihatlah!" Diambilnya batu itu dari kantongnya, lalu dibanding-kannya warna cat yang tumpah di situ dengan warna cat dalam kaleng. Ternyata persis sama. Larry berlutut lalu mengorek-ngorek dalam lubang. Tapi ternyata tidak ada apa-apa lagi di situ. "Nah -" kata Fatty senang, sambil memperhatikan botol terpentin dan kaleng cat berganti-ganti, "sekarang. siapa yang menaruh kedua barang ini dalam lubang itu? Dan kenapa ditaruh di situ?" 20 MENCARI JEJAK BAU Anak-anak sangat bersemangat saat itu. Mereka sudah berhasil menemukan dua tanda bukti penting, walau mereka tidak tahu bagaimana bisa dihubungkan dengan kucing yang hilang. "Terpentin itu gunanya untuk apa?" tanya Bets. "Macam-macam!" jawab Larry. "Misalnya untuk membersihkan kuas setelah selesai mencat - pokoknya untuk membersihkan bekas cat. Jelas bahwa antara cat ini serta terpentin, ada sangkut-pautnya. Aneh - kuasnya tidak ada. Maksudku, mencat kan perlu kuas?" "Pasti juga ada dalam lubang itu!" kata Bets. Tapi sebelum anak itu sempat melihat ke dalam, Buster sudah mendului. Anjing itu menyusup kembali ke dalam lubang. Tanah berhamburan kembali, menyiram anak-anak. Akhirnya Buster merangkak mundur, dan keluar sambil menggondol sebatang kuas kecil dalam moncongnya. "Dia memang pintar sekali!" kata Bets kagum. "Lebih baik kita periksa saja, barangkali masih ada barang-barang lain dalam lubang," kata Fatty. la berbaring, lalu memasukkan lengannya sampai ke bahu. Tapi tak ada lagi yang bisa ditemukan dalam lubang itu. "He - itu suara Pak Tupping, berseru-seru pada Luke," kata Fatty. "Yuk, cepat-cepat saja kita lari ke tembok. Larry, tolong aku membenahi tanah di sekitar lubang ini. Jangan sampai orang yang menyembunyi kan barang-barang ini di situ tahu bahwa kita sudah menemukan tempat persembunyiannya. Nanti dia tahu bahwa kita sudah menemukan jejaknya." Kedua anak itu lantas bergegas membereskan tempat itu, sementara Bets dan Daisy lari menuju tembok. Daisy menolong Bets memanjat ke atas. Beberapa saat kemudian ketiga anak lainnya menyusul, bersama Buster. Untung mereka bergegas memanjat ke sebe rang, karena saat itu Pak Tupping lewat di situ, sambil menggerutu pada diri sendiri. Anak-anak kembali ke pondok peranginan dengan tanda-tanda bukti yang mereka temukan dalam lubang. Barang-barang itu diperiksa dengan seksama. "Sebuah botol kecil bekas tempat minyak terpentin, cat coklat muda sekaleng kecil, serta sebatang kuas kecil yang sudah tua," kata Fatty. "Sekarang, jika kita bisa mengetahui untuk apa barang-barang ini dipakai, dan siapa yang memakainya, maka kurasa misteri kucing hilang yang membingungkan itu akan bisa kita pecahkan!" "Bets memang hebat, karena dia yang mendapat akal untuk mencari terpentin," kata Larry memuji. "Betul," kata Fatty. "Kau tak punya akal baik lagi, Bets?" Bets mulai berpikir-pikir. Dipikirkannya kandang-kandang kucing, serta bau yang diciumnya di situ. Terpikir olehnya kucing-kucing yang ada dalam kandang, dan yang semua tidak suka pada bau terpentin. Dipikirkannya, di mana tepatnya dalam kandang itu minyak terpentin ditaruh, tumpah atau dipergunakan. "Fatty," katanya setelah beberapa saat, "menurut pendapatmu, adakah gunanya jika kita masuk ke dalam kandang, lalu mengendus-endus di situ untuk mengeta-hui dengan tepat di mana ada bekas minyak terpentin? Maksudku - apakah di bangku-bangku tempat kucing berbaring, atau di lantai, pada langit-langit, atau pada pagar kawat? Terus-terang saja aku tidak melihat gunanya apabila kita berhasil menemukan tempat yang berbau terpentin itu. Tapi siapa tahu, mungkin saja berguna nanti!" "Menurut perasaanku, itu ide konyol," kata Pip. "Yah - aku pun tidak melihat gunanya," kata Larry. "Lagipula, bagaimana kita bisa masuk ke dalam kandang? Anak kuncinya kan dipegang Nona Harmer." "Aku mempunyai firasat, ide Bets itu ada gunanya," kata Fatty. "Memang, seperti kata Larry tadi, aku juga tidak melihat apa gunanya bagi kita jika berhasil mengetahui di mana tepatnya bekas terpentin itu dipakai - tapi aku mempunyai perasaan sebaiknya kita coba saja menemukannya. Bets, kau saat ini sedang hebat dalam mencari akal." Bets sangat gembira. Anak itu senang menerima pujian, karena ia sering diganggu. Dan kata-kata pujian dari Fatty, menghibur perasaannya. "Tapi bagaimana kita bisa memperoleh anak kuncinya?" tanya Daisy. "Kan disimpan Nona Harmer dalam kantongnya." Fatty berpikir sebentar. "Hari ini panas sekali," katanya kemudian. "Kurasa Nona Harmer pasti melepaskan jasnya, dan menyampir-kannya di salah-satu tempat. Saat ini bukan waktunya mengurus kucing. Jadi kurasa ia sedang sibuk bekerja di rumah kaca, karena juga harus membantu di situ. Kurasa dalam ruangan panas itu pasti ia cuma mengenakan pakaian seperlunya saja. Siapa tahu kita bisa meminjam anak kunci itu sebentar - tanpa sepengetahuannya, tentunya!" "Kurasa pasti ia akan terus mengawasi jasnya, karena sudah dua kali terjadi kucing hilang," kata Larry. "Coba kita lihat saja," kata Pip, sambil berdiri. Diangkatnya papan dinding yang longgar dalam pondok peranginan, lalu dimasukkannya ketiga barang bukti yang ditemukan tadi ke dalam rongga yang ada di situ. "Nan - sekarang pasti tak ada orang lain yang bisa menemukan barang-barang itu, kecuali kita sendiri. Yuk - kita lihat saja apa yang sedang dilakukan Nona Harmer saat ini." Mereka kembali memanjat tembok, setelah mengu-rung Buster lagi ke dalam gudang. Mereka tidak berani menanggung risiko anjing itu berlari-lari sekeliling kandang kucing, pada saat mereka sedang ada di dalamnya nanti. Fatty berangkat dulu, untuk melihat di mana Nona Harmer berada. Ternyata seperti diduganya semula. gadis itu sedang sibuk mengikat ranting-ranting pohon per dalam rumah kaca. Ia hanya memakai celana setinggi lutut yang biasa dipakainya, serta kemeja katun yang tipis. Fatty memandang berkeliling, mencari di mana jas gadis itu diletakkan. Ternyata jas itu digantungkan pada sebuah paku, dalam rumah kaca tempat gadis itu sedang bekerja. Dalam hati Fatty mengumpat. Takkan ada yang bisa merogoh kantong jas itu untuk mencari anak kunci kandang kucing, tanpa dilihat Nona Harmer. Fatty kembali ke tempat teman-temannya menunggu, untuk melaporkan hal itu. "Kalau begitu kita harus memancingnya, supaya keluar sebentar dari situ," kata Pip. Anak-anak lantas sibuk mencari akal. Berbagai rencana rumit diajukan dan dibahas. Akhirnya Daisy mengajukan usul. Usul itu begitu sederhana, sehingga bisa dilakukan tanpa ada di antara anak-anak itu yang bisa terlihat. "Aku tahu akal!" kata Daisy. "Aku akan menyelinap ke sisi rumah kaca itu, yang letaknya paling jauh dari tempat jas tergantung. Setelah menyembunyikan diri dalam semak aku akan memanggil-manggil, 'Nona Harmer! Nona Harmer!' Pasti dia akan keluar untuk melihat siapa yang memanggil. Nah - saat itu salah seorang di antara kalian menyelinap masuk lewat pintu yang satu lagi, lalu mengambil anak kunci itu!" "Tapi kalau sampai ketahuan, bisa repot kita nanti," kata Larry. "Tapi kita ini kan Pasukan Mau Tahu - dan dalam menjalankan tugas, kita harus berani menang-gung risiko. Ya, kan? Nah - siapa yang akan mengambil anak kunci itu?" "Aku," kata Pip. "Biar aku saja yang mengambilnya. Aku bisa bergerak cepat sekali!" "Memang betul," kata Fatty. "Baiklah, jadi kau yang mengambilnya, Pip. Sekarang, begini rencana kita. Daisy bersembunyi dalam semak di sebelah luar rumah kaca, pada sisi yang jauh dari tempat jas Nona Harmer digantungkan. Sedang Pip - sebaiknya kau bersembu-nyi itu pula dalam semak, di sisi seberang tempat Daisy. Setelah itu Daisy mulai memanggil-manggil Nona Harmer. Dan begitu ia keluar dari pintu yang satu, Pip cepat-cepat mengambil anak kunci itu dari kantong jasnya. Beres, kan?" "Kedengarannya memang mudah," kata Pip, "tapi kenyataannya kukira takkan begitu! Kalian yang Iain-lain menunggu aku dekat kandang kucing?" "Ya," kata Fatty. "Yuk, kita berangkat saja sekarang, sebelum Nona Harmer mengenakan jasnya lagi!" Daisy dan Pip berangkat mendului. Keduanya menyusup-nyusup di sela-sela semak, menuju rumah kaca. Nampak Nona Harmer masih bekerja di dalamnya, di ujung yang satu dari tempat itu. Daisy masuk ke dalam semak lebat yang terdapat di luar, di sisi seberang tempat Nona Harmer. la menunggu dulu, sampai dilihatnya Pip sudah bersembunyi dalam semak dekat pintu yang satu lagi. Jas Nona Harmer tergantung pada paku di balik pintu itu. Setelah itu dimulailah pelaksanaan rencana tadi! "Nona Harmer! Nona Harmer!" seru Daisy memanggil-manggil. Dan Nona Harmer mendengar panggilannya itu. la berpaling, sambil bersikap seperti mendengarkan. Sekali lagi Daisy memanggilnya. "Nona Harmer!" Nona Harmer membuka pintu rumah kaca, lalu melangkah ke luar. "Siapa itu yang memanggil?" serunya. Tepat pada saat itu muncul Bu Trimble. Wanita itu berjalan lewat lorong kebun. Kaca matanya terpasang miring di puncak hidung. "O, Bu Trimble! Anda yang memanggilku tadi? Ada apa?" tanya Nona Harmer. Daisy terkikik sendiri. Nah - sekarang pasti Nona Harmer akan berbicara sebentar dengan Bu Trimble, pikirnya. "Tidak, aku tidak memanggil Anda," jawab Bu Trimble. Kaca matanya terlepas. "Tapi tadi memang terdengar suara orang, memanggil-manggil nama Anda. Barangkali Lady Candling." "Kenapa dia memanggil?" tanya Nona Harmer, sambil melangkah pergi. "Di mana dia sekarang?" "Di taman," jawab Bu Trimble. "Sini, kutunjukkan!" Keduanya lantas pergi bersama-sama, dan dengan segera tidak nampak lagi dari rumah kaca. Begitu melihat ada kesempatan baik, Pip bergegas masuk lewat pintu yang satu lagi, menghampiri jas Nona Harmer serta merogoh ke dalam kantongnya yang besar. Dengan segera anak kunci kandang sudah ditemukan olehnya! Bersama Daisy, ia pun cepat-cepat lari menuju kandang kucing, sambil menyelinap di antara semak-semak. Ketiga anak lainnya sudah menunggu di situ, dengan perasaan tidak sabar. "Ini anak kuncinya," kata Pip bangga. "Sekarang cepat, kita memeriksa ke dalam kandang." "Aku yang masuk, bersama Bets," kata Fatty. "Yang Iain-lain jangan, nanti kucing-kucing itu berisik. Penciumanku sangat tajam! Sedang menurut pendapat-ku Bets boleh ikut masuk, karena ini kan gagasannya." Keduanya lantas masuk ke dalam kandang. Pintu ditutup lagi baik-baik. Setelah itu mereka m'ulai mengendus-endus. Tercium bau cairan pembersih. Tapi ada juga bau terpentin, tercium samar-samar di situ. Bets dan Fatty menciumi bau bangku-bangku tempat kucing-kucing sedang berbaring. Kucing-kucing itu memperhatikan kedua anak itu. Seekor di antaranya menjulurkan kaki depan, dan menepuk Fatty. Rupanya mengajak bermain-main. "Kayaknya bau itu berasal dari sini," kata Fatty sambil menuding bangku tempat kucing-kucing berbaring. Sebelumnya ia sudah mengendus lantai, langit-langit serta pagar kawat. "Coba kaucium di sini, Bets - bau terpentin, kan?" Di bangku yang dimaksudkannya ada seekor kucing besar yang sedang berbaring. Bets mendorong kucing itu pergi, supaya ia bisa mencium papan bangku. "Tidak," katanya kemudian, "aku tidak mencium bau terpentin pada bangku ini, Fatty." Fatty mengendus sekali lagi. "Eh - bau itu tidak ada lagi sekarang," katanya heran. "Tapi tadi ada!" Bets menjunjung kucing yang didorongnya pergi tadi. "Nah, Pus - sekarang kau boleh baring di situ lagi," katanya. "He - sekarang kucium lagi bau itu," kata Fatty, sambil mengernyitkan hidung. "Coba cium, Bets." "Betul!" kata Bets kaget. "Ternyata bukan bangku-nya yang bau - tetapi mestinya kucing ini! Sekarang aku juga menciumnya, setelah kucing ini kuletakkan kembali ke atas bangku. Padahal tadi aku tidak menciumnya sama sekali!" Kucing Siam yang besar itu heran tapi juga senang, ketika kedua anak itu lantas mengendus-endus seluruh tubuhnya, dari kepala sampai ke ekor. Kucing itu mendengkur senang. la sudah senang kalau dielus-elus dan dipeluk. Tapi baru sekali ini ia diendus-endus manusia! "Apakah kucing yang berbau terpentin?" tanya Pip dari luar kandang. Fatty mengangguk. Mukanya merah karena bersemangat. "Bets," katanya, "pada bagian mana dari kucing ini kau mencium bau terpentin?" "Di sini," kata Bets, sambil mendekatkan hidungnya ke ekor kucing itu. "Aku juga," kata Fatty. Ia memperhatikan ekor kucing itu dengan seksama, yang saat itu mulai bergerak kian-kemari. "Fatty! Bets! Awas - ada orang datang!" panggil Larry dengan suara pelan. "Cepat - keluar!" Tapi malang bagi kedua anak itu, sebelum mereka sempat meninggalkan kandang, Pak Tupping sudah muncul. Laki-laki itu menatap ke kandang, seakan-akan tidak bisa percaya pada penglihatannya sendiri. Fatty dan Bets keluar dari kandang. Pintu ditutup lagi, lalu dikunci. Bets gemetar tubuhnya. Fatty pun merasa tidak enak. Sedang anak-anak yang lain sudah menghilang ke dalam semak. "Apa yang kalian lakukan di situ, hah?" bentak Pak Tupping. "Dari mana kalian mendapat anak kuncinya? Kurasa kalianlah yang berbuat iseng dengan kucing itu, sehingga hilang. Hah! Ya - betul! Rupanya kalian yang mencuri Dark Queen! Sekarang juga aku akan pergi ke Pak Goon dan melaporkan kalian padanya. Kalian pasti akan mengalami kesulitan besar sesudah itu. Hah - biar tahu rasa sekarang!" 21 MISTERI TERBONGKAR Kemudian Pak Tupping pergi. Tampangnya saat itu menyeramkan. Bets sangat ketakutan. Ia berpegang erat pada Fatty, sementara mukanya pucat pasi. Fatty sendiri nampaknya juga gelisah. Tanpa berkata apa-apa, kelima anak itu kemudian kembali lewat tembok, lalu menuju ke pondok peranginan. "Aduh - benar-benar sial," kata Larry. Bets mulai menangis. "Kita akan dipenjarakan sekarang?" katanya terisak-isak. "Huuu, aku takut!" "Takut - kayak Luke?" kata Larry. Ia ingin memancing, supaya Bets tersenyum geli. Tapi saat itu Bets sama sekali tidak bisa tersenyum. "Jangan takut, Bets. Tadi itu tidak apa-apa. Akan kita laporkan pada Inspektur Jenks bagaimana kita sampai bisa mendapat anak kunci itu, lalu kau bersama Fatty mengendus-endus dalam kandang kucing. Setelah itu pasti Pak Inspektur tak mau percaya pada si Ayo Pergi, apabila polisi desa itu melaporkan bahwa ia dan Pak Tupping mencurigai kita sebagai pencuri Dark Queen!" Fatty diam saja. Anak-anak memandangnya. "Kau juga takut, Fatty?" tanya Daisy. Bukan kebiasaan Fatty, lama merasa takut. Dan ternyata kali itu ia juga begitu, karena ia menggeleng. Tapi tampangnya masih tetap serius. "Kita pikirkan sebentar bau terpentin yang tercium pada ekor kucing tadi," katanya. "Itu lebih penting, daripada ketakutan karena ketahuan ketika sedang berada dalam kandang. Itu petunjuk yang aneh - bau terpentin pada ekor kucing! Kenapa di situ yang berbau terpentin? Dan kenapa sewaktu Dark Queen hilang, juga ada di situ?" "Katamu, terpentin biasa dipakai untuk membersih-kan kuas sehabis dipakai, atau untuk menghilangkan bekas-bekas cat," kata Bets sambil menyeka air matanya. "Mungkinkah kucing itu ekornya kena cat basah, lalu dibersihkan dengan terpentin?" Fatty memandangnya sesaat tanpa berkedip. Ke-mudian ia meloncat bangun sambil berteriak, dan memukulkan tangannya keras-keras ke daun meja. Mukanya merah. "Ada apa?" tanya Larry kaget.''Kau disengat lebah?'' "Dengar," kata Fatty sambil duduk kembali. Sikapnya gelisah sekali. "Ternyata Bets mendapat ilham yang tepat. Terpentin dipakai untuk menyingkirkan cat dari ekor kucing itu. Kenapakah bisa ada cat di situ, dan apa warnanya? Yah - warnanya kita ketahui, karena kita berhasil menemukan kaleng cat yang dipergunakan. Dan pada kita juga ada batu yang terkena cipratan cat yang sama warnanya. Coklat muda, mengarah ke kuning susu!" Teman-temannya menatap dirinya sambil melongo. Sementara itu Fatty mengambil kaleng cat itu dari balik papan yang longgar, lalu membuka tutupnya. Dicelup-kannya kuas ke dalam kaleng itu, lalu ditotolkannya ke daun meja yang berwarna coklat tua. "Lihatlah," katanya, "kalian lihat belang yang kuning susu ini? Yah - rupanya inilah cat yang ada pada ekor kucing tadi - di bagian tengahnya. Cat berwama kuning susu! Dan sekarang aku kepingin bertanya - kucing mana yang pada ekornya ada bulu-bulu berwama seperti begini?" "Dark Queen!" kata teman-temannya semua dengan segera. Mata mereka bersinar-sinar, sementara dalam otak masing-masing terbayang makna terpentin serta cat itu. "Ya," kata Fatty meneruskan perkataannya. "Dan kucing yang ekornya berbau terpentin itu mestinya pernah dicat sebagian dari ekornya yang coklat tua dengan warna yang lebih muda, supaya disangka dialah Dark Queen! Kemudian cat itu dibersihkan lagi dengan terpentin. Karena itulah dua kali kandang kucing berbau minyak itu. Perbuatan itu dilakukan dua kali!" "Astaga!" kata Larry. "Ini benar-benar mengasyik-kan! Rupanya ada yang mengatur rencana yang sangat cerdik. Nanti dulu, coba aku merekanya sebentar - ya, kurasa Dark Queen sudah dicuri pagi-pagi, sedang ekor kucing yang satu lagi dicat dengan warna yang lebih muda berbentuk gelang supaya dikira Dark Queen. Setiap orang tahu, pada ekor Dark Queen ada gelang yang terdiri dari bulu berwama kuning susu, bekas gigitan kucing lain." "Ya, betul - dan ketika orang-orang datang untuk melihat kucing-kucing dalam kandang - antara lain ibumu, Pip, begitu pula Lady Candling - semua menyangka kucing yang dicat itu Dark Queen. Dan kemudian Pak Tupping sempat menyelinap masuk ke dalam kandang dan menghapus cat itu kembali sebelum ada yang menyadari pemalsuan itu, lalu mengatakan Dark Queen hilang!" "Pak Tupping!" kata Bets, sementara matanya membundar karena heran. "Pak Tupping, katamu? Tapi kalau dia yang menghapus cat itu - maka mestinya dia juga yang membubuhkan ke situ - jadi mestinya dia sendiri yang mencuri Dark Queen, dan -" "Tepat. Memang Pak Tupping-lah orangnya. Mesti-nya begitu," kata Fatty. la sudah tidak sanggup lagi menahan kegairahannya. "Aduh, siapa yang akan menyangka begitu? Dan selama ini kesalahan selalu ditimpakannya pada Luke." "Dan Luke disuruhnya bekerja terus dekat kandang selama kucing yang dicat itu ada di dalamnya, sampai saat dia menghapus cat itu lagi lalu mengatakan Dark Queen hilang!" kata Pip. "Dengan begitu timbul kesan, cuma Luke saja yang mungkin mencurinya. Bukan main! Memang rencana yang sungguh-sungguh cerdik." "Lalu ketika didengarnya Bets mengatakan pada si Ayo Pergi bahwa kita menemukan tanda-tanda berupa bau sesuatu serta cat secercah, ia pun lantas mengerti dan menyembunyikan botol terpentin dan kaleng cat," kata Fatty. "Mungkin takut pada kedua benda itu ada bekas sidik jarinya. Tapi Buster berhasil menemukan keduanya untuk kita." "Nanti dulu - sebaiknya kita urus saja dengan jelas," kata Daisy. "Pak Tupping ingin mencuri Dark Queen, sedang kesalahan hendak ditimpakannya pada Luke. Ia menunggu sampai Nona Harmer pergi selama sehari. Kurasa ia sengaja menunggu, karena tahu gadis itu mengenal baik setiap kucing, sehingga takkan bisa ditipu dengan gelang cat yang dibubuhkan pada kucing lain. Nona Harmer pasti akan tahu, kucing itu bukan Dark Queen." "Betul! Jadi ia menunggu sampai gadis itu pergi, lalu mencuri Dark Queen. Kucing itu diserahkannya pada salah-seorang kawannya. Kemudian ia kembali ke kandang, kucing yang satu lagi dicat kuning susu sebagian ekornya supaya dikira Dark Queen masih ada. Bu Trimble menyangka begitu ketika datang melihat sekitar pukul empat, ketika Dark Queen hilang untuk pertama kalinya. Dan kedua kalinya Lady Candling yang mengira begitu, sekitar pukul tiga." Fatty berhenti sebentar, dan diteruskan oleh Larry. "Ya - dan pada kejadian yang pertama Pak Tupping memang sangat cerdik. Diajaknya polisi desa untuk melihat kucing-kucing itu - tapi kemudian ia cepat-cepat menghapus gelang yang dicatkan ke ekor kucing yang satu, lalu melaporkan pada polisi desa itu bahwa Dark Queen dicuri orang! Harus kuakui, Pak Tupping memang sungguh cerdik," kata Larry. "Dan riekat, karena berani mengajak polisi itu melihat-lihat ke kandang, setelah paginya mencuri kucing itu." "Sedang kedua kalinya, Nona Harmer yang berhasil diperdayai olehnya," kata Pip. "Kalian ingat kan, Pak Tupping cepat-cepat masuk ke kandang ketika datang bersama gadis itu, menghapus cat yang ada di ekor kucing Siam lalu mengatakan Dark Queen hilang. Semua menyangka selama itu Dark Queen ada dalam kandang. Juga Luke - ia juga mengira kucing itu ada di situ, selama ia bekerja di dekatnya. Padahal tidak! Kucing itu sudah tidak ada lagi, sejak pagi. Tak mengherankan jika begitu sulit membersihkan diri Luke dari kecurigaan!" "Kurasa dulu Dark Queen berhasil minggat dari orang yang menyekapnya, lalu kembali ke sebelah," kata Daisy. "Aku ingin tahu, di mana kucing itu sekarang." "Pokoknya, banyak yang harus dijelaskan nanri oleh Pak Tupping," kata Fatty. "Wah! Lega perasaanku, karena ternyata dia pencurinya. Tak enak rasanya, selama ada dugaan bahwa pelakunya mungkin Luke. Jahat sekali Pak Tupping, memasukkan peluit buatan anak itu ke dalam kandang, supaya semua menyangka Luke yang mencuri!" "Apakah sekarang Pak Tupping akan dipenjarakan?" tanya Bets. "Pasti!" jawab Fatty. "Wah - kalau begitu, Luke tak perlu lagi bekerja di bawah dia," kata Bets senang. "Kocak juga kalau diingat, bahwa dia mendatangi Pak Goon untuk melaporkan bahwa aku dan Bets tadi ketahuan ada di dalam kandang," kata Fatty. "Sekarang bagaimana ya, enaknya." "Yuk, kita menelepon Inspektur Jenks lagi," kata Pip. "Kurasa kita perlu mengatakan padanya bahwa kita sudah berhasil memecahkan teka-teki ini. Lagipula aku tak mau Pak Goon datang lalu menangkap Bets -" Bets terpekik ngeri. Fatty cepat-cepat merangkul anak itu, sambil tertawa geli. "Jangan takut, Bets - takkan ada yang bisa mengapa-apakan dirimu. Kau sama sekali tak melaku-kan kesalahan apa-apa. Kurasa ide Pip tadi baik, menelepon Pak Inspektur." "Lalu bagaimana dengan anak kunci pintu kandang kucing?" kata Larry. "Apakah tidak perlu dikembalikan ke kantong Nona Harmer?" "Ya! Sekarang saja kita kembalikan," kata Fatty. "Aku tidak melihat alasan kenapa kita tidak bisa langsung mengembalikan padanya. Kita katakan saja, tadi kita pinjam sebentar. Pasti ia akan kaget dan marah! Tapi bagaimanapun, akan ketahuan juga bahwa kita mengambilnya. Jadi lebih baik mengaku saja dari sekarang." Kelima anak itu pergi lagi ke sebelah, lewat tembok seperti biasanya. Tapi sekali ini Buster diajak. Sesampai di sana mereka mencari-cari Nona Harmer. Tapi gadis itu tidak ada. "Mungkin sedang dalam gudang," kata Fatty. Mereka pergi ke gudang yang terletak dekat rumah kaca, yang belum mereka periksa tadi. Fatty menjengukkan kepala ke dalam. "He - rupanya gudang ini tempat Pak Tupping menyimpan barang-barangnya!" katanya. "Lihatlah - itu lars karetnya, dan mantel hujannya." "Uhh - keras sekali bau terpentin di sini," kata Bets sambil mengendus-endus. "Ya, betul." kata Fatty, lalu ikut mengendus. Tiba-tiba ia menarik sesuatu yang terselip dalam kantong mantel hujan yang tergantung. Ternyata selembar sapu tangan yang sudah dekil. Pada sapu tangan itu ada tulisan nama Pak Tupping. Tercium bau terpentin, keras sekali. "Rupanya sapu tangannya ini yang dipakai untuk menghilangkan cat pada ekor kucing itu dengan terpentin," kata Fatty. "Ini satu tanda bukti lagi. Nanti dulu - kemarin malam kan hujan, sampai tadi pagi - jadi karena itu Pak Tupping memakai mantel hujan serta lars karet. Itu, lihat!" Teman-temannya semua memandang, dan - pada lars nampak beberapa bercak cat berwarna kuning susu! Rupanya Pak Tupping memakai lars, ketika mencat ekor kucing. Jadi rupanya dialah yang meneteskan cat ke batu yang dikantongi oleh Fatty. Mungkin tercecer dari kuas yang masih basah waktu itu. "Lars dan sepatu tangan ini perlu kita bawa," kata Fatty dengan lagak serius. "Yuk, Buster! Kita sudah punya beberapa petunjuk penting serta sejumlah tanda bukti sekarang. Pasti Pak Tupping kaget sekali nanti, kalau mendengar keterangan kita!" Mereka keluar lagi dari gudang, dan berjumpa dengan Luke. Anak itu masih tetap lesu tampangnya. "Kau akan mengalami kesulitan," katanya pada Fatty. "Pak Tupping sekarang sedang pergi mendatangi Pak Goon untuk diajak ke sini. Katanya ia tadi menemukan dirimu dalam kandang kucing. Katanya pula, mestinya kalianlah yang mencuri .kucing itu. Kurasa ia akan mengatakan bahwa kalian melakukan-nya ketika aku ada di dekat situ. Dan aku tidak mau melaporkannya pada dia, karena hendak melindungi kalian. Aduh - sekarang kalian benar-benar akan mengalami kesulitan besar!" 22 AKHIR KEJADIAN Fatty bergegas pergi, untuk menelepon Inspektur Jenks. Untung dia ada di kantor, sehingga bisa langsung bicara. "Pak Inspektur," kata Fatty, "kami sudah berhasil menyelidiki teka-teki kucing Siam yang hilang. Bisakah Anda datang ke sini, supaya kami melaporkannya pada Anda?" "Yah-" kata Inspektur Jenks, "aku memang sedang berpikir-pikir hendak ke sana, karena baru saja kuterima laporan misterius dari Goon. Katanya kalian ketahuan ketika sedang berada di dalam kandang, dan itu ada hubungan dengan hilangnya Dark Queen. Jadi aku tadi memang bermaksud hendak ke sana." "Bagus!" kata Fatty senang. "Anda langsung ke tempat Lady Candling?" "Ya, sebaiknya memang begitu," kata Inspektur Jenks. "Jumpai aku di sana kira-kira sejam lagi, ya?" Sehabis menelpon, Fatty bergegas kembali untuk menceritakan kabar itu pada teman-temannya. Mereka dijumpainya sedang marah-marah. Ternyata Pak Goon tadi mendatangi orang tua Pip dan Bets. la mengadukan Bets, katanya anak itu ketahuan masuk ke dalam kandang kucing tanpa ijin. Lalu polisi desa itu pergi ke ibu Fatty, untuk melaporkan bahwa Fatty juga ketahuan masuk ke kandang kucing. "Ibu marah sekali padaku," kata Bets. Matanya basah karena menangis. "Waktu itu kau tidak ada, Fatty! Jadi aku tidak berani mengatakan apa-apa, karena takut kalau terlanjur mengatakan sesuatu yang sebetulnya belum boleh! Aku diam saja karenanya - dan ibu memarahi habis-habisan." "Sudahlah, Bets," kata Fatty. "Sebentar lagi Inspektur Jenks akan datang ke sini. Begitu ia mendengar laporan kita, pasti segala-galanya akan dibereskan olehnya. Kita disuruhnya menjumpainya di rumah Lady Candling, kira-kira sejam lagi. Semua tanda bukti harus kita bawa." Sejam kemudian mereka pun berangkat beramai-ramai ke rumah Lady Candling. Semua petunjuk dan tanda bukti dibawa. Botol terpentin. kaleng cat, sebutir batu yang kena tetesan cat, selembar sapu tangan berbau terpentin, serta sepasang sepatu. lars karet dengan bercak-bercak cat pada permukaannya. "Satu-satunya petunjuk yang tidak bisa kita bawa serta, cuma bau yang menempel pada ekor kucing," kata Bets. "Padahal itu tanda bukti yang paling penting!" "Ya - dan kau yang mengendusnya," kata Fatty. "Harus kuakui, kau ini detektif hebat, Bets!" "Lihatlah - itu kan Pak Goon, yang masuk ke dalam rumah," kata Daisy, "la datang bersama Pak Tupping. Dan itu Luke. Hai, Luke - mau ke mana?" "Aku disuruh membersihkan badan, lalu menghadap ke dalam," kata Luke. Anak itu bukan cuma lesu saja tampangnya sekarang - tapi juga ketakutan. "Kau takut?" tanya Fatty. "Ya, aku takut," kata Luke. "Kau tak perlu takut," kata Fatty. "Nanti kan segala-galanya akan beres. Lihat sajalah! Pokoknya, bergembira sajalah!" Tapi mana mungkin Luke bisa disuruh bergembira saat itu. la pergi mencuci badan, sementara mobil Pak Inspektur yang hitam mengkilat nampak meluncur masuk ke pekarangan lalu berhenti. Inspektur Jenks keluar, sambil tersenyum pada anak-anak yang menunggu. Dilambainya mereka, supaya mendekat. "Nan - siapa ternyata yang bersalah?" katanya. "Pak Tupping," kata Fatty sambil nyengir. "Kurasa Anda juga sudah menduga begitu, Pak - walau Anda sama sekali tidak memiliki petunjuk apa pun." "Aku tidak menyangka Luke pelakunya, dan aku juga memang menduga Pak Tupping pantas kalau dicurigai," kata Inspektur Jenks. "Lagipula ada sesuatu yang kuketahui, sesuatu yang tidak kalian ketahui. Begitu pula. Pak Goon tidak mengetahuinya! Sebelum ini Pak Tupping pernah terlibat dalam perkara pencurian lain. Kalau aku tidak salah, pencurian anjing! Nah, kalian masuk saja dulu, aku menyusul." Orang-orang sudah berkumpul dalam ruang duduk rumah Lady Candling yang luas. Lady Candling sendiri ada di situ, lalu Nona Harmer dan Bu Trimble. Sebentar-sebentar kaca mata wanita setengah tua itu terjatuh dari batang hidungnya. Kalau melihat gerak-geriknya saat itu, orang pasti akan menyangka dialah pencurinya. la begitu gugup. Tangannya menggigil. "Duduklah, Anak-anak," kata Lady Candling. Sebelum masuk ke situ, Fatty meletakkan beberapa tanda bukti di luar. Menurut perasaannya, Pak Tupping, tidak boleh sampai melihat sepatu lars karetnya, begitu pula kaleng cat serta botol terpentin. la tidak ingin tukang kebun yang pemarah itu sempat berjaga-jaga. Anak-ariak duduk. Fatty memangku Buster, supaya anjing itu jangan mengendus-endus pergelangan kaki Pak Goon. Kemudian Inspektur Jenks masuk dan bersalaman dengan Lady Candling. Dianggukkannya kepala ke arah Pak Goon, sambil melemparkan senyuman ke arah anak-anak. "Sebaiknya kita duduk saja semua," katanya. Semuanya duduk. Pak Goon yang bersikap penting dan galak, memandang Fatty dan Bets sebentar. Panda-ngannya keras. Nah - anak-anak yang selalu ikut-ikut campur itu kini akan menghadapi kesulitan mahabesar! Pak Tupping tadi melaporkan padanya, kedua anak itu berani mengambil anak kunci lalu masuk ke kandang kucing. Tapi untung ketahuan oleh Pak Tupping! "Nah, Goon," kata Inspektur Jenks, "tadi pagi aku menerima kabar yang agak misterius darimu - sehingga aku merasa perlu datang kemari. Rupanya persoalannya cukup serius." "Betul, Pak - memang serius, Pak," kata Pak Goon. Dadanya membusung, karena merasa dirinya penting. "Saya mempunyai alasan, Pak, untuk beranggapan bahwa anak-anak yang selalu iseng ini lebih banyak tahu tentang kucing yang lenyap itu, dari sangkaan kita. Menurut perasaan saya, Pak, mereka kini berada dalam kesulitan besar! Kata peringatan serius dari Anda pasti akan berguna sekali bagi mereka. Sungguh, Pak!" "Begitu, hm? Kurasa sangat mungkin anak-anak ini jauh lebih banyak tahu tentang misteri itu daripada yang kausangka, Goon," kata Inspektur Jenks. "Kita tanyakan saja pada mereka." la lantas berpaling, memandang Fatty. "Mungkin kau hendak mengatakan sesuatu, Frede-rick Trotteville?" katanya. Itulah yang sedari tadi ditunggu-tunggu Fatty. Dadanya membusung, hampir sebangga Pak Goon tadi. "Saya ingin mengatakan, Pak Inspektur, bahwa kami dan Pasukan Mau Tahu telah berhasil menyelidiki siapa yang mencuri Dark Queen," kata Fatty dengan suara lantang dan jelas. Pak Tupping mendengus, diikuti oleh Pak Goon. Luke sudah ketakutan saja mendengarnya. Bets geli melihat kaca mata Bu Trimble terlepas lagi. "Teruskan, Frederick," kata Inspektur Jenks. "Saya ingin menjelaskan dengan tepat bagaimana pencurian itu dilakukan, Pak," sambung Fatty, sementara teman-teman memandangnya dengan kagum. Fatty memang hebat-selalu pandai memilih kata-kata! "Kami ingin mendengar keteranganmu itu," kata Pak Inspektur dengan serius. Tapi matanya berkilat jenaka. "Pak Inspektur kan tahu, Dark Queen dua kali dicuri orang," kata Fatty. "Pada kedua kejadian itu Nona Harmer sedang pergi, dan Pak Tupping yang diserahi tugas mengurus kucing. Nah, Pak Inspektur, Dark Queen dicuri bukan pada sore hari - tapi paginya." Semua nampak tercengang, kecuali anak-anak. Mulut Pak Goon ternganga, sementara matanya yang melotot menatap Fatty dengan heran. "Itu kan ...." katanya, tapi langsung dipotong oleh Inspektur Jenks. "Jangan memotong, Goon," katanya. Dan Pak Goon tidak berani membuka mulut lagi. "Akan saya ceritakan bagaimana pencurian itu dilakukan," kata Fatty lagi. Anak itu asyik sendiri. "Pagi-pagi si pencuri mengambil Dark Queen dari dalam kandang. Tapi orang itu pintar. Seekor kucing lain dicat sebagian ekornya dengan cat berwarna kuning susu, supaya orang-orang yang tidak begitu mengenal kucing-kucing itu menyangka Dark Queen masih ada di dalam kandang!" Saat itu terdengar suara-suara kaget bercampur baur. Kaca mata Bu Trimble langsung terjatuh untuk kesekian kalinya. "Nah." kata Fatty melanjutkan penjelasannya, "dengan begitu semua yang datang untuk melihat kucing-kucing itu pada sore hari menyangka bahwa Dark Queen masih ada di dalam kandang - padahal tidak! Kemudian, pada saat yang tepat, si pencuri menyelinap masuk ke kandang. menghapus cat dari ekor kucing dengan lap yang dibasahi dengan terpentin, lalu berseru mengatakan bahwa Dark Queen hilang! Jadi tentu saja semua lantas menyangka baru sore itu Dark Queen dicuri orang. Padahal hilangnya sudah pagi-pagi." "Dan karena itu semua lantas menyangka akulah yang mengambil," kata Luke menyela. "Karena cuma aku satu-satunya yang ada di dekat kandang pada sore hari. Tak ada orang lain yang datang." "Betul," kata Fatty membenarkan. "Itu memang termasuk dalam rencana si pencuri. Kesalahan memang hendak ditimpakan pada dirimu. Karena itulah kau disuruh bekerja di dekat kandang kucing, dan karena itu pula peluit bikinanmu dimasukkan ke situ." "Siapa orangnya yang melakukan?" tukas Luke, sementara mukanya nampak merah padam karena marah. "Hih - aku kepingin menghajarnya!" Pak Inspektur meliriknya. Luke cepat-cepat duduk kembali. la tidak mengatakan apa-apa lagi. "Dari mana segala hal itu kauketahui?" tanya Pak Goon. Tatapan matanya memancarkan berbagai perasaan. Heran, tak percaya dan sikap mencemooh. "Itu kan cuma karangan konyolmu belaka. Kau harus punya bukti-bukti dulu, sebelum bisa mengatakan hal-hal seperti itu." "Kami punya bukti-buktinya," kata Fatty dengan sikap menang. la merogoh kantong. "Ini, lihatlah! Botol terpentin. Botol ini disembunyikan dalam sebuah liang kelinci, bersama sekaleng cat berwarna coklat muda yang dipakai untuk mencat ekor kucing, serta sebatang kuas yang sudah tua. Larry - ambil barang-barang yang lain! Tadi kuletakkan di depan pintu." Sementara itu Fatty mengangkat botol terpentin serta kuas tinggi-tinggi, supaya nampak oleh setiap orang yang ada di situ. Kaca mata Bu Trimble terlepas lagi. Tapi wanita itu begitu gugup, sehingga tak mampu memasangnya kembali ke batang hidung. Dengan matanya yang cadok ia berusaha memandang barang-barang bukti itu. Fatty dipandangnya, seolah-olah sedang memandang detektif paling ulung di dunia. Tapi itu mungkin disebabkan karena penglihatannya yang kurang jelas! Larry membawa sepatu lars serta kaleng cat ke dalam ruangan, lalu ditaruhnya di depan Fatty. Mata Pak Tupping terpelotot ketika melihat sepatu larsnya di situ. "Nah - inilah cat yang dipakai," kata Fatty, sambil mengambil kaleng cat. "Buster yang menemukan, dalam liang kelinci tempat kaleng ini disembunyikan. Betul kan, Buster?" "Guk," gonggong Buster. Anjing itu senang, karena diajak bicara. "Sepatu lars ini dipakai si pencuri, yaitu orang yang membubuhkan warna kuning susu pada ekor kucing," kata Fatty sambil menuding bercak-bercak cat yang belepotan pada permukaan sepatu itu. "Dan ini sapu tangan yang dibasahi dengan terpentin, untuk dipakai membersihkan ekor kucing cepat-cepat ketika orang itu masuk lagi ke dalam kandang. Pada kejadian pertama dengan Pak Goon, dan kedua kalinya bersama Nona Harmer." "Boleh kulihat sapu tangan itu sebentar?" tanya Pak Inspektur penuh minat. Diambilnya sapu tangan itu, lalu diciumnya. Tercium bau terpentin yang masih cukup keras. Sementara itu Fatty mengeluarkan sebutir batu dari kantongnya - batu yang kena tetesan cat coklat muda. Batu itu diserahkannya pula pada Inspektur Jenks. "Kami menemukannya dekat kandang, Pak," kata-nya. "Itu salah satu petunjuk yang kami temukan. Petunjuk lainnya, bau yang tercium dalam kandang kucing. Bets yang mengendusnya. Anak ini penyelidik yang hebat." Muka Bets menjadi merah. karena senang. Pak Inspektur memandangnya dengan wajah berseri-seri. Setelah itu ia memperhatikan sapu tangan sekali lagi. "Di sini tertulis nama seseorang," katanya. "Kurasa ini nama si pencuri, ya?" Fatty mengangguk. Luke mencondongkan tubuhnya ke depan. "Siapa dia?" tanyanya. "Ayo - katakanlah, siapa dia!" "Ya, siapa orang itu?" tanya Nona Harmer. Inspektur memandang berkeliling dengan sikap serius. Pak Tupping nampak pucat pasi tampangnya. Berulang kali ia meneguk ludah. Sikapnya yang kurang ajar dan angkuh lenyap sama sekali. Kini ia takut, jauh lebih takut daripada yang dirasakan oleh Luke selama itu. Para hadirin memalingkan muka satu per satu. Semua menatap Pak Tupping. Dan langsung tahu. dialah pencuri yang dicari. Hanya Pak Goon yang masih memandang Fatty dengan mata melotot. "Tupping! Apa katamu mengenai kejadian ini?" tanya Pak Inspektur. Suaranya berubah, kini terdengar tajam mengiris. "Apa? Tupping?" Pak Goon menoleh dengan cepat ke arah kawannya itu. Suaranya seolah-olah tercekik. Matanya melotot, tapi kini menatap tukang kebun dengan sikap benci dan jijik. "Kau! Menempel-nempel, mencari muka padaku. Mengajak aku datang melihat-lihat ke kandang kucing! Melaporkan yang bukan-bukan, sehingga membuat aku malu sekarang!" "Bets kan pernah mengatakan pada Anda bahwa kami menemukan dua petunjuk - berupa bau sesuatu serta batu yang ada bekas cat di atasnya," kata Fatty. "Tapi Anda cuma tertawa saja." "Kau kemanakan kucing itu, Tupping?" tanya Pak Inspektur, dengan nada masih setajam tadi. "Kau tahu sendiri, tuduhan terhadapmu ini tidak mungkin palsu. Masih ada lagi kejadian-kejadian lain yang pernah kaulakukan dulu, cocok sekali dengan peristiwa ini." Pak Tupping tahu-tahu berubah sama sekali. Dari seorang laki-laki yang keras, kejam dan pemarah, menjelma menjadi seorang penakut yang menangis mengiba-iba. Tidak enak melihat keadaannya saat itu. "Orang sok galak biasanya memang penakut," bisik Fatty pada Larry. "Sekarang bisa kaulihat, kayak apa sebetulnya orang itu!" "Kau takut," tukas Luke pada Pak Tupping dengan sikap sangat menghina, "lebih takut daripada yang pernah kurasakan selama ini. Biar tahu rasa kau sekarang!" Begitu pula perasaan orang-orang yang ada di situ Tiba-tiba Pak Tupping membuka mulut, mengakui segala kesalahannya. Ya, memang dia yang mencuri Dark Queen. Dia berutang uang pada seseorang, dan karenanya lantas timbul pikirannya untuk mencuri Dark Queen. Akan dikatakannya di mana kucing itu sekarang, supaya bisa diambil kembali oleh polisi. Kesalahan hendak ditimpakannya pada Luke. Memang dia yang mencat ekor kucing yang satu lagi, lalu dipakainya terpentin untuk menghapuskannya dengan cepat. Dua kali ia melakukannya, karena pertama kalinya kucing itu berhasil membebaskan diri lalu kembali ke tempat Lady Candling. Ia menyesal sekarang. Ia tak mau berbuat begitu lagi. Ia sudah jera! "Sudah pasti kau takkan bisa melakukannya, setidak-tidaknya selama waktu agak lama," kata Inspektur Jenks dengan keras. "Kau akan diamankan di suatu tempat - dan kurasa takkan ada orang yang akan merasa kasihan padamu. Goon, bawa dia pergi!" Pak Goon mencengkeram bahu Pak Tupping, lalu menariknya supaya bangun. Sambil berbuat begitu ditatapnya tahanannya itu dengan jijik. "Ayo ikut!" katanya galak. Saat itu Inspektur Jenks menyapa Pak Goon lagi dengan suara dingin. "Kau kelihatan payah dalam kejadian ini, Goon." katanya. "Nampaknya kau justru memusuhi mereka yang benar, sedang pencurinya kaujadikan kawan. Mudah-mudahan lain kali kau mau lebih berhati-hati. Bagaimana, Goon?" "Eh - tentu saja, Pak! Siap, Pak!" kata Pak Goon yang malang. Kelihatannya ia sangat menyesal. "Saya sudah berbuat sebisa saya, Pak." "Yah, untung saja anak-anak ini lebih berhasil daripada usahamu yang sebisa-bisamu itu, Goon," kata Pak Inspektur lagi. "Kurasa kita perlu berterima kasih pada mereka, untuk jasa memecahkan teka-teki misteri kucing yang hilang ini. Pendapatmu kan begitu juga, Goon?" "O ya, Pak," kata Pak Goon, dengan tampang ungu karena menahan perasaan. "Mereka anak-anak yang pintar, Pak. Senang rasanya kenal dengan mereka, Pak!" "Ah - untunglah apabila kau sependapat dengan aku," kata Pak Inspektur dengan nada agak lebih ramah. "Sekarang, bawa orang itu pergi!" Pak Goon menggiring pencuri itu ke luar, sementara anak-anak menghembuskan napas lega. "Ah, pergi juga akhirnya," desah Daisy. "Mudah-mudahan tidak pernah kembali lagi." "Yang jelas, dia takkan kembali ke sini," kata Lady Candling, yang selama itu mengikuti pembicaraan sambil tercengang. "Sedang mengenai Luke yang malang, aku ikut sedih membayangkan nasibnya selama ini sebagai akibat perbuatan Tupping yang jahat itu." "Sudahlah, Nyonya," kata Luke dengan tampang berseri-seri. Dengan segera dilupakannya kemarahan-nya tadi pada Pak Tupping, begitu mendengar suara Lady Candling yang ramah. "Jika Anda mau tetap memakai tenagaku, aku berjanji akan bekerja keras sampai Anda memperoleh tukang kebun yang baru. Dan aku takkan pernah bisa melupakan anak-anak yang cerdik. ini! Aku tidak bisa mengerti cara mereka menyelesaikan teka-teki yang membingungkan ini." "Sebenarnya Bets yang membawa kami pada jejak yang tepat," kata Fatty. "Bets memang hebat!" "Ah - kita kan melakukannya bersama-sama," kata Bets. "Dan Buster juga. Yah, senang rasanya bahwa kini segala-galanya beres kembali. Kurasa Anda tentunya akan memperoleh kucing Anda kembali, Lady Cand-ling?" "Biar kami yang mengurusnya," kata Inspektur Jenks sambil bangkit. "Yah, aku harus pergi lagi sekarang. Tapi sebelumnya ingin kukatakan sekali lagi, aku senang sekali mendapat bantuan Pasukan Mau Tahu - dan seekor Anjing! Tentu kalian bersedia membantuku lagi lain kali. Setuju?" "Ya!" seru Pasukan Mau Tahu serempak, lalu pergi ke luar bersama Inspektur Jenks. "Kami akan memberi tahu Anda, apabila ada lagi misteri yang harus dipecahkan!" Misteri lagi? Ya - rasanya pasti mereka akan menghadapi teka-teki baru, yang perlu diselidiki. Tapi itu cerita lain! TAMAT Edit by : zheraf.wapamp.com http://www.zheraf.net